BERITABETA.COM, Ambon – Penegasan Gubernur Maluku Murad Ismail terkait legalisasi sopi (minuman tradisional) dari hasil fermentasi pohon nira/aren, ditanggapi beragam oleh sejumlah pihak.

Usai mengikuti deklarasi Maluku Cinta Damai di Gong Perdamaian Dunia, Ambon Jumat (28/06/2019), Gubernur mengatakan, Maluku  berbeda dengan daerah lain.  

“Jangan  ada lagi yang menyuarakan legalisasi sopi. Jangan bandingkan Maluku dengan NTT, Menado dan Bali,”tegasnya.

Gubernur mengatakan 1,8 juta warga Maluku harus hidup sebagai orang basudara (bersaudara) supaya bisa menangkal berbagai isu yang berpotensi menimbulkan perpecahan seperti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sengketa hasil Pilpres 2019.

“Harus diingat bahwa Maluku adalah laboratorium perdamaian di Tanah Air dengan kerukunan antar-umat beragama yang terjalin harmonis. Itu merupakan warisan leluhur, sehingga perdamaian harus berlanjut,” katanya.

Menanggapi hal ini, Pengamat Sosial dan Ekonomi Maluku, M. Saleh Wattiheluw, SE, MM berpendapat jika memang sudah ada penegasan demikian, Pemprov Maluku harus pula mempertimbangkan konsep lain sebagai solusi yang bisa menyentuh kepentingan ekonomi masyarakat bawah (petani) yang berprofesi sebagai penyadap pohon aren itu.

Proses pengolahan gula merah dari pohon aren

“Apapun sikap gubernur sebagai pimpinan di daerah itu patut didukung, hanya saja kita perlu memberikan solusi agar kegiatan petani penghasil sopi itu dapat tersentuh, soal taraf hidup ekonomi mereka” ungkap Saleh.

Untuk itu, Saleh meminta, agar Pemprov Maluku melalui OPD terkait dapat mengkaji sebuah konsep jitu, terkait keberadaan para petani penghasil produk turunan aren ini. Misal saja,  para pengrajin/pembuat sopi itu diberdayakan untuk memproduksi gula merah atau produk turunan lain yang bernilai ekonomi setara.

“Saya kira gula merah atau produk turunan lainnya juga bisa dijadikan solusi. Dengan catatan mereka juga difasilitasi dengan intervensi pasar dan lainnya, agar mereka (penghasil sopi) tidak merasa ditinggalkan,”tandasnya.

Menurut Salah, hingga saat ini belum ada sebuah kajian ilmiah yang khusus membahas terkait potensi pohon aren (Arenga pinnata). Padahal,  sebenarnya pohon aren menjadi tanaman endemik dan ditemukan di seluruh wilayah hutan Maluku.

Pohon aren ini merupakan satu diantara sejumlah komoditi yang sangat bernilai ekonomi tinggi. Dari pohon ini bisa dihasilkan beragam macam produk yang bisa menjadikan Maluku dikenal oleh dunia. Ia mencontohi, gula mareh, ijuk, bioethanol, kolang-kaling, nata pinnata, tepung aren dan sejumlah produk lainnya.

“Di sejumlah daerah produk-produk turunan ini sudah diprogramkan menjadi home industry dengan melibatkan para petani. Di Lombok sudah ada seperti itu, saya kira perlu dicoba hal-hal inovatif seperti ini, sebagai solusi komoditas tidak hanya dioleh menjadi sopi,”terang mantan anggota DPRD Maluku ini.

Saleh menambahkan, keberadaan produk-produk dari pohon aren ini, memang tidak gampang untuk dikembangkan, semuanya membutuhkan koordinasi dan sinergitas program antara Pemprov Maluku dan kabupaten/kota, agar OPD-OPD terkait semisal Dinas Pertanian, Perindustrian dan Perdangan bahkan Dinas Kesehatan yang punya wilayah terkait dapat mengawalnya.

“Kan yang terpenting dari masalah sopi ini adalah soal sisi ekomoninya. Nah saya kira ini solusinya yang harus dipertimbangkan, agar semua pihak terkait tidak merasa diabaikan kepentingan ekonominya dan kita dapat menekan sisi mudaratnya dan menciptakan hal-hal positif,” usulnya. (BB-DIO)