BERITABETA, Ambon – Ratusan anak adat Sakamese Nusa, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Kamis (18/10/2018) mendatangi Kantor DPRD Maluku menggelar aksi penolakan terhadap izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di wilayah hutan adat SBB.

Aksi  anak adat  SBB yang juga para mahasiswa itu, meminta DPRD Maluku untuk mendesak Gubernur Maluku Said Assagaf mencabut rekomendasi HPH yang dikeluarkan kepada dua perushaan.

Para demonstran yang mendatangi gedung DPRD Maluku dan menggelar prosesi adat dengan membaca `Pakata` (berbicara dalam bahasa adat) dan memasang kain berang warna merah di kepala Ketua Komisi B, Ever Kermite.

Sementara sejumlah mahasiswa yang bertelanjang dada dan menggunakan parang serta salawaku (perisai) yang terbuat dari kayu melakukan tarian cakalele sambil menabuh tifa dan meniup suling bambu.

Para demonstran kemudian diizinkan masuk ruang rapat paripurna dan diterima Ever Kermite, Wakil Ketua Komisi, Abdullah Marasabessy, Sekretaris Komisi, Ikram Umasugy, dan Julius Pattipeiluhu selaku anggota komisi.

Tujuan demo adalah menuntut DPRD memanggil Gubernur Maluku untuk mencabut izin HPH kepada PT. Titian Hijrah serta PT. Tanjung Wana Sejahtera yang sementara melakukan proses perizinan.

Seratusan mahasiswa adat ini mengaku kecewa karena kehadian mereka tidak disambut pimpinan DPRD Maluku, seperti Edwin Adrian Huwae selaku ketua atau tiga Wakil Ketua lainnya.

Akibatnya pendemo merasa kecewa dan keluar meninggalkan ruang rapat, serta mencabut kembali kain berang adat yang telah dipasang di kepala Ever Kermite.

Setelah ditenangkan oleh salah satu koordinator lapangan, pendemo kembali duduk dan menyampaikan aspirasi serta mendengarkan penjelasan Sekretaris Komisi B, Ikram Umasugy.

Dalam pertemuan lanjutan, Ever Kermite memberikan jaminan aspirasi mahasiswa akan disikapi secepatnya.

Mahasiswa adat Sakamese Nusa, bertatap muka dengan pimpinan Komisi B DPRD Maluku menyampaikan aspirasi.

“Jumat (19/10) pukul 10.00 WIT kami melakukan pertemuan lanjutan dengan pimpinan dewan dan mengundang para mahasiswa,” tegasnya.

Salah satu korlap aksi demo, Tuanakotta mengatakan, mereka sudah pernah menemui Komisi B DPRD Maluku untuk menyatakan penolakan terhadap kehadiran HPH di Kabupaten SBB.

“Ada dua perusahaan HPH yang masuk dalam hutan adat masyarakat SBB dan yang sudah beroperasi adalah PT. Titian Hijriah di ulayat adat Yapio Batai sekitar 400 hektar,” ujarnya.

Anehnya izin yang dikantongi PT. Titian Hijrah adalah untuk perkebunan, namun faktnya mereka sudah melakukan penebangan pohon dan terindikasi melebihi areal yang ada dalam perizinan.

Semua areal hutan di SBB adalah hutan adat dan sejak leluhur sudah melakukan aktivitas penanaman di dalamnya. (BB/ANT/DIO)