BERITABETA.COM, Ambon – Gelombang penolakan dan protes atas disahkannya perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau revisi UU KPK, terus mengalir.

Pengesahan revisi UU KPK yang dilakukan  Pemerintah dan DPR pada Selasa (17/9/2019) lalu dinilai telah membunuh peran KPK. Untuk itu Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Maluku –Maluku Utara (Malut) menyampaikan penolakan atas revisi UU KPK.

“Kami menolak dengan tegas Revisi UU KPK. Bagi kami UU Nomor 30 tahun 2002, masih sangat relevan dan efektif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia,” kata Ketua Umum Badko HMi Maluku-Malut, Firdaus Arey dalam rilisnya yang diterima beritabeta.com, Senin malam (23/9/2019).

Arey menegaskan, Badko HMI Maluku-Malut menolak revisi UU KPK, lantaran upaya itu telah membunuh KPK. Sejumlah  pasal dalam draft revisi UU KPK yang sangat melemahkan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.

Ia menguraikan upaya pelemahanKPK  itu terlihat pada 10 poin yang meliputi, adanya Dewan Pengawas KPK yang dipilih oleh DPR, independensi KPK terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, sumber penyidik dan penyelidik dibatasi, penuntutan perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung.

Selanjutnya, kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan di pangkas, kewenangan strategis proses penuntutan dihilangkan, KPK bisa menghentikan penyidikan (SP3), kewenangan mengelola LHKPN dipangkas dan perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria.

“Setelah 17 tahun dibentuk kini lembaga itu dirundung polimik yang tak lain merupakan upaya pelemahan KPK lewat Revisi UU. Dan ini tak lain merupakan upaya jahat membunuh KPK,” tegas Arey.

Menyikapi hal ini, kata Arey, Badko HMI Maluku-Malut menyampaikan sikap sekaligus sebagai surat terbuka kepada Presiden RI Joko Widodo agar dapat mempertimbangkan empat poin sebagai berikut :

  1. Badko HMI Maluku –Malut,  percaya KPK adalah lembaga yang berintegritas dan memiliki komitmen tinggi dalam memberantas Korupsi
  2. Sebagai lembaga yang lahir di era reformasi,  KPK harus dikuatkan, karena praktek korupsi di Indonesia masih berlangsung;
  3. Meminta kepada DPR RI untuk membatalkan merevisi UU KPK;
  4. Presiden harus bersikap tegas untuk menolak revisi UU KPK.

Selain itu, tambah Arey, Revisi UU KPK juga memberikan dampak lain berupa korupsi  kini dianggap sebagai perkara biasa, bukan extraordinary crime, karena kewenangan pimpinan KPK dibatasi, kewenangan merekrut penyelidik independen dihilangkan dan perkara korupsi yang sedang ditangani bisa tiba-tiba berhenti. (BB-DIO)