BERITABETA.COM – “Open order, yang berminat silahkan inbox” atau “Barang baru, baru tiba, minimalis, menarik dan harga terjangkau,” demikian mungkin sejumlah kalimat pembuka berisi seruan/promosi kepada konsumen yang belakangan ini makin marak dijumpai di media sosial.

Kalau sudah begini, tandanya Merchant (pedagang) dengan bentuk usaha (physical store) atau pemilik online store sedang memainkan peran ganda di dunia maya. Mereka tidak saja menggunakan akun media sosialnya sebagai media komunikasi, tapi juga sebagai ladang bisnis.

Trik memposting sejumlah gambar produk yang menggiurkan di akun Facebook adalah tindakan smart yang cukup mudah dipahami.

Inilah sebuah dunia baru yang digambarkan Jorge Lopes (vice president of Gartner Inc). Jorge mengatakan, pada tahun 2020 nanti, lebih dari tujuh miliar orang dan bisnis akan terhubung dengan internet dan setidaknya 30 miliar perangkat akan terhubung ke Internet.

Di dalamnya, orang-orang akan berbisnis, berkomunikasi, bertransaksi bahkan bernegosiasi dengan satu sama lain. Ia menyebut, bisnis digital adalah sebuah penciptaan desain bisnis yang baru, yang mengaburkan dunia fisik.

“Dunia bisnis digital ini sangat menjanjikan perputaran ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya,”kata Jorge Lopes.

Jorge juga mengakui, bisnis ini bisa mengganggu bahkan mengganti bisnis model yang secara fisik sudah berjalan. Yang membuat perbedaan dari dunia bisnis digital ini adalah kehadiran dan semua hal lain bisa terintegrasi serta terhubung dengan cerdas.

Dalam bidang bisnis retail, bisnis digital dapat memberi tempat bagi pelanggan untuk mendekat pada keberadaan produk yang mereka cari. Integrasi fisik dan digital bisa memadukan atau memperpendek jarak antar keduanya.

Peryataan Jorge juga dikuatkan dengan Leader of Mckinsey Digital Labs North Asia, Dilip Mistry yang mengatakan bahwa pergeseran kebiasaan konsumen akan mengubah tren bisnis digital di masa pandemi dan paskapandemi.

Melalui siaran virtual bersama Gojek Xcelerate, Mistry menyebutkan terdapat enam poin utama terkait perubahan, dan implikasi untuk membangun bisnis di masa kini dan mendatang.

“Pertama adalah e-commerce dan model online akan berkembang di (model bisnis) B2C dan B2B, dan memberi dampak positif bagi mereka yang bergerak cepat dari omni-channel ke all-digital,” kata Mistry seperti dikutip dari grid.id.

Menurut dia, hal ini didorong dengan adanya perubahan di mana konsumen dan pelaku bisnis lebih memilih untuk berbelanja secara daring secara signifikan.

Lebih lanjut, perubahan gaya bekerja yang bisa dilakukan secara remote atau jarak jauh juga ia nilai akan membuat tim menjadi lebih fleksibel dan memperkuat kegesitan dan efisiensi pekerjaan, meskipun tak bertatap muka langsung.

Selanjutnya, Mistry mengatakan bahwa adanya kesenjangan baru dalam rantai pasokan dan lonjakan permintaan untuk layanan dan produk yang sebelumnya tidak ada pun juga akan menggeser tren bisnis digital.

“Rantai pasokan yang lebih sederhana dan lebih fleksibel akan lebih berhasil, dan seluruh industri akan beralih ke model online seperti pembelajaran, layanan kesehatan, dan bahkan layanan rumah tangga,” kata dia.

Sementara, dua poin terakhir adalah bahwa rupanya adanya pandemi COVID-19 menggugah fokus pada infrastruktur yang terhubung untuk memenuhi peningkatan konsumsi yang tiba-tiba. Dan karena kerja jarak jauh sudah semakin wajar, rupanya dapat berpengaruh ke lingkungan sekitar menjadi lebih bersih.

“Dan yang terakhir, kualitas udara meningkat karena berkurangnya polusi udara dan emisi CO2 secara signifikan,” kata Mistry.

“Hal ini menimbulkan alternatif baru yang sustainable untuk solusi bisnis tradisional, terutama dalam energi, yang akan mendapatkan daya tarik pelanggan yang lebih kuat,” pungkasnya.

Peluang Bisnis Digital

Kemajuan dan perkembangan bisnis digital juga ditopang dengan pertumbuhan jumlah pengguna internet di dunia yang makin pesat. Khusus untuk Indonesia, berdasarkan data dari lembaga riset pasar e-Marketer tahun 2014 menyebutkan populasi netter Tanah Air mencapai 83,7 juta.

Angka yang berlaku untuk setiap orang yang mengakses internet setidaknya satu kali setiap bulan itu mendudukkan Indonesia di peringkat ke-6 terbesar di dunia dalam hal jumlah pengguna internet.

Pada 2017, eMarketer saat itu memperkirakan netter Indonesia bakal mencapai 112 juta orang, mengalahkan Jepang di peringkat ke-5 yang pertumbuhan jumlah pengguna internetnya lebih lamban.

Jumlah pengguna internet di seluruh dunia diproyeksikan bakal mencapai 3 miliar orang pada 2015. Tiga tahun setelahnya, pada 2018, diperkirakan sebanyak 3,6 miliar manusia di bumi bakal mengakses internet setidaknya sekali tiap satu bulan.

Apa hasilnya? Pada tahun  2020 terungkap bahwa pengguna internet di seluruh dunia telah mencapai angka 4,5 milyar orang. Angka ini menunjukkan bahwa pengguna internet telah mencapai lebih dari 60 persen penduduk dunia atau lebih dari separuh populasi bumi.

Lalu apa yang menarik dari empat milyar lebih manusia yang mengakses jaringan internet dari seluruh dunia ini? Ada beberapa dua hal utama dalam laporan Digital 2020 ini.

Dua topik utama tersebut adalah terkait dengan sosial media dan perilaku pengguna internet. Keduanya tentu saja akan bisa menjadi gambaran bagaimana bisnis bisa memperkirakan strategi yang tepat untuk meraih peluang yang ada (BB- DIO)