Catatan: Iskandar Pelupessy

Seperti Ramadhan-Ramadhan sebelumnya, seiring putaran waktu Ramadhan tahun ini akan pun akan berakhir!!, tak heran menjadi kerinduan tersendiri bagi mereka yang berpuasa, selain dilipatgandakan pahalanya.

Ramdhan juga dihiasi dengan berbagai amalan melangkapinya. Sungguh suasana yang tidak kita jumpai di bulan-bulan lainnya. Kerinduan itu kadang menjadi celetukan-celetukan lucu saat bercanda sebagai penyemangat, canda yang sebenarnya suatu motivasi.

Di ujung timur sana di kepulauan Maluku hadir teriakan yang bergema saat sholat taraweh, ya teriakann Alae bersahut-sahutan menembus batas, meraung melangkahi seisi masjid Baiturahman di negeri itu.

Negeri Siri-Sori Islam namanya. Suasana taraweh di negeri ini, selalu dihiasi dengan suara teriakan Alae yang menggema hingga terdengar di sekitar kampung-kampung tetangga di pulau Saparua itu. Tak heran kadang ada celutukan lucu kampung tetangga yang memujinya saat mendengar kata alae ini menembus malam.

Kapan kebiasaan teriakan Alae ini dilakukan? Belum ada keterangan pasti. Kemungkinan kata Alae ini, berasal dari kata alaihi, dari lafadz Allahuma Shalli Alaihi Muhammmad. Shalawat yang didengungkan saat jeda rakaat taraweh, yang dengan pengaruh lafal setempat menjadi Alae.

Seperti catatan Pelupessy Qashai dalam artikelnya ‘Rindu teriakan Alae..!" Di Desa Sir-Sori Islam, mengatakan, belum ditemukan juga apa yang mendasari masyarakat setempat meneriakkan kata Alae tersebut. Menurutnya ucapan ini semata-mata untuk membangkitkan semangat jamaah shalat tarawih.

Tak heran Ramadhan memang selalu menumbuhkan sesuatu yang mengagumkan dalam meyemarakannya di tengah semangat meraih pahala-pahala dengan beragam amalan di bulan yang Mubarak ini. Di tengah kondisi geografis negeri ini yang berada di sebuah pulau kecil, kesemarakan teriakan Alae tentunya menjadi seseuatu yang unik menyeramakan Ramadhan.

Walaupun sedikit menimbulkan kontraversi soal dasar menggunakan shalawat dan taradhdhi di sela rakaat taraweh. Mengutip dari Nu.online dalam artikelnya, “Bacaan bilal dan jawabannya dalam tarawih”, menjelaskan lazim kita jumpai dalam shalat tarawih Muslim tanah air.

Lantunan-lantunan shalawat salam diucapkan untuk mendoakan Nabi Muhammad, sementara taradhdhi diucapkan untuk mendoakan empat khalifah pengganti Rasulullah. Masing-masing biasanya dilantunkan bersama-sama melalui komando seorang bilal.  

Selanjutnya dalam artikel ini juga dijelaskan selain bermaksud doa yang tentu saja sangat mulia, terkandung fungsi lain dari lantunan-lantunan tersebut, antara lain, pertama, sebagai waktu jeda antara satu shalat dan shalat berikutnya.

Tarawih dua puluh rakaat merupakan aktivitas yang cukup menguras tenaga bagi mereka yang tak terbiasa. Karena itu, shalawat dan taradhdhi (lantunan radhiyallahu ‘anh) menjadi momentum istirahat sejenak selepas salam, sebelum melanjutkan rakaat-rakaat berikutnya.

Praktek ini bersandar pada hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya: Dari As-Saib bin Yazid bahwasannya Mu’awiyah RA berkata kepadanya:

إذَا صَلَّيْتَ الْجُمْعَةَ فَلَا تَصِلْهَا بِصَلَاةٍ حَتَّى تُكَلِمَ أَوْ تَخْرُجَ فَإِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ أَمَرَنَا بِذَلكَ، أَنْ لَاتُوْصَلَ صَلَاةٌ بِصَلَاةٍ حَتَّى نَتَكَلَّمَ أَوْ نَخْرُجَ 

Artinya, “Apabila engkau selesai shalat Jumat, maka jangan kau sambung dengan shalat lain sampai kau berbicara atau keluar.

Sesungguhnya Rasulullah SAW telah memerintahkan kami dengan itu, supaya tidak menyambung shalat hingga kita berbicara ataupun keluar.”

Dalam sabda Rasulullah SAW yang berbunyi: (أَمَرَنَا بِذَلكَ، أَنْ لَاتُوْصَلَ صَلَاةٌ بِصَلَاةٍ) kalimat shalat disana umum, tidak terikat apakah ia shalat wajib atau tidak, intinya sunah untuk memisahnya.

Penjelasan ini menjadi akar disunahkannya membaca shalawat Nabi dan membaca radhiyallahu ‘anhu di setiap sehabis salam saat tarawih.

Mengapa tidak berpindah tempat saat shalat tarawih? Menurut artikel Nu.online ini mengatakan, bayangkan saja jika masing-masing orang harus berpindah tempat, proses shalat tarawih tentunya akan menyulitkan. Wallahualam (*)