BERITABETA.COM, Namrole – Sukri Muhammad yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) XXVII Tingkat Provinsi Maluku Tahun 2017, menyampaikan protes atas putusan yang diambil pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Buru.

Kadis Perhubungan Kabupaten Buru Selatan (Bursel) yang menjabat sebagai Ketua Bidang Sarana dan Prasarana dalam Panitia MTQ itu, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Buru bersama dua tersangka lainnya.

Kepada media ini melalui saluran telepon selularnya, Jumat (22/11/2019) Sukri Muhammad meyampaikan protes atas putusan penetapan yang dilakukan Kejari Buru itu.

Sukri berdalih, jika dirinya dan bendahara Rusli Nurpata ditetapkan sebagai tersangka karena persoalan administrasi, maka seharusnya Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bursel, Iskandar Walla yang adalah mantan Bendahara Umum Daerah (BUD) Kabupaten Bursel harus pula ditetapkan sebagai tersangka.

“Sebagai BUD, Walla turut bertanggung jawab atas proses pencairan anggaran MTQ yang sebagiannya dilakukan tanpa kontrak itu,” tandas Sukri.

Seperti diketahui, dalam kasus ini, selain Sukri, Kejari Buru juga menetapkan dua tersangka lainnya masing-masing, Bendahara Dinas Perhubungan Bursel, Rusli Nurpata yang dalam kepanitiaan MTQ menjabat sebagai Bendahara Bidang Sarana dan Prasarana. Dan satu tersangka lagi adalah Jibrael Matatula, Event Organizer (EO).

Sementara, Sekda Kabupaten Bursel, Iskandar Walla hingga kini masih berstatus sebagai saksi.

“Kami jadi tumbal atau korban dalam kasus ini,” kata Sukri.

Sukri mengaku bahwa jika penetapan tersangka kepada dirinya dan Rusli Nurpata karena persoalan administrasi, dirinya tidak membantah ada kekurangan administrasi berupa kontrak.

Hanya saja, kata dia, jika pihaknya disalahkan dalam masalah ini, maka seharusnya BUD pun harus turut bertanggung jawab, karena proses pencairan itu bisa dilakukan setelah adanya persetujuan dari BUD yang terlebih dahulu melakukan proses verifikasi terhadap proposal dan berkas-berkas yang diajukan untuk proses pencairan.

 “Kalau proses administrasi tidak lengkap, maka seharusnya BUD tidak mencairkan, mekanismenya keuangannya begitu. Tapi, yang jadi tersangka ini kok sendiri begitu ya. Kalau saya makan uang itu ya itu resiko. Tapi saya tidak makan uang itu,”ungkapnya.

“Saya juga pertanyakan, kenapa Saya dengan bendahara saya saja yang jadi tersangka. Kita ini korban. Ini masalah administrasi dan masalah administrasi kita tidak sendiri,” paparnya.

Sukri pun berharap agar pihak Kejaksaan akan berlaku adil dalam penanganan kasus ini. Sebab, pihaknya tidak mau menjadi tumbal dalam kasus ini. Jika ada pihak-pihak yang telah mengembalikan kerugian Negara, itu berarti mereka telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan harusnya juga dijerat.

“Kami harap harus adil-lah. Apalagi, ada pihak-pihak lain juga yang sudah mengembalikan kerugian Negara dan itu berarti tidak menghapus pelanggaran hukum yang telah dilakukan,” ucapnya.

Terkait dengan jumlah kerugian uang Negara yang diungkapkan pihak Jaksa sebesar Rp. 9 miliar, Sukri pun memprotesnya. Menurutnya belum ada 1 lembaga pun yang berkompeten dalam menghitung kerugian Negara tersebut dan menyampaikannya.

“Saya kan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Saya juga bingung, kan belum ada penetapan kerugian Negara dari lembaga yang berwenang. Kalau Rp. 9 miliar itu berarti MTQ tidak jalan. Tidak mungkin kerugian Negara sebesar itu. Artinya angka itu harus resmi dari lembaga terkait yang menghitung kerugian Negara,” urainya.

Sukri juga menambahkan, kalaupun ada kerugian Negara, itu baru terjadi setelah pihak ketiga melakukan belanja dan bukan ketiga proses pengusulan pencairan ke BUD hingga di transfer ke pihak ketiga.

“Kalau ada kerugian negara, itu di pihak ketiga. Kan kerugian Negara itu ada setelah dia melakukan belanja. Kalau kita lakukan permintaan pencairan uang dan transfer ke pihak ketiga, itukan melalui BUD,” ungkapnya.

Sukri juga mengaku sudah kembali memberikan keterangan kepada Jaksa pada,  Kamis (21/11/2019). Sehari sebelumnya Kabag Kesra yang juga Ketua Bidang Sekretariat Mansur Mony, Bendahara Hibah Kabupaten Bursel Fath Salampessy, Benhadara LPTQ Irma Letetuny dan Bendahara Bidang Sarana dan Prasarana, Rusli Nurpata juga menjalani proses pemeriksaan di Kejari Buru.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Buru, Ahmad Bagir secara terpisah, Jumat (22/11/2019) mengaku pihaknya menetapkan Sukri Muhammad dan Rusli Nurpata bersama Jibrail Matatula sebagai tersangka, bukan semata-mata karena masalah administrasi.

“Masalahnya bukan hanya karena mencairkan anggaran. Perbuatan melawan hukum para tersangka, penyidik sudah temukan,” kata Bagir.

Ia pun meminta bukti jika memang benar proses verifikasi dan pencairan itu di BUD.

“Fakta dari mana yang memverifikasi berkas dan yang mencairkan itu BUD? Kalau ada saksi dan bukti yang menjelaskan demikian, tolong infokan dan serahkan kepada penyidik,” uca

“Siapapun boleh berkomentar yang penting bisa dipertanggungjawabkan,” tegasnya.

Jaksa, kata Bagir telah melakukan proses pemeriksaan dan telah mengantongi fakta-fakta, namun Bagir mengaku tidak bisa membatasi pendapat dari tersangka Sukri Muhammad.

“Kami lakukan pemeriksaan dan fakta-fakta sudah kami dapat. Pak Sukri berhak menyatakan apa saja silahkan. Seluruh keterangannya juga kami ambil dan tidak ada yang ditutupi. Siapapun yang dapat dimintai pertanggungjawaban pasti kami minta pertanggungjawabannya,” paparnya.

Dijelaskan, dari hasil pemeriksaan dan fakta-fakta yang dikantongi, jaksa baru menetapkan tiga tersangka tersebut.

“Sementara ini menurut kami itulah orang-orang yang dapat dimintai pertanggungjawabannya,” paparnya.

Bagir mengaku tak tahu menahu dengan adanya pihak yang disebut telah mengembalikan kerugian Negara dalam kasus ini.

“Kaitannya dengan pihak yang sudah kembalikan kerugian dan seterusnya, mohon maaf, itu maksudnya apa? Saya kurang paham,” tandasnya.

Bagir pun menjelaskan, penyidik juga telah berkoordinasi dengan BPK dan BPKP Perwakilan Maluku untuk melakukan audit kerugian negara.

“Kami sudah berkoordinasi dengan BPKP dan  BPK Perwakilan Maluku. Nantinya salah satu dari dua lembaga yang akan kami pakai untuk kepentingan audit,” jelasnya.

Menurut Bagir, berdasarkan penghitungan penyidik kasus dugaan korupsi  dana MTQ XXVII merugikan keuangan negara sebesar Rp 9 miliar.

Seperti diberitakan, sesuai lapo¬ran hasil pemeriksaan atas BPK Perwakilan Provinsi Maluku Nomor: 8.A/HP/XIX.AMB/06/2018 tanggal 25 Juni 2018 yang ditandatangani oleh Muhammad Abidin selaku penanggung jawab pemeriksaan.

Djelaskan pada tahun 2017, terdapat pemberian hibah uang kepada LPTQ Kabupaten Bursel senilai Rp 26.270.000.000,00 untuk pelaksanaan kegiatan MTQ Tingkat Provinsi Maluku XXVII.

Pemberian hibah ini berdasarkan permohonan proposal dari LPTQ kepada bagian keuangan BPKAD pada tanggal 3 Februari 2017. Namun, proposal tersebut tidak disertai dengan rencana penggunaan dana.

Penyaluran dilakukan dalam dua tahap, masing-masing senilai Rp13¬135.000.000,00, dari bendahara pengeluaran BPKAD ke rekening LPTQ Kabupaten Bursel. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Maluku, ada dana sekitar Rp 10.684.¬681.624,00 yang tak bisa dipertanggungjawabkan. (BB-DUL)