BERITABETA, Ternate – Pedagang pengepul diduga berlaku ‘nakal’ dengan memainkan harga kopra yang akhirnya menyusahkan petani di Maluku Utara (Malut).

Siasat para pengepul ini, dengan memanfaatkan momentum turunnya harga kopra di pasaran domestik dan pasar ekspor sejak dua tahun terakhir.

“Dugaan ini didasarkan dari adanya perbedaan harga yang menyolok antara harga yang dibeli pengepul di tingkat petani dengan harga di daerah tujuan antarpulau kopra Malut,” kata pemerhati pertanian di Malut Muhammad Djamil di Ternate, Jumat (23/11/2018).

Harga kopra dibeli pengepul ditingkat petani di Malut saat ini hanya Rp2.000-an/Kg, sementara harga di daerah tujuan antarpulau kopra Malut, seperti Sulawesi Utara mencapai Rp.7000/Kg, bahkan di Jawa Timur mencapai Rp11.000/Kg

Menurut dia, para petani kelapa di Malut selama ini tidak beradaya menolak harga kopra yang ditentukan pengepul, karena tidak ada pihak lain yang membeli kopra, sementara mereka membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan anak-anaknya.

Apalagi banyak petani kelapa yang sudah terlanjur meminjam uang kepada pengepul dengan perjanjian pengembalian pinjaman itu dalam bentuk kopra, yang harganya ditentukan oleh pengepul.

Mengatasi hal ini,  Sekretaris Daerah (Sekda) Provini Malut) Muabdin A Radjab berjanji pihaknya akan mengupayakan kenaikan harga k

Sekprov Malut, Muabdin A Radjab bersama Kadis Pangan Pemprov Malut, Syaiful Turuy menemui ribuan massa yang menggelar aksi terkait anjlognya harga kopra, di depan Kediaman Gubernur Malut, pada Kamis (22/11) (foto : antaranews)

opra untuk peningkatan kesejahteraan petani, menyusul rendahnya harga komoditas tersebut di pasaran.

“Kami telah membentuk tim terpadu dari SKPD terkait untuk perjuangkan kenaikan harga kopra yang saat ini masih berada di angka Rp3000 per kg,” kata Sekprov Malut, saat menemui ribuan massa yang menggelar aksi di depan Kediaman Gubernur Malut di Ternate, Kamis (22/11/2018)

Menurut dia, tim terpadu yang dibentuk ini akan mengecek seluruh harga komoditi kopra di pengusaha pengumpul hasil bumi di wilayah Malut dan berbagai daerah lainnya seperti Sulawesi Utara dan Surabaya.

Sebab, sesuai data yang diperoleh harga kopra di Sulawesi Utara mencapai Rp7.000 per kg dan Surabaya Rp11.000 per kg, sehingga Pemprov Malut akan menyiapkan fasilitas berupa truk dan kapal untuk menjual komoditi petani asal Malut.

Di hadapan ribuan massa tersebut, Sekprov Malut yang didampingi Kadis Pangan Pemprov Malut, Syaiful Turuy berjanji Malut langsung mengambil langkah konkrit dengan menyediakan 10 unit truk untuk mengangkut kopra kemudian di jual ke Surabaya maupun Sulawesi Utara dengan menggunakan biaya Pemprov Malut.

“Kami memiliki fasilitas tol laut, sehingga pemprov akan menyediakan transportasi melalui mobil truk untuk dijual dengan harga tinggi, sehingga bisa memberi kemakmuran bagi petani di Malut,” ujarnya.

Sebab, kata dia, turunnya harga Kopra sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Malut, sehingga anak petani banyak yang putus sekolah dan kuliah. Bahkan, penurunan harga kopra juga bisa mempengaruhi minat bertani masyarakat atau membuat mereka menjual tanahnya untuk pemerintah dan akhirnya melahirkan kebijakan pertambangan serta memasukan kelapa sawit.

Muhammad Djamal, juga  menyarankan kepada Pemprov Malut dan pemerintah kabupaten/kota memanfaatkan perusahaan daerah untuk membeli kopra petani dengan harga yang memadai.

Perusahaan daerah kemudian menjual langsung kopra petani itu ke perusahaan atau industri yang membutuhkan bahan baku kopra di Jawa Timur, sehingga selain bisa menolong petani dari permainan pengepul, juga bisa mendapatkan keuntungan untuk pendapatan daerah.

Ia juga meminta kepada Pemprov Malut untuk mengupayaka adanya industri pengolahan kelapa di Malut, baik kopra maupun produk turunan lainnya sehingga pemasaran kopra di daerah ini tidak lagi bergantung pada pasaran antarpulau.

Luas areal perkebunan kelapa di Malut mencapai 260.000 hektare lebih atau merupakan terluas keempat di Indonesia setelah Riau, Jawa Tengah dan Sulawesi Utara, sementara petani di Malut yang menggantungkan hidup dari hasil kelapa lebih dari 100.000 petani.

Sementara itu, Wakil Ketua DPD – RI, Letjen TNI (Mar) Purn Nono Sampono mengatakan, pemerintah harus mengantisipasi anjloknya harga kopra di Malut, sehingga pengaruhi peningkatan dan kesejahtaraan masyarakat.

“Ini telah menjadi masalah nasional, bahkan petani di Sulawesi Utara, Maluku Utara, Gorontalo dan Riau, mengeluh soal anjloknya harga Kopra dan Negara segera turun tangan,” katanya usai menggelar kunjungan kerjanya di Malut.

Dia menyatakan, anjloknya harga Kopra berdampak pada banyak orang, terutama bagi Mahasiswa yang sedang kuliah, karena itu adalah masalah, kenapa mereka turun jalan semua.

“Saya kira itu pantas mereka turun dan bersuara keras serta tugas kami mengingatkan pemerintah dan mencari solusi,” ujarnya (BB-BPC)