Catatan: M. Suhfi Majid (Politisi PKS Maluku)

SEBUAH plan selamat datang menyambut hangat ketika menjejak pelabuhan Waisai Kabupaten Raja Ampat. Jou Suba Raja Ampat. Selamat Datang di Raja Ampat.  Perjalanan dengan speedboat/kapal cepat dari kota Sorong menuju Kota Waisai ibukota Raja Ampat tidak terlalu lama. KM Bahari Ekspres lepas tali dari pelabuhan Sorong jam 14.00 WIT (Jumat, 4/12). Jam 16.00 WIT, saya dan dua kolega tiba di pelabuhan Raja Ampat. Hanya butuh 2 jam.

Memasuki Pelabuhan Waisai, kelabat pemandangan indah dan menakjubkan sudah terpampang di depan mata. Beberapa kapal yacth berlabuh tenang di sisi kanan agak jauh dari pelabuhan. Kantor pelabuhan terlihat mewah. Menjadi pusat aktifitas arus penumpang.

Yang menarik, jalan lebar dan berhotmix menyambung lurus dari pintu keluar pelabuhan menuju pusat kota Waisai. Jalan dua arah. Sangat lebar dan mulus. Di tengahnya diapit pepohonan rindang, pohon Glodokan Tiang. Pohon ini tumbuh menjulang ke atas. Seperti piramida simetris. Tumbuh hijau dengan pola berbaris sepanjang jalan raya. Memberi  keindahan pada setiap pasang mata yang memandang.

Banyak yang menyematkan istilah untuk Raja Ampat, Caribbean Van Papua. Sebagian lainnya mengistilahkan ‘Sepotong Syurga di Papua’. Penyematan untuk menggambarkan keindahan Raja Ampat dengan gugusan pulau-pulau yang menawan.

Usia Raja Ampat terbilang baru. Dimekarkan dengan UU No 26 Tahun 2002. Baru 18 tahun. Jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya yang mekar dalam bilangan tahun 2002 atau 2003, Raja Ampat menunjukan kelasnya. Pembangunan dan perkembangan cukup cepat. Kota Waisai, ibukota Raja Ampat tertata rapi.

18 tahun lalu, Waisai adalah belukar. Hutan belantara. Maka, ketika kabupaten ini dibuka, pusat pemerintahan ditempatkan di Kampung Saonek. Sebuah kampung kecil di gugusan Pulau Waego. Cukup lama, 2 tahun. 2003 hingga 2005. Penduduk setempat mengartikan Saonek sebagai Pelabuhan buah Mannek.

Butuh waktu 5 tahun, untuk membuka kota baru, Waisai dari 2005 – 2010. Adalah Bupati Drs.Markus Wanma, yang merintis pembukaan kota baru ini. Belukar hutan ditebas. Tanah diratakan. Pohon – pohon besar di belantara waisai ditumbangkan.

Penataan kota dilakukan bertahap, dengan bersumber dari dana APBD. Selepas sholat subuh di masjid Agung Waisai, saya berkeliling menikmati keteduhan dan keindahan kota Waisai. Menakjubkan. Rapi, elegan dengan berbagai fasilitas pelayanan publik. Geliat ekonomi berkembang pesat di Waisai. Ikatan dan harmoni antar masyarakatnya bersepadu.

Kabupaten Raja Ampat juga menunjukan keunikan positif ketika dipimpin oleh bupati saat ini, Abdul Faris Umlati (AFU). Jika ingin melihat bagaimana para pegawai dimanjakan oleh Bupati, datanglah ke Raja Ampat.

Selain gaji, PNS dan pegawai kontrak di Raja Ampat menikmati Tunjangan Penambahan Penghasilan (TPP) dengan angka yang fantastis. Andre Tuanakotta, seorang PNS yang mengajar di Raja Ampat memberi pengakuan itu.

“Tunjangan tambahan penghasilan di luar gaji sebesar Rp 3,3 juta perbulan. Kalau pegawai kontrak Rp 2,2 juta”, buka Andre. Laki – laki asal Seram Bagian Barat itu sudah 12 tahun mengabdi sebagai guru di Raja Ampat.

Bupati AFU juga menunjukan keberpihakannnya untuk urusan pembangunan tempat ibadah. Setiap tahun, APBD digelontorkan untuk membangun puluhan Gereja dan Masjid di kampung – kampung.

Alokasinya juga terbilang besar. Rp 1 Milyar untuk pembangunan setiap gereja maupun masjid.

“Kemajemukan baik adat istiadat, budaya dan agama dalam menjaga kedamaian hidup di tengah masyarakat. Menjadi inspirasi bagi pemerintah untuk memberikan yang terbaik di masyarakat khususnya di bidang keagamaan,” sebut Bupati AFU.

Maka kampung – kampung ia sentuh dengan pembangunan. Di Kota Waisai juga sedang dibangun masjid megah nan besar. Ukurannya 60 x 65 meter. Jika tuntas pada 2022, menjadi salah satu masjid terbesar di Indonesia Timur.

Jika berkunjung ke Yembeser, Wawiyai, Sawanggrai, Waisilip, Saleo, Saupipapir, Saonek dan puluhan kampung lainnya, maka kita akan menemukan kemegahan tempat ibadah yang dibangun oleh Bupati AFU.

APBD Raja Ampat terbilang tak tinggi. Hanya Rp 1,57 Trilyun. Tapi soal Pendidikan, saya menemukan fakta yang juga menarik. Bupati AFU mengalokasikan anggaran berbentuk beasiswa kepada siswa lulusan SMA/SMK di Raja Ampat untuk melanjutkan studi S1.

Beberapa daerah menjadi tempat pendidikan lanjut bagi anak – anak negeri Raja Ampat. Termasuk kerjasama Pemkab Raja Ampat sejak tahun 2018 dengan Universitas De La Salle, Manado sebagai tempat menyiapkan SDM putra putri Raja Ampat. Mereka belajar pada jurusan yang dibutuhkan oleh Raja Ampat : Pendidikan, Kesehatan dan Pariwisata.

Banyak sederet kekaguman lain yang di Raja Ampat. Keindahan bentangan pulau-pulaunya  yang menjadi ikon pariwisata dunia. Tahun 2018, 13 ribu wisatawan mengunjungi wisata Raja Ampat.

81% dari para wisatawan yang berkunjung berasal dari manca negara. Raja Ampat juga menyandang predikat sebagai 1 diantara 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Indonesia. Tak heran jika keindangan kawasan wisata bukit Piaynemo ditata dengan dana APBN, Rp 19,9 Milyar di tahun 2018.

Raja Ampat juga menjadi satu – satunya Kabupaten di Indonesia yang berani membuat keputusan tak biasa untuk penduduknya. Mengalokasikan Rp 16 Milyar untuk BPJS Ketenagakerjaan bagi 25ribu petani dan nelayan penduduk asli.

“Kabupaten lainnya datang ke Raja Ampat, belajar tentang model BPJS Ketenagakerjaan”, Bupati AFU antusias menjelaskan itu saat kami berbincang di rumah dinas beliau (5/12/2020).

Maka, saat kampanye putaran terakhir di lapangan Kota Waisai (5/12), saya lantang menyampaikan, memilih Bupati Abdul Faris Umlati dan wakilnya, Orideko Iriano Burdam adalah memilih masa depan bagi Raja Ampat dan rakyatnya. Memilih kotak kosong berarti menginginkan kemunduran bagi Raja Ampat. Insya Allah, 9 Desember 2020, Pasangan AFU – ORI menang melawan kotak kosong (***)