BERITABETA.COM, Ambon – Oknum guru SMP Negeri 7 Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Josina C. Sapteno mengaku pasrah dengan ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan oleh pihak kepolisian. Sapteno ditetapkan sebagai tersangka, karena tindakannya  memberi sanksi dengan  cara mencubit muridnya berinisial MTP dilaporkan oleh pihak keluarga sehingga berbuntut proses hukum.

Melalui saluran telelon selularnya, Senin (1/3/2019) malam,  Sapteno mengaku tindakan mencubit MTH, dilakukan tanpa bermaksud menyakiti. Sebab hal serupa bukan saja dilakukan kepada MTH , tapi semua siswa-siswi yang ada di ruang kelas.

“Saya hanya bisa pasrah, karena  tindakan yang saya lakukan murni sebagai bentuk sanksi kepada anak didik. Dan semua itu saya lakukan dengan sebuah kesepakatan bersama dengan siswa-siswi yang ada di dalam kelas. Tapi,  inilah realita yang harus saya hadapi,”ungkap Sapteno kepada beritabeta.com.

Menyikapi penetapan dirinya sebagai tersangka atas insiden itu, Sapteno mengaku kini semua prosesnya sudah diserahkan kepada kuasa hukumnya Edward Diaz. Hanya saja, dirinya merasa agak kecewa dengan pemberitaan media massa yang dinilainya terkesan tidak berimbang.

“Saya hanya bisa menyampaikan ini, karena tindakan saya murni sebagai seorang pendidik yang menginginkan siswanya bersikap baik dan sopan dalam menjalankan aktifitas belajar di sekolah. Dan kasus ini memang diluar dugaan saya,” ungkapnya.

Dia kemudian menuturkan kronologi peristiwa berbuntut proses hukum tersebut. Kata dia, peristiwa itu  berawal ketika ketika terjadi kekosongan guru mengajar pada Kelas IX 2 SMP Negeri 7 Saparua yang ditempati korban. Kekosongan mata pelajaran itu membuat para siswa menjadi ribut, termasuk korban. Keributan tersebut mengganggu aktifitas belajar pada sebelahnya.

“Saya lantas masuk ke kelas dan menegur semua siswa-siswi di kelas tersebut sampai 3 kali. Namun siswa siswinya tetap berulah ribut.  Saya kemudian kembali ke dalam kelas dan memberikan soal matematika dengan catatan apabila ada yang tidak bisa mengerjakan soal matematika, maka akan mendapat hukuman dari saya,” jelasnya.

Hasilnya, kata dia,  tidak satupun siswa di kelas itu mengejarkan soal matematika yang diberikan. Sapteno kemudian mencubit seluruh siswa siswi di dalam kelas tersebut. “Jadi itulah kronologis singkatnya,”kata Sapteno.

Sebelumnya, kuasa hukum Edward Diaz juga menjelaskan hal yang sama kepada media massa.   “Inti dari kejadian tersebut adalah klien kami tidak bermasud atau memiliki niat sedikitpun untuk melakukan tindakan penganiayaan. Tujuan utamanya yaitu klien kami sebagai Guru pada sekolah tersebut ingin memberikan didikan tegas kepada siswa siswi yang nantinya akan mengikuti Ujian Nasional Sekolah,” kata Edward Diaz.

Edwar juga  mengajak semua pihak untuk menghargai proses hukum yang sedang berjalan pada tingkat penyidikan. Sebab, secara hukum pidana, terdapat Asas Hukum Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence).

“Kami minta kepada publik untuk tidak menyatakan klien kami telah bersalah melakukan perbuatan tindak pidana penganiayaan sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Ada beberapa media cetak dan elektronik menuliskan jabatan klien kami sebagai Pejabat Kepala Desa Ouw. Padahal kapasitas dalam tindakan sebagai Guru Pendidik pada SMP 7 Saparua,” tandasnya.

Sebelumnya, penyidik unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, akhirnya menetapkan Josina C. Saptenno, sebagai tersangka. Ia dijerat menggunakan Pasal 80 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 3,6 Tahun penjara.

Kasus tindak pidana penganiayaan terhadap anak ini dilaporkan Martha Pelupessy, orang tua siswi tersebut di Satuan Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polsek Saparua, Kamis (24/1) lalu. Kasus ini kemudian dilimpahkan untuk ditangani penyidik unit PPA Polres Ambon. (BB-DIO)