BERITABETA.COM, Jakarta – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan Royal Dutch Shell Plc (Shell) belum mundur dari proyek gas raksasa Blok Masela.

Pernyataan itu disampaikan Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (8/7/2020).

“Shell belum memutuskan mundur tetapi sedang mencari partner lainnya untuk proses pengalihan participating intertest-nya, meminta izin BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) untuk membuka data room. Selanjutnya ya proses diskusi,” ujarnya.

Setelah itu, menurut Julius, proses selanjutnya adalah diskusi atau negosiasi business-to-business (B to B) oleh para pihak. Ia menyebut Inpex juga tertarik untuk mengambil alih dan berkomitmen untuk terus menjalankan Proyek Masela.

“Proyek jalan terus kalaupun nanti Shell mundur. Kan ada yang ganti juga. The show must go on,” kata Julius.

Kabar ini dinilai pengamat minyak dan gas dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto sebagai kabar yang kurang baik. Menurut dia, jika Shell mundur, akan semakin tidak mudah untuk bisa mengembangkan Blok Masela. Faktor partner ini akan semakin menambah kompleksitas permasalahan yang sudah ada sebelumnya.

“Yaitu di mana kepastian tentang siapa pembeli gas dari hasil produksi Blok Masea ini juga belum jelas,” kata Pri kepada CNBC Indonesia, Selasa (7/7/2020).

Lebih lanjut, dia mengatakan ada tantangan dari sisi pasar liquefied natural gas (LNG) global dalam lima tahun ke depan yang mana kondisinya oversupply, dibarengi dengan harga yang rendah. Sehingga biaya dan keekonomian pengembangan Blok Masela nantinya belum tentu masih akan kompetitif untuk mengembangkan lapangan yang ada.

SKK Migas memproyeksikan Blok Masela untuk onstream pada tahun 2027 mendatang. Sementara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengharapkan satu tahun lebih lekas.

Soal target ini, Pri Agung mengatakan akan tergantung apakah sudah ada kepastian jual beli gas atau belum. Menurut dia, perlu antisipasi lebih responsif dari semua pihak untuk mencari alternatif serapan pasar domestik.

“Di situ korelasinya. Semakin sulit mencari market, semakin tinggi ketidakpastian terkait proyek tersebut,” ujar Pri.

Sebelumnya dikabarkan, Minggu (5/7/2020) Julius Wiratno mengaku Inpex Corporation (Inpex) sebagai pemegang saham terbesar blok sedang mencari pengganti Shell. “Iya betul (mundur). Inpex sedang mencari penggantinya,” terang Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno dikutip dari Kontan.co.id.

Julius menerangkan, alasan hengkangnya Shell dari Blok Masela dikarenakan kondisi arus kas yang terdampak situasi pandemi Covid-19. Shell memutuskan untuk memfokuskan pada proyek-proyek lain yang tengah berlangsung di Indonesia.

Sebagai informasi, Shell memiliki hak partisipasi di Blok Masela sebesar 35 persen dan 65 persen oleh Inpex Corporation. Selain itu, pemerintah daerah juga dipastikan bakal menerima jatah 10 persen hak partisipasi.

“Di beberapa proyek lainnya di negara lain kurang atau tidak berjalan lancar sehingga cashflow perusahaan tidak baik. Mereka fokus dulu untuk beberapa proyek yang sudah berjalan,” jelas Julius.

Ia melanjutkan, saat ini baik Inpex Corporation maupun Shell tengah melanjutkan pembahasan untuk opsi pengambilan hak partisipasi sepenuhnya oleh Inpex. Selain itu, muncul pula opsi pencarian mitra baru oleh Inpex.

Sebelumnya, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyinggung soal kondisi bisnis LNG yang tengah terpuruk memang membuat beberapa perusahaan migas risau soal pelaksanaan proyek, termasuk untuk Blok Masela.

“Saat ini industri migas menghadapi masalah berat (termasuk) harga LNG. Ada ketakutan project owner seperti Masela eksekusi proyek ke depan,” tuturnya, beberapa hari lalu.

Di sisi lain, Proyek Masela juga tengah dihadapkan pada sejumlah pengerjaan, seperti pengadaan lahan dan pencarian pembeli produk. Selain terbentur soal lahan, Inpex Corporation dan Shell Indonesia selaku operator belum berhasil menemukan calon pembeli produk gas alam cair tersebut (BB-DIP)