BERITABETA.COM, Ambon – Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti dengan menerbitkan Permen KP No.56Tahun 2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di WPP NRI, dinilai merugikan Maluku.

Gubernur Maluku, Irjen Pol (Pur). Drs. Murad pada acara pengambilan sumpah sekaligus pelantikan Penjabat Sekda Maluku di kantor Gubernur Maluku, Ambon, Senin pagi (2/9/2019) menyatakan ‘perang’ terhadap kebijakan yang dikeluarkan Menteri Susi Pudjiastuti itu.

Alasannya, kata Gubernur, Maluku yang memiliki kekayaan laut yang berlimpah terus digerus, tapi Maluku tidak mendapatkan apa-apa.

Gubernur mangatakan, sejak diberlakukannya moratorium, Menteri Susi juga telah mengirim 1.600 kapal ke laut Aru namun didalamnya tidak ada satupun anak buah kapal (ABK) yang merupakan orang Maluku. Ditambah lagi, sekitar 400 kontainer ikan yang digerus dari laut Aru setiap bulannya, dibawa  ke luar Maluku.

Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPN) Ambon yang mati suri akibat imbas dari pemberlakuan moratorium

Setiap bulan Ibu Susi bawa ikan dari laut Arafura diekspor, tapi kita tidak dapat apa-apa. Berbeda dengan saat sebelum moratorium, dimana uji mutunya ada di daerah.

” Ini supaya kalian tau semua. Kita ‘perang’ terhadap kebijakan Ibu Susi,” ucapnya saat berikan sambutan dihadapan para pejabat Lingkup Pemprov Maluku, maupun sejumlah Kepala Bupati/Walikota.

Gubernur bahkan meminta semua pihak untuk menyuarakan bahwa insiden pembajakan yang terjadi di laut Aru itu tidak melibatkan orang Maluku. Tidak hanya itu saja, Gubernur juga menyentil soal hak wilayah laut dimana kata dia 12 Mil lepas pantai merupakan kewenangan pusat.

” Katanya 12 Mil lepas pantai itu punya pusat, suru mereka bikin kantor di 12 Mil lepas pantai, ini daratan punya saya,” tuturnya dengan keras.

Olehnya itu kata mantan Dankor Brimob Polri itu, dirinya akan membuat Undang-Undang Sasi Laut. ” Supaya kita punya PAD. Padahal kita punya laut itu luar biasa,” tandasnya.

Seperti diketahui, kebijakan Menteri Susi yang menerbitkan Permen KP No.56Tahun 2014, lahir dikarenakan 5.329 kapal ukuran di atas 30 gross ton (GT), sebanyak 4.000 nya adalah kapal milik perusahaan Indonesia. Sedangkan 1.300 adalah kapal eks asing yang dialihkan kepemilikannya ke swasta nasional.

Sebanyak 70% dari kapal tersebut tidak punya NPWP yang benar dan 40% perusahaannya tidak terdaftar. Selain itu, Pemerintah mencoba untuk menghindari berbagai aktivitas pelanggaran lainnya, seperti penyelundupan Bahan Bakar Minyak (BBM), narkoba dan barang-barang lainnya.

Meski demikian, dampak negatif dari pemberlakuan Permen KP No.56 Tahun 2014, ini cukup terasa  bagi sejumlah daerah penghasil ikan di Inonesia, salah satunya Maluku. Berikut beberapa dampak negatif yang ditimbulkan:

Pertama, ekspor ikan menurun, total eskpor turun 15 % dari 4,64 miliar dolar pada 2014 menjadi 3,94 miliar dolar AS pada 2015 dan terus menurun sampai Juni 2016 yang baru mencapai 1, 9 juta dolar AS. Pada akhir tahun 2016, ekspor perikanan mengalami kenaikan sebesar 4,96%. (BPS, diolah oleh Ditjen PDSPKP, 2016). Namun, secara umum turun jika dibandingkan tahun 2014. Artinya dampak kebijakan KKP dalam 2 tahun terakhir (2015-2016) berpengaruh nyata terhadap penurunan ekspor perikanan.

Kedua, memukul industri pengolahan ikan. Jumlah tangkapan ikan sepanjang 2015 anjlok 59,38%. Jumlah pendaratan ikan pada 2014 mencapai 111.315,53 ton, sedangkan pada tahun 2015 hanya 45.208,52 ton.

Di Ambon, produksi hikan anya 30% dari kapasitas. Dijual produksi berhenti sama sekali. Total kapasitas produksi industri pengolahan ikan dalam negeri mencapai 360.000 ton, sementara produksi pada tahun 2015 hanya mencapai 145.000 ton per tahun. Utilitas industri pengolahan ikan hanya tersisa 40% (Kemenperin, 2015).

Ketiga, bertambahnya pengangguran akibat ditutupnya industri pengolahan ikan. Di Maluku, terdapat 10.800 orang (84%) yang dirumahkan (PHK) dari total 12.848 orang yang terdata sebagai pekerja di industri pengolahan ikan pada 2014. Tingkat pengangguran terbuka Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara, meningkat 2%, sedangkan tingkat kemiskinan di kedua Kabupaten naik 1%. (BB-DIO)