BERITABETA.COM, Ambon – Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan dukungan dan apresiasinya atas usulan perubahan nama Kabupaten Maluku Tenggaran menjadi Kabupaten Kepulauan Kei.

Ngabalin yang juga tokoh berdarah Maluku Tenggara ini  menilai langkah yang dilakukan DPRD Maluku Tenggara (Malra) dalam menyetujui perubahan nama daerah tersebut dalam rapat paripurna di Langgur sangat tepat.

“Bagus, bagus dan ini yang benar. Tete (kakek), nene (nenek), dato-dato, dan moyang-moyang para leluhur pasti senang dengan nama ini,” kata Ngabalin seperti dikutip Bisnis.com, Rabu (9/10/2019).

Kendati merasa gembira dengan nama pengganti Malra, Ali tidak menjelaskan apakah pemerintah pusat akan mempercepat regulasi untuk mengukuhkan penggantian kabupaten tersebut.

Berdasarkan UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), perubahan nama kabupaten ditetapkan melalui peraturan pemerintah (PP) yang diteken oleh Presiden RI.

Jika disetujui oleh pemerintah pusat, Malra bakal menjadi kabupaten kedua di Provinsi Maluku yang berganti nama di era Presiden Joko Widodo. Pada 23 Januari, Jokowi meneken PP No. 2/2019 yang mengganti nama Kabupaten Maluku Tenggara Barat menjadi Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Malra dibentuk berdasarkan UU No. 60/1958 bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Maluku Utara, dan Kota Ambon. Dalam perjalanannya, Malra bermekaran menjadi empat daerah tingkat II.

Diawali dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat pada 1999, Kabupaten Kepulauan Aru pada 2003, dan Kota Tual pada 2007. Selain itu, Maluku Tenggara Barat dimekarkan lagi sehingga menghasilkan Kabupaten Maluku Barat Daya.

Setelah dipreteli dengan pemekaran, praktis geografis Malra menyisakan gugusan Kepulauan Kei yang didominasi Pulau Kei Besar dan Pulai Kei Kecil. Dengan demikian, justifikasi perubahan nama kabupaten semakin kuat.

Sebelumnya,  Ketua DPRD Malra Thadeus Welerubun menyampaikan perubahan nama daerah tersebut dilatarbelakangi faktor geografis, sejarah, adat budaya, sosial masyarakat, dan usulan Pemkab Malra.

“DPRD Malra telah menyelenggarakan rapat gabungan Komisi A, B dan C, dan menghasilkan satu kesimpulan bahwa perubahan nama kabupaten disampaikan pada paripurna untuk disetujui hari ini,” ungkap Thadeus.

Kendati menyetujui, wakil rakyat menyampaikan sejumlah catatan. Salah satu catatan adalah perubahan nama itu dilakukan berdasarkan ketentuan UU Pemda dan Permendagri No. 30/2012 tentang Pedoman Pemberian Nama Daerah, Ibu Kota, Perubahan Nama Daerah, Perubahan Nama Ibu Kota, dan Pemindahan Ibu Kota.

DPRD juga meminta Pemkab Malra menyiapkan dokumen pendukung sesuai dengan kaidah-kaidah ketika terjadi perubahan nama daerah. Salah satunya penetapan logo kabupaten.

Nama baru diharapkan juga tidak menghilangkan sejarah. Pemda disarankan membangun monumen dan museum Kabupaten Malra, serta penamaan jalan-jalan dengan nama-nama pendiri Malra.

Bupati Maluku Tenggara  M. Thaher Hanubun bahkan mengatakan, penamaan Kabupaten Kepulauan Kei, juga akan semakin mendorong pembentukan Provinsi Maluku Tenggara. Sebab, ini merupakan sebuah momentum  untuk mengerahkan segenap kekuatan dan sumber daya yang ada demi kemakmuran masyarakat di daerah itu.

“Kedepan pendekatan pembangunan kabupaten Kepulauan Kei, sama dengan daerah otonom lainnya, yakni pendekatan pembangunan berwawasan kepulauan,” katanya.

Untuk itu, pergantian nama kabupaten merupakan komitmen dan cita-cita  bersama untuk membangun Maluku Tenggara yang lebih baik, sejahtera di masa mendatang. (BB-DIAN)