Mbah Moen, Ulama Kharismatik dan Politikus Teladan
BERITABETA.COM – KH Maimun Zubair atau yang akrab disapa Mbah Moen adalah ulama dan kiai sepuh ormas Islam terbesar di Tanah Air, Nahdlatul Ulama (NU). Mbah Moen juga dikenal sebagai politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ulama sepuh kharismatik, itu wafat di Tanah Suci, Makkah, hari ini, Selasa (6/8/2019).
“Almarhum pernah menginginkan jika meninggal dunia, ia sedang berada di Tanah Suci Makkah saat melaksanakan ibadah haji pada hari Selasa”
Kabar duka ini dibenarkan Wasekjen DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi. Menurut Baidlowi, keluarga besar PPP merasa kehilangan sosok ulama asal Rembang itu.
“Ya betul. Kami dapat info duka dari yang dampingi beliau selama di Makkah. Kami sangat kehilangan beliau,” ujar Baidlowi saat dihubungi wartawan.
Baidowi mengingat, dirinya dan sejumlah kolega masih sempat bersilaturrahim kepada Mbah Moen dua hari lalu. Menurut Baodowi, saat itu Mbah Moen masih dalam keadaan sehat.
“Dua hari lalu saya masih sempat sowan ke beliau dan masih sehat wa alfiyat. Kami sangat kehilangan. Sekarang kami lagi perjalanan ke RS (rumah sakit),” ucapnya.
Wafat di usia 91 tahun, Mbah Moen tetap dihormati dan disegani masyarakat umum sampai tokoh nasional.
Pimpinan Pondok Pasantren
Mbah Moen adalah ulama yang sangat dihormati, dia merupakan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Mbah Moen juga dikenal sebagai Mustasyar Nahdlatul Ulama (NU).
Sejak kecil dikenal sebagai anak yang taat akan agama. Pada tahun 1945 beliau bertolak ke Kota Kediri untuk mengasah ilmunya di Pondok Lirboyo, Jawa Timur yang pada saat itu di bawah pengasuhan KH Abdul Karim, KH Mahrus Ali dan KH Marzuki. Selama lima tahun, beliau terus mengasah ilmu agama di Pondok Lirboyo.
Sampai akhirnya, Mbah Moen mendirikan Pondok Pesantren yang sekarang dikenal dengan nama Al-Anwar. Kemudian sekitar tahun 2008, kembali mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar 2 di Gondan Sarang Rembang, yang kemudian oleh beliau dipasrahkan kepada putranya KH Ubab Maimun.
Kiprah politik Mbah Moen bukan tentang kepentingan sesaat, melainkan kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan.
Mbah Moen juga merupakan seorang alim, fakih, sekaligus muharrik (penggerak) yang menjadi rujukan dalam bidang fikih. Mbah Moen merupakan kawan dekat dari almarhum Rais Aam PBNU, KH Sahal Mahfudh.
Keduanya dahulu sama-sama santri kelana di sejumlah pesantren di Jawa. Dia juga sempat mendalami ilmu-ilmu agama di tanah Hijaz (Arab Saudi).
Mbah Moen lahir di Sarang, Rembang, Jawa Tengah, pada 28 Oktober 1928. Dia merupakan putra Kiai Zubair yang pernah berguru pada Syaikh Saíd al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al-Makky. Selama di Lirboyo, ia juga mengaji kepada KH Mahrus Ali. Pada umur 21 tahun, Mbah Moen melanjutkan studi ke Makkah.
Mbah Moen juga meluangkan waktunya untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, KH Ma’shum Lasem, KH Wahab Chasbullah, KH Muslih Mranggen (Demak), dan beberapa kiai lain. Mbah Moen juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul ‘al-Ulama al-Mujaddidun’.
Politisi PPP
Selain dikenal sebagai ulama, Mbah Moen juga dikenal sebagai politisi. Dalam dunia politik, Mbah Moen pernah menjadi anggota DPRD kabupaten Rembang, Jawa Tengah selama 7 tahun.
Selain itu Mbah Moen juga pernah menjadi anggota MPR RI yang mewakili daerah Jawa Tengah selama tiga periode.
Dalam politik, Mbah Moen memilih bergabung ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Di saat NU sedang ramai mendirikan PKB tahun 1998, Mbah Moen lebih memilih tetap di PPP, partai dengan gambar Ka’bah.
Di PPP Mbah Moen menduduki posisi sebagai Ketua Mejelis Syariah PPP. Mbah Moen pernah mengatakan PPP bukan hanya untuk agama Islam, tapi PPP hadir untuk Indonesia.
“Kehadiran PPP bukan hanya untuk agama (Islam), tapi untuk bangsa Indonesia,” kata Ulama karismatik pengasuh Ponpes Al-Anwar ini, saat menghadiri Harlah PPP di Bantul, (16/1/2019).
Doa Mbah Moen Terkabul
Almarhum Mbah Meon yang juga mustasyar (penasihat) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini pernah menginginkan jika meninggal dunia, ia sedang berada di Tanah Suci Makkah saat melaksanakan ibadah haji pada hari Selasa.
Keinginan Mbah Moen tersebut diungkapkan KH Zuhrul Anam Hisyam (Gus Anam) melalui akun Facebooknya. Gus Anam merupakan salah seorang menantu Mbah Moen dan yang mendampinginya di Tanah Suci Makkah saat ini.
“Mbah Yai Maimun pernah dawuh, minta didoakan meninggal pada hari Selasa karena biasanya orang ahli ilmu itu meninggalnya hari Selasa. Dan minta didoakan meninggal di Makkah pas haji,” kata Gus Anam melalui Facebooknya yang diakses NU Online Selasa (6/8) pukul 11.25.
“Masya Allah, diijabah oleh Allah semuanya,” lanjut kiai yang tinggal di Banyumas ini.
Ternyata memang betul, Allah mengabulkan keinginan Mbah Moen tersebut. Ia meninggal dunia pada Selasa pukul 04.17 waktu Arab Saudi saat menjalankan ibadah haji di Makkah.
Mbah Moen, berangkat ke Tanah Suci Makkah pada Ahad 28 Juli. Meskipun usia sudah lanjut, hampir tiap musim haji, pengasuh pondok pesantren Al-Anwar, Rembang, Jawa Tengah ini melaksanakan rukun Islam kelimat tersebut.
Ucapan duka dan kehilangan mendalam untuk Mbah Moen mengalir deras melalui media sosial seperti Twitter dan Facebook. Mulai tokoh agama, politikus, santri, hingga masyarakat luas. PBNU, melalui Sekretaris Jenderal Helmy Faishal Zaini segera menginstruksikan Nahdliyin untuk mendirikan Shalat Ghaib untuk Mbah Moen.
“Kepada umat Islam, khususnya warga Nahdlatul Ulama, mari bersama-sama melaksanakan shalat ghaib dan membacakan surat Al-Fatihah untuk KH Maimoen Zubair. Semoga senantiasa ditempatkan di tempat yang paling mulia di sisi Allah SWT,” ungkap Sekjen Helmy.
Menurut Helmy, wafatnya Mbah Moen, bangsa Indonesia kehilangan tokoh yang penuh sikap kebersahajaan.
Mbah Moen, merupakan salah seorang kiai ahlul halli wal aqdi (ahwa) yang dibentuk PBNU pada Muktamar NU ke-33 di Jombang, Jawa Timur, untuk menentukan Rais Aam PBNU. (BB-DIO)