BERITABETA.COM – Sejak keberadaannya menghebohkan dunia yang dimulai dari Kota Wuhan, China, virus corona menjadi perhatian untuk dilakukan pengkajian oleh sejumlah pakar. Sejumlah pendapat pun bermunculan dari para pakar/ahli. Seperti apa pandangan para pakar itu? beritabeta.com menghimpun pernyataan sejumlah pakar virus dan medis tentang kebaradaan virus mematikan ini.

Seperti yang disampaikan Guan Yi seorang ahli virus dari China mengungkapkan kekhawatirannya terkait penyebaran virus corona. Jika sebelumnya ia tak pernah takut menghadapi wabah, kali ini ia mengaku benar-benar ketakutan.

Para ahli melihat kesamaan mengejutkan antara coronavirus yang sekarang telah menyebar ke luar Cina dan wabah SARS tahun 2003. Seperti pneumonia menular yang telah menewaskan sedikitnya 17 orang, SARS disebabkan oleh virus corona yang berasal dari Cina.

Namun Guan Yi, seorang ahli virus dari University of Hong Kong’s State Key Laboratory of Emerging Infectious Diseases mengungkapkan bahwa kali ini ia sangat khawatir.

Menurut ahli virus yang telah ikut membantu mengidentifikasi virus SARS ini, pemerintah tidak melakukan upaya yang cukup untuk menghentikan penyebaran coronavirus di lokasi pertama virus corona itu menyebar. Terutama ketika masa-masa awal sebelum virus corona menyebar seperti sekarang.

Guan Yi melihat orang-orang saat itu masih dengan bebas keluar masuk pasar tanpa mengenakan masker. Bandara juga tidak disterilkan dengan disinfektan bahkan pemerintah tidak cepat merespon semisal dengan membagikan panduan karantina orang-orang yang meninggalkan Kota Wuhan.

Sebagaimana dilansir The Week, Jumat (24/1/2020), Kota Wuhan, kata Guan terlanjur melakukan pembersihan pasar tempat di mana virus itu bermula. Ini justru membuat semakin sulit untuk menelusuri sumber virus.

“Saya tak pernah merasa takut, tapi kali ini saya benar-benar ketakutan,” katanya kepada Caixin,

Lebih parah dari SARS

Sementara itu sebagaimana dilansir South China Morning Post (SCMP) Guan Yo memperingatkan bahwa epidemi coronavirus Wuhan bisa 10 kali lebih buruk dari wabah SARS yang menewaskan hampir 800 orang di seluruh dunia pada 2002-2003.

Guan Yi, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan majalah Caixin pada hari Kamis bahwa setelah kunjungan singkat ke kota China tengah pada hari Selasa dan Rabu, ia kemudian lebih memilih untuk pergi sesegera mungkin.

“Perkiraan konservatif saya adalah bahwa epidemi ini dapat berakhir setidaknya 10 kali skala SARS,” katanya.

Selama wabah SARS, yang juga disebabkan oleh coronavirus, 8.098 orang jatuh sakit di seluruh dunia dan 774 meninggal, menurut angka dari Organisasi Kesehatan Dunia. Di Cina daratan ada 5.327 kasus dan 348 kematian, dan di Hong Kong, 1.755 kasus dan 298 kematian.

Virus corona atau coronavirus setidaknya hingga Jumat (24/1/2020) kemarin sudah menewaskan 26 orang di China. Selain itu ada lebih dari 800 orang yang mengeluhkan kondisi kesehatan dengan gejala mirip terpapar virus corona.

Mereka yang Paling Beresiko

Sementara  Ahli dari Rutgers New Jersey Medical School, baru saja mengeluarkan penjelasan soal pihak-pihak yang paling beresiko tertular virus ini.

Kepada Fox News, akhir pekan lalu, Debra Chew, Asisten Profesor Kedokteran di Rutgers New Jersey Medical School, menjelaskan perilaku virus 2019-nCoV tersebut.

“Risiko penyakit tertular didasarkan pada pajanan (exposure) epidemiologis, pajanan pada orang yang terinfeksi corona, dan mereka yang sakit dengan gejala pernapasan yang bepergian ke Wuhan atau kota-kota tetangga,” kata dia.

Debra Chew, yang juga ahli Penyakit Menular dari Albert Einstein/ Montefiore Medical Center, mengatakan belum jelas apakah wanita hamil berisiko lebih besar daripada yang lain. Namun, dia menegaskan bahwa kaum muda, warga negara lanjut usia, dan mereka yang kekurangan kekebalan tubuh dapat memiliki reaksi akut jika terpapar dengan virus.

Menurutnya tidak jelas apakah ada risiko lainnya, termasuk penularan ke berbagai kelompok orang, wanita hamil, dan berbagai kelompok umur.

“Kami tahu bahwa anak muda, lanjut usia, dan mereka dengan sistem kekebalan tubuh yang terganggu, serta kondisi medis kronis bisa mendapatkan penyakit yang lebih parah.”katanya.

Soal masa inkubasi, Debra Chew menuturkan, kepastiannya belum jelas. Tapi diperkirakan, siapa pun yang terinfeksi harus memiliki tanda gejala dalam lima hari. Secara umum, sebagai keluarga virus corona, 2019-nCoV memiliki masa inkubasi pendek hingga lima hari, dan kasus-kasus terbaru dengan di Wuhan konsisten dengan ini.

“CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) dan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) secara aktif menyelidiki lebih banyak tentang karakteristik virus dan penyakit,” kata Debra  Chew.

Sebagian besar virus corona hanya menyebabkan gejala ringan, mirip dengan flu biasa. Dampak lainnya, seperti Syndrome Pernapasan Akut Parah (SARS) dan Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS), dapat menyebabkan pneumonia dan kematian.

Bisa Menular Lewat Mata

Sedangkan, seorang pakar medis asal China meyakini, virus corona yang saat ini meresahkan dunia bisa menular lewat mata. Wang Guangfa adalah tokoh populer dalam dunia medis Negeri “Panda”, di mana dia membantu mengatasi wabah Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS) pada 2003. Pakar pernapasan Rumah Sakit Pertama Universitas Peking Beijing itu mengaku terinfeksi virus corona, namun saat ini telah sembuh.

Dilansir SCMP dan Daily Mirror Jumat (24/1/2020), Wang Guangfa menyatakan terkena virus itu saat mengunjungi Wuhan dua pekan lalu. Kota yang terletak di Provinsi Hubei tersebut merupakan asal muasal penyebaran patogen baru dengan kode 2019-nCov itu.

“Saya punya energi untuk berselancar di WeChat, internet, maupun pesan teks, di mana saya tersentuh dengan doa dan harapan semua orang,” paparnya.

Wang menuturkan, dia meyakini terkena penyakit yang mirip SARS itu melalui penularan di mata karena tidak mengenakan pelindung lengkap. Dia mengungkapkan saat kejadian, dia sudah memakai masker N95 dan pakaian pelindung.

“Tapi saya segera menyadari tidak memakai pelindung mata,” ujarnya.

Usai pulang dari Wuhan dan kembali ke Beijing, Wang menceritakan mulai menderita konjungtivis di bagian mata kirinya. Sekitar tiga jam kemudian, dia mengaku menderita demam dan radang selaput lendir yang parah.

Dia menuturkan awalnya sempat mengira menderita flu. Dia memutuskan untuk mencoba tes virus corona setelah pengobatan flu tidak berhasil, di mana hasilnya adalah positif. Wang kemudian mengajukan asumsi, bahwa salah satu penularan patogen yang sudah menyebar hingga 12 negara itu adalah melalui mata.

Menindaklanjuti klaim Wang, pakar dari Komisi Kesehatan Nasional China Li Lanjuan menyatakan, tim medis yang merawat pasien harus mengenakan goggle. Wang sempat mendapat hujatan setelah dua pekan lalu, dia menyebut penyebaran virus tersebut sudah bisa dikendalikan. Namun, dia sendiri jatuh sakit, dengan penyakit itu sudah membunuh 41 orang, dengan sebagian besar terjadi di Wuhan maupun Provinsi Hubei.

Kebal Anti Biotik

Para ahli memastikan belum ada antivirus corona, bahkan antibiotik apapun tak akan mampu menghalau infeksi virus Corona. Mereka mengatakan hal itu berdasarkan fakta lebih dari 90.000 orang dirawat di rumah sakit yang terkena Virus Corona kebal terhadap antibiotik tahun lalu.

Angka-angka digital NHS menunjukkan angka-angka berada pada titik tertinggi sepanjang masa, dan para ahli memperingatkan bahwa Corona menimbulkan ancaman terhadap kemanusiaan yang sama seriusnya dengan perubahan iklim.

Dan mereka mengatakan angka sebenarnya cenderung jauh lebih tinggi karena tes rumah sakit hanya mengambil sekitar setengah dari semua kasus.

Angka-angka menunjukkan bahwa antara 2014 dan 2015 ada 64.293 kasus pasien yang didiagnosis dengan bug resisten. Ini telah meningkat dari tahun ke tahun, mencapai rekor 90.173 tahun lalu. (BB-DIO)