Oleh : Dyah Tari Nur’aini, SST (Statistisi Pertama BPS Kolaka, Sulawesi Tenggara)

IMLEK merupakan hari yang sangat penting bagi kaum Tionghoa. Seperti umat Muslim saat Hari Raya, kaum Tionghoa memanfaatkan momen Imlek sebagai waktu untuk beribadah dan berkumpul bersama keluarga. Mereka yang sedang merantau, sebagian besar juga akan melakukan mudik ke kampung halaman sekedar bertemu dengan keluarga yang ditinggal merantau.

Pada tahun 2021, Imlek jatuh pada tanggal 12 Februari. Hal itu bertepatan dengan shio kerbau. Shio kerbau pada perayaan imlek sebelumnya terakhir kali terjadi pada 26 Januari 2009.

Imlek tidak hanya diperingati di negara China saja. Bahkan hampir seluruh negara di dunia memperingatinya. Hal ini disebabkan kaum Tionghoa tersebar di seluruh dunia, tidak bisa dipungkiri juga memang jumlahnya yang paling besar di dunia.

Termasuk di Indonesia, perayaan Imlek bahkan sudah menjadi hari libur nasional. Ditandai dengan tanggal merah pada hari tersebut. Posisinya setara dengan perayaan hari besar agama yang ada di Indonesia. Pusat perbelanjaan juga tak lupa memasang berbagai atribut imlek.

Imlek yang identik dengan kaum Tionghoa, tentu tidak terlepas dengan negara China. Tahun 2020, perayaan imlek di China sunyi senyap atau bisa dikatakan tidak ada perayaan. Disebabkan oleh dibatasinya pergerakan manusia di China sebagai upaya menghambat penyebaran Covid-19.

Sedangkan di Indonesia perayaan Imlek masih berjalan seperti tahun-tahun sebelumnya. Meriah dan bebas melakukan perjalanan. Kenapa bisa demikian? Karena pada waktu itu, tepatnya Januari 2020 masih belum terdeteksi Covid-19 di Indonesia. Indonesia baru berhasil mendeteksi kasus positif pertama pada Maret 2020.

Lantas, bagaimana perayaan Imlek di Indonesia pada tahun 2021? Sudah bisa ditebak. Kemungkinan tidak akan ada perayaan yang meriah. Meskipun bertepatan dengan akhir pekan. Tanggal 12 Februari 2021 akan berjalan seperti hari libur biasa saja. Pemerintah dipastikan juga akan memperketat perjalanan antar daerah. Entah itu dari segi menambah persyaratan bepergian ataupun yang lainnya.

Selama tahun 2020, Indonesia praktis mengalami kontraksi pertumbuhan ekonom sebesar 2,07 persen (c-to-c) dibandingkan tahun 2019. Dari sisi produksi, kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 15,04 persen.

Sementara itu, dari sisi pengeluaran hampir semua komponen terkontraksi. Komponen Ekspor Barang dan Jasa menjadi komponen dengan kontraksi terdalam sebesar 7,70 persen. Sementara, Impor Barang dan Jasa yang merupakan faktor pengurang terkontraksi sebesar 14,71 persen.

Kemudian, jika dibandingkan triwulan IV-2019. Perekonomian Indonesia triwulan IV-2020 terhadap triwulan IV-2019 tetap mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,19 persen (y-on-y).

Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 13,42 persen. Dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 7,21 persen. Sementara, Impor Barang dan Jasa yang merupakan faktor pengurang terkontraksi sebesar 13,52 persen.

Lebih jauh lagi, perekonomian Indonesia triwulan IV-2020 ternyata semakin memburuk dibandingkan triwulan III-2020. Dibuktikan dengan masih berlanjutnya kontraksi pertumbuhan ekonomi terhadap triwulan sebelumnya dengan mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,42 persen (q-to-q).

Dari sisi produksi, kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 20,15 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) yang tumbuh sebesar 27,15 persen.

Secara umum, perekonomian Indonesia terus mengalami penurunan baik itu dibandingkan antartahun, maupun antarkuartal. Lalu apa kaitannya dengan hari libur imlek yang dibatasi pergerakan pulang kampungnya? Tentu saja ada. Lagi-lagi momen pulang kampung yang biasanya menjadi peluang yang tepat untuk memutar roda perekonomian di daerah harus disia-siakan kembali.

Banyak negara, termasuk China, melakukan pembatasan bahkan penutupan arus pulang kampung. Hal ini tentunya menyebabkan salah satu pintu untuk memperbaiki perekonomian juga tertutup.

Sebut saja dari sisi sektor transportasi. Bayangkan saja, berapa banyak penjualan tiket pesawat, kereta api, bus yang batal terjual. Padahal hampir semua negara-negara tersebut juga menghalami penurunan ekonomi.

Selanjutnya, dari sisi sektor akomodasi. Kita sama-sama mengetahui puluhan bahkan ratusan hotel tutup akibat pandemi Covid-19. Diantaranya bahkan menjual aset gedung mereka untuk beralih ke usaha yang lain. Daripada harus bangkrut karena modal habis dimakan biaya operasional.

Ada baiknya pemerintah meniru hal positif dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan negara-negara lain. Terutama dari segi penyelamatan ekonomi. Bahwa tak harus dengan selalu membebaskan segala bentuk arus perjalanan pada setiap momen peringatan agar perekonomian bergerak. Karena belum tentu bergerak dan membaik, tapi justru kesehatan negara yang semakin memburuk (**)