Kemiskinan Ekstrem, Membaca Arah Kebijakan Penganggaran APBD Kabupaten Meluku Tengah
Oleh : M. Saleh Wattiheluw (Pemerhati Masalah Pembangunan dan Akademisi)
Masyarakat Maluku pasti kaget, lebih khusus lagi masyarakat Maluku Tengah ketika mendengar dan membaca berita tentang kondisi kemiskinan di Maluku, dimana Kabupaten Maluku Tengah sebagai Kabupaten tertua, tapi masih termasuk dalam katagori kemiskinan ekstrem bersama 4 kabupaten lainnya.
Tulisan dengan tajuk tersebut sesungguhnya diangkat sesuai dengan fakta empiris dan murni akademik, sebagai salah satu tugas dan tanggujawab sebagai pemerhati/akademisi mencermati dan menganalisa faktor penyebab Kemiskinan Ekstrem di Maluku.
Secara umum kondisi kemiskinan di Maluku sejak awal masyarakat sudah tahu dan merupakan lagu lama, Maluku miskin diatas kekayaannya sendiri, makin para lagi ditambah stikma "kemiskinan ektrem" pada lima Kabupaten.
Dalam Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem Kab Prioritas di Maluku dikantor Gubernur, 13 Oktober 2021, yang dipimpin langsung Wakil Presiden Kh. Ma'aruf Amin didampingin Gubernur Maluku dimana beritanya terpublikasi diberbagai media.
Terungkap Data Penduduk Maluku Miskin Ekstrem secara kumulatif berjumlah 97.747 ribu jiwa dengan totol Rumah Tangga miskin ekstrem 22.110 ribu Rumah Tangga.
Kabapaten Maluku Tengah penyumbang terbesar terhadap angka kemiskinan kumulitif Maluku sebasar 40% atau 39.400 ribu jiwa, selebihnya dari 4 kabupaten lain.
Tingkat Kemiskinan Kabupaten Malteng 19% atau 74.180 ribu jiwa dari jumlah itu penduduk miskin ekstrim mencapai 10,53% atau 39.400 ribu jiwa.
Pemda Malteng menyiapkan tiga strategi yaitu pertama, strategi mengurangi beban pengeluaran mayarakat, kedua strategi meningkatkan pendapatan & produktivitas dan ketiga strategi meminimalkan wilayah kontong miskin.
Dalam kondisi seperti ini kita tidak lagi mencari pembenaran siapa salah dan siapa benar, apakah pemerintah daerah prov/kab atau pemerintah pusat dan atau masyarakat sendiri, yang harus dilakukan adalah melihat apa penyebab Kab Malteng mendapat "stikma kemiskinan ekstrem".
Penyebab Kemiskinan
Apa faktor penyebab kemiskinan ektrem? Secara umum bila ditelusuri dan dicermati secara objektif rasional penulis berpendapat dalam pendekatan kualitatif dan kwantitatif bahwa penyebab Kabuaten Maluku Tengah miskin di atas kekayaan sumberdaya alam sendiri. Setidaknya terdapat beberapa faktor penyabab secara kualitatif.
Pertama pemerintah provinsi/kabupaten nampaknya belum memiliki suatu konsep perencanaan strategi secara terpadu konprehensif bagaimana mengatasi/menekan angka kemiskinan.
Kedua bagaimana dengan naskah-naskah normatif seperti RPJPD, RPJMD, RKPD, RENTRA dan RENJA yang mengatur arah pembangunan daerah, diduga tidak dijadikan sebagai landasan pembangunan.
Ketiga kepala daerah belum fokus sepenuhnya untuk membangun daerahnya, justru lebih cendrung berpikir mementingkan pencitraan diri.
Keempat DPRD belum maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsi, lebih-lebih pada fungsi penganggaran terkesan kurang jeli dalam melihat instrumen awal. Misalnya KAU dan PPAS dalam proses pembahasan RAPBD, padahal APBD Kabupaten Malteng relatif kecil dan tidak sebanding dengan tuntutan kebutuhan pembangunan daerah.
Hal ini terindikasi dalam kebijakan penganggaran pada APBD TA 2021 nampak belum berpihak dalam upaya penyelasain masalah-masalah kerakyatan, misalnya masalah angka kemiskinan.
Faktor penyebab kemiskinan di Kabupaten Maluku Tengah akan kita uji dan buktikan dalam satu analisa dengan pendekatan sederhana yaitu melihat arah kebijakan penganggaran, mengambil contoh APBD Kabupaten Maluku Tengah tahun 2021.
Makna Penganggaran
Telaah fakta arah kebijakan penganggaran dalam ABPD Kabupaten Maluku Tengah tahun 2021 yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Tengah Nomor 3 tahun 2020.
Hal ini dimaksudkan untuk melihat angka pendapatan dan belanja sebagai indikator kuantitatif dan membuktikan sejauhmana arah kebijakan penganggaran program pembangunan daerah lewat APBD.
Secara teoritis APBD pada dasarnya adalah rencana penyusunan keuangan tahunan daerah yang disetuju DPRD dan ditetapkan dengan Perda. APBD adalah miliki publik harus terpublikasi, agar publik harus tahu sejauhmana hak-hak terkait dengan hajat hidup banyak orang terakomodir.
APBD pada dasarnya menggambarkan arah pembiayaan program pembangunan yang terstruktur dalam pendapatan dan belanja. Apakah arah kebijakan penganggaran lewat ABPD Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2021, telah menjawab atau memberikan solusi terhadap upaya penyelesaian masalah kemiskinan, atau dalam upaya menekan angka kemiskinan di Kabupaten Malteng?
Pada pos pendapatan terdapat subtansi PAD yang sering dijadikan sebagai salah satu indikator untuk mengukur kemajuan suatu daerah, selain itu juga terdapat pos transper pemerintah pusat. Sementara pada pos belanja terdapat dua pos anggaran belanja yaitu Belanja Opreasional dan Belanja Modal .
Alokasi dan penganggaran dalam APBD setidaknya menganut prinsif-prinsif penganggaran yaitu transparansi, akuntabilitas, keadilan, efisiensi dan efektivitas serta berpihak kepada rakyat serta mampu menciptakan dampak multiplayer efek ekonomi sosial untuk daerah.
Analisa Kebijakan Penganggaran
Berikut talaah dan analisa APBD Kab Maluku Tengah TA 2021 yang sudah berjalan dan telah melewati para waktu tahun 2021.
Pendapatan sebasar Rp 1, 733 T, terdiri dari PAD Rp 86,6 milyar, dana transper pempus Rp 1, 587 triliun. Pendapatan lain-lain sebesar Rp 59, 2 miliar. Ini tergambar bahwa pada pendapatan dimana PAD dan pendapatan lain-lain yang sah relatif sangat kecil, jika PAD dan pendapatan lain-lain yang syah dijumlahkan hanya Rp 145,8 M, artinya hampir 91% pendapatan bersumber dari trensper pemerintah pusat.
Gambaran pada pos pendapatan di atas memberikan satu indikasi bahwa Pemerintah Kabupaten Malteng belum mampu mengelola aset daerah secara maksimal, untuk mendorong PAD. Misalnya pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan hasil perusahaan daerah dan pengelolaan lain-lain pendapatan syah.
Boleh jadi APBD Kabupaten Malteng tahun-tahun sebelumnya memiliki indikasi gambaran dan trend pendapatan dengan pola serta ciri yang sama pula. Belanja, pada terdapat dua pos belanja yaitu Belanja Operasional dan Belanja Modal. Total Belanja Operasional dan Belanja Modal sebesar Rp 1,787.T.
Belanja Operasianal terdiri dari belanja pegawai Rp 721, 4 miliar, balanja barang & jasa Rp 370,2 miliar, belanja subsidi Rp 11,1.M, belanja bantuan sosial 7, 2 miliar. Belanja modal terdiri dari belanja tanah Rp 814 juta, Belanja peralatan & mesin Rp 82, 9 M, belanja modal gedung & bangunan Rp 154, 3. M, Belanja modal jalan & jaringan irigasi Rp 149,1.M, Belanja modal aset tetap lainnya Rp 1, 0.M, Belanja tak terduga Rp 10.M dan Belanja trasper Rp 267,3 M.
Sehingga antara Pendapatan dan Belanja terjadi defisit anggaran sebesar Rp 54,7.M, nampaknya prinsif efisiensi, kehatihatian dalam prioritas penganggaran kurang diperhatikan.
Jika dianalisis dari sisi belanja pperasional maupun belanja modal tidak ditemukan logika penganggaran yang objektif dan mengikuti prinsif-prinsif penganggaran, transparan, akuntabilitas, keadilan, efisiensi dan efektivitas.
Hal ini bisa dilihat alokasi penganggaran belanja operasional sama sekali kurang berpihak pada kepentingan rakyat, misalnya belanja Subsidi dianggarkan hanya sebesar Rp 11,1 miliar dan belanja pemberdayaan masyarakat hanya Rp 7, 2 M, sementara belanja barang dan jasa Rp 370 miliar dan belanja pegawai Rp 721,4 miliar atau sekitar 41,6%. Memang untuk belanja pegawai mungkin tidak ada masalah karena jumlah pegawai jelas.
Demikian pada pos belanja modal terlihat pos penganggaran belanja modal sangat demonstratif dengan nilai anggaran lumayan besar misalnya Belanja Tanah Rp 814 juta, belanja Peralatan Mesin Rp 82,9 miliar, belanja Gedung & Bangunan Rp 154 miliar, belanja Jalan dan Jaringan Irigasi 149,1 miliar, belanja Aset Tetap Lainnya Rp 1 miliar, Belanja Tak Terduga Rp 10 miliar dan Belanja Transper Rp 267,3 miliar.
Secara khusus total nilai belanja modal sebesar RP 388,3 miliar, ternyata sepenuhnya atau boleh dibilang 100% hanya untuk "belanja fisik", lalu bagaimana juga dengan belanja tak Terduga Sebesar Rp 10 M?. Demikian Nilai belanja fisik diluar belanja Belanja Transper Rp.267,7.M.
Beberapa realisasi belanja proyek gedung & bangunan yang sedang berlangsung, kontrak tahun 2020 antara lain pembangunan gedung Dinas Sosial nilai kontrak Rp 13, 1 M, pembangunan Dinas Perpustakaan Rp 3, 8 M, pembanguan Pasar Binaya Rp 11, 4 M, pembangunan Gedung DPRD Rp 38, 0.M
Selain itu tidak terlihat logika dan pijakan dalam penganggaran secara rasional dan objektif. Bukankah Kabupaten Maluku Tengah adalah Kabupaten tertua dimana sarana dan prasarana infrastruktur minimal telah siap atau masih layak.
Pertanyaan kritis mengapa dalam kondisi daerah miskin tapi jebujakan penganggaran lebih dominan belanja fisik, untuk apa belanja tanah, untuk apa belanja gedung & bangunan apakah gedung-gedung ada sudah tidak layak, untuk apa belanja jalan & irigasi dimana, sementara untuk apa saja belanja tak terduga.
Anggaran Belanja tahun 2021 sama sakali tidak berpihak kepada rakyat selain itu tidak tergambar akan memberikan dampak multiplayer efek ekonomi sosial dalam mendorong sektor-sektor kemakmuran dan pemberdayaan serta mendorong pertumbuhan ekonomi sebagai upaya mendorong peningkatan penerimaan PAD.
Jadi jangan heran kalau daya beli masyarakat di kotanya maksudnya Kota Masohi menurun, akibat dari likwiditas rendah atau peradaran uang rendah dampak negatifnya adalah banyak usaha-usaha kecil menengah mengeluh dan terancam tutup.
Jangan heran pula jika kemudian pada tanggal 25 Oktober 2021 ada rapat di Bina Graha yang dipimpin langsung staf KSP bersama Pemda Malteng untuk percepatan penyelesaian sejumlah masalah yang sebetulnya juga adalah masaalah-masalah lama contoh soal air bersih di Kota Masohi.
Dengan demikian jangan berharap Kabupaten Maluku Tengah mampu menyelesaikan persoalan-sosial kemasyarakat dan mungkin tidak bisa keluar dari himpitan kemiskinan, manakala pola penganggaran dominan "politik anggaran" yang hanya berpihak kepada kepentingan kelompok" ketimbangan "kepentingan publik/masyarakat".
Inilah salah satu gambaran sederhana yang secara kasat mata dapat dilihat dari arah kebijakan penganggaran dalam APBD Kab Malteng TA 2021 terkait dengan pembiayaan pembangunan daerah.
Konkulusi
Sebagai solusi untuk mendorong tiga Strategi yang disampaikan Pemda Malteng ; strategi mengurangi beban pengeluaran, strategi meningkatkan pendapatan & produktivutas dan strategi meminimalkan wilayah kantong kemiskinan.
Ketiga strategi tersebut harus linier atau diikuti dengan kebijakan penganggaran dalam APBD tiga tahun kedepan, sehingga target untuk menekan angka kemiskinan menjadi 0% ditahun 2024 bisa berhasil (*)