BERITABETA.COM, Jakarta –  Ibukota Jakarta diprediksi akan tenggelam pada tahun 2050. Selain Jakarta ada pula tujuh negara di Asia diprediksi akan mengalami hal yang sama.

Demikian diungkap dalam laporan berjudul ‘New Elevation Data Triple Estimates Of Global Vulnerability To Sea-Level Rise And Coastal Flooding’ yang terbit di jurnal Nature Communications pada 29 Oktober 2019.

Dikutip dari kontan.co.id, Jumat (8/11/ 2019), dalam laporan ini, para ahli mengukur topografi garis pantai di seluruh dunia dan menemukan kenaikan air laut yang naik drastis dalam dekade terakhir.

Hal ini kemudian menguatkan prediksi, pada 2050 nanti sebagian besar permukaan laut di seluruh dunia bakal naik mencapai dua meter atau lebih. Naiknya permukaan air laut salah satunya disebabkan oleh perubahan iklim.

Dari seluruh negara di dunia yang diteliti, ahli mengungkap Asia adalah wilayah yang paling merasakan dampaknya, terutama negara-negara kepulauan. Setidaknya akan ada 300 juta warga Asia yang bakal selalu merasakan banjir tahunan di masa depan.

“Kami menemukan, lebih dari 70% orang yang terdampak tinggal di delapan negara, yakni China, Bangladesh, India, Vietnam, Indonesia (Jakarta), Thailand, Filipina, dan Jepang,” ungkap peneliti Scott Kulp dan Benjamin Straus.

Disebutkan dalam laporan tersebut, laut di pesisir Bangladesh, India, Indonesia, dan Filipina akan mengalami kenaikan lima sampai 10 kali lipat pada 2050. Sementara di China, kenaikan muka air lautnya tiga kali lipat, dan di Bangkok, Thailand 12 kali lipat. Padahal, saat ini sudah ada banyak penduduk di berbagai negara yang tinggal di area yang tanahnya lebih rendah dibanding permukaan laut.

Diingatkan Peneliti LIPI

Menanggapi hal ini, Peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Robert Delinom, mengingatkan gabungan kenaikan permukaan laut dan penurunan permukaan tanah bakal membuat risiko Jakarta tenggelam makin tinggi.

Penurunan permukaan tanah secara signifikan di Jakarta semakin luas.

“Gabungan keduanya yang menyebabkan daerah yang tenggelam menjadi lebih luas. Tapi sampai 2050 faktor penurunan tanah lebih dominan (membuat Jakarta tenggelam),” kata Peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Robert Delinom, Senin (11/11/2019) seperti dikutip cnnindonesia.com.

Berdasarkan hasil penelitian pada 2000 hingga 2005, permukaan tanah Jakarta mengalami penurunan sekitar lima hingga 15 sentimeter setiap tahun.

“Kondisi air bawah tanah yang buruk setiap tahunnya sangat berpengaruh dalam tatanan keseimbangan bagian bawah permukaan Jakarta yang meliputi kondisi tanah, mineral tanah serta aliran air bawah tanah tersebut,” ujar Robert.

Jika Jakarta tidak segera berbenah, maka ancaman buruk seperti Jakarta Tenggelam 2050 bisa menjadi kenyataan. Sebab, ia mengatakan saat ini permukaan tanah masih mengalami penurunan.

“Besar penurunan permukaan tanah berbeda-beda di setiap wilayah. Faktor utamanya adalah kondisi air bawah tanah yang kualitasnya semakin menurun,” tekannya.

Di sisi lain, faktor lain yang ikut mendukung penurunan permukaan tanah adalah pertambahan bangunan dalam skala masif yang terjadi setiap tahun. Bangunan-bangunan untuk kepentingan industri, perkantoran, perumahan menyebabkan daerah resapan air semakin menipis. Hal itu harus ditata ulang oleh pemerintah.

Robert menyebut Jakarta bagian tengah, pembuatan bangunan masif dan perkantoran masih aman dilakukan. Namun, ia menyarankan di bagian selatan Jakarta untuk diperbanyak wilayah terbuka hijau dan lokasi parkir air (tempat bermuara air).

“Tempat-tempat yang kelihatannya turun perlu juga memperluas tempat-tempat parkir air seperti di wilayah utara dan barat Jakarta,” saran Robert.

Sebelumnya, Tim dari Kelompok Keilmuan Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang melakukan kajian subsidensi permukaan tanah di 23 titik di sekitar Jakarta menyimpulkan, penurunan permukaan tanah bervariasi, 2 sentimeter hingga lebih dari 12 cm selama 10 tahun sejak 1997 hingga 2007.

Hasanuddin Z Abidin, salah seorang peneliti, pada 25 September 2010 silam menyatakan, sebagian besar kawasan barat hingga utara Jakarta mengalami penurunan tanah antara 5 cm dan 12 cm. Adapun wilayah tengah hingga timur penurunan tanahnya hingga 5 cm. Penurunan kawasan timur laut hingga selatan berkisar 2-4 cm.

”Penurunan permukaan tanah di sejumlah wilayah juga menurunkan badan jalan dan saluran drainase sehingga retak-retak, rusak, dan menutupi saluran,” kata Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Tarjuki saat itu.

Penurunan permukaan tanah juga menciptakan kawasan-kawasan cekung yang lebih cepat tergenang saat banjir. Sebagian kawasan Pademangan, Jakarta Utara, yang beberapa tahun lalu nyaman dilalui, misalnya, kini menjadi langganan rob saat air laut pasang.

Kawasan wisata Ancol Taman Impian yang beberapa tahun lalu lebih tinggi daripada permukaan laut kini harus membangun tanggul di sepanjang bibir pantai guna menahan air laut saat pasang. Tanggul pun harus rutin ditinggikan karena permukaan tanah terus turun (BB-KC-CNN)