BERITABETA.COM  – Prof Dr Chairul Anwar Nidom, Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) mengatakan kucing merupakan hewan yang paling rentan terinfeksi Covid-19. Dari penelitian yang telah dilakukan, penularan antar kucing ternyata melalui droplet yang masuk ke dalam saluran pernafasan.

“Seperti kasus harimau bernama Nadia dari Kebun Binatang di The Bronx Zoo New York, Amerika Serikat, dan beberapa kucing terinfeksi virus corona,” ujar Prof Nidom saat dikonfirmasi di Surabaya, Minggu (19/4/2020).

Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari Professor Nidom Foundation (PNF) ini menjelaskan, RNA virus dari droplet kucing yang tertular bisa diuji melalui bilasan hidung (nasal turbinate), langit-langit mulut (soft palates), organ tonsil, trakhea, dan juga usus kucing (tidak dominan).

Antibodi Covid-19, kata dia, juga terdeteksi pada kucing yang sengaja diinokulasi dan kucing yang tertular melalui droplet.

“Kucing, selama ini dapat terinfeksi oleh Feline dan Canine coronavirus (FCoV dan CCoV) melalui reseptor aminopeptidaseN (APN), yang merupakan reseptor Alphacoronavirus, dan juga bisa terinfeksi oleh human coronavirus (HCoV-229E), tanpa menunjukkan gejala klinis,” jelasnya.

Munculnya virus FCoV-II pada kucing, kata Nidom, menunjukkan adanya ko-infeksi antara FCoV-1 dan CCoV-II kemudian melakukan rekombinasi dan menghasilkan strain baru yaitu FCoV-II.

Selain itu, FCoV- 1/CCoV-1 dan FCoV-II/CCoV-II punya kesamaan spike (protein S) yang bisa mengacaukan reseptor spesifik dari setiap strain virus.

“Fenomena kucing sebagai hewan yang bisa tertular Covid-19 baik di alam maupun di laboratorium, memunculkan kekhawatiran tersendiri. Mengingat selama ini hanya hewan liar yang diduga sebagai sumber atau perantara COVID-19,” katanya seperti dikutip dari Liputan6.com.

Meski begitu, Prof Nidom mengatakan sampai saat ini belum ada bukti bahwa hewan yang terinfeksi COVID-19 dari manusia berperan dalam penyebaran virus ini.

“Wabah COVID-19 yang terjadi saat ini lebih disebabkan oleh kontak dari orang ke orang,” tuturnya.

Pola interaksi yang kompleks dalam konsep human-animal-environment interface, menjadi dasar yang melatarbelakangi mitigasi terhadap wabah penyakit infeksi, terutama yang bersifat zoonosis seperti Covid-19.

“Namun kedekatan hubungan antara manusia dengan hewan peliharaan dalam sebuah ekosistem menjadi kunci dari mata rantai penularan, pemutusan rantai sampai muncul kembali (relapse),” kata Nidom.

Fase relapse menjadi bagian yang tak kalah penting untuk diwaspadai, lalu beberapa hewan liar dan domestik telah terbukti menjadi sumber utama penularan serta reservoir infeksi pada beberapa kasus wabah zoonosis.

“Hewan memiliki kemampuan untuk menjadi ‘rumah tempat tinggal’ yang nyaman bagi beberapa virus infeksius,” katanya.

Selain itu, Nidom menambahkan, di dalam tubuh hewan, virus akan bersembunyi, berdamai dengan sistem imun host untuk mencapai suatu fase homeostasis. Atau bahkan membangun kekuatan baru untuk kemudian siap dilepas ke lingkungan menjadi virus baru yang lebih ganas, bagai teori Paradoks Peto pada kejadian kanker.

“Menilik fakta baru peran kucing dan hewan peliharaan lain, baik sebagai reservoir atau penyebar virus Covid-19, maka perlu lebih waspada melalui langkah-langkah strategis,” katanya.

Langkah pertama adalah surveilans aktif terhadap kucing dan anjing peliharaan atau kucing jalanan (stray cats) dan hewan lainnya terhadap Covid-19. Selanjutnya, pemeriksaan rutin kesehatan kucing, anjing dan hewan peliharaan lain agar bisa dipastikan tidak membawa virus jenis baru penyebab COVID-19 (BB-DIP)