Oleh : Dr. Hasrul Buamona,S.H,.M.H. (Advokat dan Pakar Hukum Kesehatan Universitas Widya Mataram Yogyakarta)

PADA tanggal 21 November 2020 dalam kesempatan penulis menjadi narasumber Webinar Pekan Hukum PSHK 2020 Fakultas Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, penulis pernah menyampaikan dalam waktu dekat aparat penegak hukum akan menemukan titik dugaan korupsi penayalahgunaan dana Covid-19.

Baik dilakukan pejabat pusat maupun pejabat daerah. Dikarenakan, kecenderungan di Indonesia setiap pengelolaan anggaran negara yang sangat besar akan berakhir dengan tindak pidana korupsi yang merajalela.

Terbukti  Desember 2020 Juliari Batubara selaku Menteri Sosial ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK RI dikarenakan dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) Penanganan Covid-19(CNN Senin 07/12/2020).

Tema menarik dalam dugaan korupsi Juliari Batubara yakni “Ancaman Hukum Mati dari KPK” dimana publik mengingkan tindakan hukum tersebut benar-benar terjadi. Keinginan publik sangat beralasan, dikarenakan sangat tidak layak dalam keadaan darurat bencana non alam (Covid-19) seperti ini masih ada pejabat negara yang hanya memikirkan keuntungan pribadi.

Mungkinkah pejabat publik seperti halnya Menteri Sosial Julian Batubara dapat dihukum mati?. Apabila kembali melihat UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2).

Ayat (1) UU itu, berbunyi “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Sedangkan ayat (2) berbunyi “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.” Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor di atas hanya mengatur ketentuan pidana pokok yakni pidana penjara dan pidana denda sebagaimana yang termuat dalam Pasal 10 KUHP.

Sedangkan ketentuan pidana mati ditemukan dalam ayat (2),  yang mana pidana mati dapat dijatuhkan dalam keadaan tertentu artinya memiliki syarat-syarat.

Di mana syarat-syarat tersebut termuat dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yaitu : (1) bencana alam nasional; (2) pengulangan tindak pidana korupsi, dan (3) pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

Perlu diketahui sangat tidak mudah untuk menjatuhkan pidana mati kepada setiap pejabat publik yang melakukan tindak pidana korupsi dalam keadaan kedaruratan Covid-19. Hal ini dikarenakan, “keadaan tertentu” dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipkor beserta penjelasannya hanya kemudian mengatur terkait “bencana alam nasional.”

Sedangkan bencana non alam seperti halnya Covid-19 tidak diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Bencana non alam, baru dikenal dan diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana yang berbunyi “Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.”

Sedangkan dalam Pasal 1 angka 2 UU Nomor 24 Tahun 2007 memberikan pengertian bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.”

Dengan karakteristik dan ruang lingkup kebencanaan yang berbeda, maka aparat penegak hukum telah dibatasi oleh undang-undang, sehingga bencana non alam (Covid-19) tidak bisa dipersamakan dengan bencana alam. Yang mana Covid-19 sebagai bencana non alam melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020, telah ditetapkan sebagai bencana nasional.

Menurut penulis, penafsiran sistematis dapat dilakukan Majelis Hakim jika sejak awal pembentukan norma hukum dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor beserta penjelasannya tidak hanya mencantumkan frasa bencana alam, melainkan juga mencantumkan frasa bencana nasional seperti termuat dalam UU No. 24 Tahun 2007 sebagai “keadaan tertentu” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.

Maka secara hukum, setiap pejabat publik  yang melakukan korupsi dana Covid-19 tidak dapat dihukum pidana mati (***)