BERITABETA, Masohi – Masyarakat Negeri Samasuru, Kecamatan Teluk Elaputih, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku  penuh hikma memperingati 119 tahun tsunami di Pulau Seram itu. Peristiwa itu lebih dikenal sengan ‘Bahaya Seram’ yang terjadi tanggal 29 September 1899 lalu. Peringatan 119 tahun tragedi itu  digelar dalam ibadah di Gedung Gereja Sinar Kasih, Jemaat Samasuru, Klasis Masohi.

Kepada Wartawan Aldi Waileruny,S.Pi,  Sekretaris Angkatan Muda Ranting Getsemani Jemaat Samasuru,  menjeskan bahaya Seram yang terjadi 119 tahun lalu tidak akan dilupakan oleh anak cucu Negeri Samasuru.

‘Bahaya Seram’ itu terjadi tanggal 29 September 1899 kurang lebih Pukul 1.00 Wit pada malam hari,  sehingga semua orang susah untuk menyelamatkan diri sehingga kurang lebih 90 % Maryarakat Negeri Samasuru meninggal dunia.

“ Ya saat itu terjadi tanah goyang yang sangat kuat kemudian tiga buah ombak menghantam Negeri Samasuru  masyarakat tercerai berai, ruma-rumah masyarakat habis begitu juga gereja” Tutur Aldi  Waileruny dengan wajah sedih.

Dikatakan, saat itu ada terdengar suara teriakan “beta papa dimana”?, beta “mama seng ada”, “beta anak dimana”.  Suara tangisan terdengar di mana-mana. Dan lebih parah lagi,  pada keesokena harinya tanggal 30 September 1899,  begitu banyak bangkai yang tersebar kiri-kanan dan ada yang tersangku di pohon sagu, pohon bambu.

Akibat dari tsunami tersebut, Negeri dan Jemaat Samasuru hilang ditelan lautan biru. Hal ini menjadi duka yang sangat mendalam yang tidak pernah dilupakan dan atas petolongan Tuhan.   “Sebagian masyarakat yang masih hidup berpindah,  mencari tempat yang nyaman untuk memulai kehidupan yang baru dan generasinya adalah kami saat ini. Untuk itu, setiap tanggal 29 September selalu diadakan syukuran memperingati Bahaya Seram dengan mengenang leluhur kami yang meninggal serta leluhur kami yang selamat,”ungkapnya.

Dikisahkan, saat itu tidak ada nama negeri atau jemaat yang namanya Elpaputih. Nama Elpaputih baru ada saat zaman penjajah,  jadi kalau ada pernyataan-pernyataan, jemaat atau Negeri Elpaputih menjadi korban tsunami adalah tidak benar dan terkesan lakukan pembohongan terhadap publik.

Gempa kembali terjadi pada tanggal 26 Januari 2006,  kurang lebih Pukul 21. 00 WIT,  dan  menggoncang Negeri Samasuru. Gempa itu berkekuatan 7,2 skala regter,  hanya saja saat itu tidak terjadi tsunami, tetapi tejadi patahan pada bibir pantai.

Akibat tanah goyang tersebut banyak orang berhamburan keluar rumah dan lari menyelamatkan diri ke pengunungan, karena masyarakat trauma dengan peritiwa naas yang pernah dialami oleh Negeri Samasuru ratusan tahun lalu itu.

“Ya Kami bersukur walau sering terjadi tanah goyang di negeri kami,  namum kami masih diberikan keselamatan sampai dengan saat ini oleh Tuhan Yesus” ungkap Aldi mengenang.

Provinsi Maluku, masuk dalam daerah rawan gempa dan tsunami. Maluku merupakan pertemuan antar lempeng Eurasia dan Lempeng Australia. Wilayah yang rawan itu di antaranya Ambon, Seram dan Buru.

Ahli botani Georg Everhard Rumphius, pernah mencatat fakta kejadian gempa dan tsunami pada 17 Februari 1674 dan merupakan salah satu rujukan, disamping kejadian-kejadian lain yang bisa terdokumentasi di masa sekarang.

Bahkan  lepas dari fakta tertulis dan yang terdokumentasikan tersebut, di kalangan masyarakat Maluku, hidup juga hikayat  gempa dan tsunami di Teluk Elpaputih, Pulau Seram, yang kini terus diperingati setiap tahunnya. (BB/DP).