Semua orang terpaku tak percaya. Beberapa kolega berlari ke arahku. Cindy, Gina, Ans, Dea, Gerdy semua menghambur mengelilingku. Suasana hening beberapa detik.

" Hai meneer, di toko ini tak boleh ada diskriminasi. Tangannya menunjuk ke pintu. Tinggalkan toko ini atau kutelepon polisi...!" : Khaled, kolegaku asal Syria berbicara dengan tegas menantang langsung lelaki itu.

Erick, manajer toko menggiringnya ke luar dan mengancamnya jika datang kembali, kami akan memanggil polisi. Atmosfer toko berubah jadi sarang lebah. Semua orang mendengung. Entah apa yang dibicarakan.

Seorang ibu menghampiriku. Ia mengelus tanganku.

"Are you okay ? "

"Yes, mevrouw..I'm alright...thanks. " Tapi mataku berkaca - kaca. Dadaku sesak. Amina memelukku.

"Resiko berhijab !" : bisik Amina.

"Yes. I know, Amina."

Salah satu dari dua lelaki Ukraina di depanku nyeletuk mencairkan suasana :

"Itu belum apa - apa...kami ini betul - betul terusir dari negri sendiri loh ! "

Semua orang tertawa. Suasana kembali normal. Dan ruang memoriku menyimpan peristiwa itu.

????????????

Kini dunia perlahan berubah. Pandangan terhadap umat Muslim tak lagi sekelam dulu.

Tragedi tanah para Mujahid seolah membuka kotak pandora, membongkar tirai - tirai bisu yang menutupi kebenaran.

Lajunya arus informasi meruntuhkan semua dinding sejarah. Aku merasakan langsung perubahan itu. Ketegangan berganti kedamaian.

Ramadhan Mubarak dan Eid Mubarak semakin hangat diucapkan teman-temanku maupun pengunjung di tempatku bekerja. Aku selalu menyambut saudara Muslimku dengan salam,

“Assalamu’alaikum…”