“Mungkin Tuhan mulai bosan  melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa, atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang,”

Lirik lagu Ebiet G Ade, berjudul ‘Berita kepada kawan’ seakan serasi dengan apa yang terjadi beberapa waktu lalu di tanah Seram.

Kabar tentang dugaan pencemaran yang dilakukan PT. Nusa Ina Group, akhirnya pupus dengan sebuah kesimpulan seperti lirik lagu Ebiet di atas. Alam yang akhirnya divonis bersalah.

Sungai atau kali yang berubah warna menjadi coklat kehitaman dan bermuara ke laut disertai matinya ratusan ikan di sana, tak dapat dibantah, ketika vonis itu dijatuhkan kepada alam. Ada gejolak alam disana. Seperti itu singkatnya.

Sampai disini, publik pun tak berdaya. Semua dalil ini keluar dari pihak-pihak yang berkompeten. Tentu tak  ada yang bisa membantahnya, selain harus dibuktikan dengan penelitian ilmiah sebagai pembanding.

Netizen di dunia maya boleh tidak percaya bahkan mencibir dengan segala rupa bentuknya, tapi fenomena itu tak dapat diungkap. Alam tetap jadi ‘kambing hitam,’ karena mengeluarkan dua senyawa Khorin (C20H16N4) dan Kadmium (CdSO4·xH2O).

Kedua senyawa ini disebut-sebut sebagai ‘tersangka utama’ dari hasil uji sampel yang dilakukan Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Maluku.

Statemen yang keluar dari Sekretaris Dinas (Sekdis) Lingkungan Hidup Maluku Tengah, LH J. Noya, terasa geli di telinga. Panggalan statemen yang disampaikan serasa begitu lucu. Padahal, zat atau senyawa klor  berlebihan itu ada, karena akibat proses yang dilakukan manusia, salah satunya adalah industri.

Memang ini tidak dapat dibuktikan secara kasat mata, apakah itu hasil dari limbah yang dibuang pabrik milik PT. Nusa Ina atau tidak, namun ketersedian klor di alam, tidak mungkin akan berakibat fatal, hanya karena ada gejolak alam.

Dalam sebuah jurnal penelitian yang ditulis Sumingkrat salah satu staf peneliti Balai Lit Pupuk dan Petrokimia, pada tahun tahun 2002, disebutkan kandungan klor yang tinggi itu akan menghasilkan dioksin.

Ada pernyataan yang mengganjal disini. Katanya unsur kimia ini bersumber dari alam,  bukan zat kimia yang dipakai untuk pengolahan  limbah kelapa sawit. Siapa yang menyebut PT Nusa Ina menggunakan zat kimia? Serasa tidak pernah ada pernyataan demikian yang diungkapkan publik.

Reaksi klor itulah yang membentuk senyawa dioksin. Dari mana asalnya dioksin? Dioksin hanya dapat dihasilkan dari aktivitas industri.  Misalnya hasil pembakaran sampah, pembakaran pembangkit tenaga (power energy generation) dan juga pemakaran dengan suhu tinggi.

Sungguh ini kejam. Kita yang berulah alam yang disalahkan. Apiknya, pernyataan-pernyataan bantahan itu seakan seragam dilontarkan. Pihak Nusa Ina juga menyampaikan hal yang sama. Bupati Tuasikal Abua pun menyampaikan pernyataan serupa “ada gangguan alam,” namun dia mengakui telah menyurati pihak PT. Nusa Ina dan sudah menurunkan tim kesana.

Menyimak tragedi tercemarnya kali di Dusun Siliha dengan seabrek pernyataan ini seakan berada di luar frame logika berpikir kita. Alam seakan kini menjadi momok menakutkan bagi mahluknya berdasarkan kajian ilmiah di atas.  

Padahal, harusnya firman Allah dalam Al Qur’An surah Ar rum ayat 41-42 menjadi pegangan kita sebagai manusia. Sebab, asal muasal semua itu akibat  perbuatan manusia itu sendiri.

 “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS. Ar-rum: 41-42)

Lantas apakah perubahan warna air kali di Dusun Siliha yang membuat ikan-ikan menjadi mati mengapung itu adalah karena aktivtas industry ataukah benar karena gejolak alam? Wallahualam Bissawab (Hanya Allah yang lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya).

Kita bukan Carl Wilhelm Scheele  kimiawan asal Swedia yang menjadi penemu klorin pada tahun 1774 atau Joseph Louis Gay-Lussac ahli kimia asal Prancis, orang yang melanjutkan hasil temuan Scheele.

Kita hanya orang awam yang melihat sesuatu dari bentuk fisik dan ikut merasakan jeritan para netizen yang mengharu biru di dunia maya dan selebihnya ikut mendoakan terpecahnya misteri di Dusun Siliha itu (***)