BERITABETA.COM, Ambon – Sejumlah aktivis perempuan Maluku menggagas sebuah pergerakan sekaligus membuat sejarah baru dengan membuka Sekolah Komunitas Perempuan Maluku (SIMPUL) yang melibatkan puluhan peserta yang berasal dari OKP dan berbegai latar belakang.

Kegiatan SIMPUL ini dimotori oleh Yayasan Mutiara Maluku yang dipimpin Lusi Peilouw dan resmi dimulai Rabu (12/2/2020) di lantai tiga, Cafe Joas Trikora.

Lusi Peilouw dari Yayasan Mutiara Maluku kepada beritabeta.com menjelaskan, dibentuknya SIMPUL ini merupakan hasil dari sebuah diskusi panjang antara sejumlah aktivis Maluku yang terfokus pada refroduksi atau transfer pengetahuan, pengalaman dan juga menciptakan kader terkait peran-peran perempuan di Maluku kepada kalangan muda, dari berbagai latar belakang.

“Nah, hasilnya saat ini kita mulai dengan membuka kelas di tahap pertama ini dengan menghadirkan sebanyak 15 perserta yang terpilih dari hasil rekrutmen yang berasal dari sejumlah  OKP di kota Ambon,” kata Peilouw.

Ia mengatakan, SIMPUL ini akan berlangsung selama 6 minggu dengan 16 pertemuan dan berlangsung dalam empat tema yang meliputi tema Dasar Pergerakan, Hak Asasi Manusia (HAM), Gender dan Feminisme, Kepemimpinan Perempuan dan yang terahir adalah Advokasi.

Peserta dan pengajar pada Sekolah Komunitas Perempuan Maluku (SIMPUL)

Setiap tema ini, kata Peilouw, akan diisi oleh pengajar (pembawa meteri) yang berasal  dari para tokoh perempuan Maluku dari berbagai latar belakang ilmu serta memiliki pengalaman kepemimpinan, pergerakan dan advokasi yang panjang.

Sementara  di kelas pertama yang dimulai, SIMPUL dengan tema Dasar Pergerakan yang menjadi sesi khusus diisi langsung oleh seorang aktivis perempuan Maluku yang juga Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Mercy Barends.

Mercy dalam paparannya saat membuka SIMPUL tahap pertama menjelaskan, Sekolah Perempuan dibuka dengan tujuan utama untuk mengembangkan leadership perempuan agar memiliki kesadaran kritis, kepedulian, solidaritas, kecakapan hidup dan berkomitmen menjadi pelaku perubahan sosial agar terbebas dari kemiskinan.

“Kehadiran Sekolah Perempuan ini juga menekankan pada arah kepemimpinan perempuan yang berorientasi pada memperjuangkan kesetaraan gender dan perdamaian di semua ranah; domestik (pribadi, kel) dan komunitas, serta memperjuangx masuknya kepentingan perempuan dlm kebijakan negara pada berbagai level,” tandasnya.

Mercy yang juga mantan aktivis perempuan Maluku ini, juga menegaskan sejumlah hal  penting yang harus dimaknai oleh setiap calon aktivis perempuan, teruma memaknai jiwa aktivis dengan segala bentuk resikonya.

“Jadi yang penting dari semua kegiatan SIMPUL ini adalah bagaimana setiap orang atau peserta itu, dapat memahami dan memaknai jiwa sebagai aktivis yang meliputi sejumah prinsip dasar yang harus ditanamkan dalam diri. Terutama memaknai aktivis sebagai subjek bukan objek, sehingga peran-peran perempuan yang diemban seorang aktivis itu dapat dijalankan dengan maksimal,” urai Mercy.

Diakhir materinya, Mercy meminta para peserta untuk aktif mengkonsumsi berbagai literasi terkait peran perempuan sebagai aktivis, sehingga pemaknaan jiwa aktivis itu dapat diketahui melalui berbagai pengalaman yang dijalani sejumlah aktivis perempuan baik nasional maupun aktivis dunia.

“Saya ingin mengajak teman-teman di dalam kelas ini agar bisa mengkonsumsi dua bacaan lewat buku yang menuangkan dua tokoh perempuan dan segudang pengalamannnya. Salah satunya buku yang berisi tentang kiprah seorang aktivis perempuan asal Pakistan bernama Malala Yousafzai,” ungkapnya.

Sekilas tentang sosok ini, Malala Yousafzai adalah seorang aktivis pendidikan dari kota Mingora di Distrik Swat dari provinsi Pakistan Khyber Pakhtunkhwa. Dia diketahui berperan  untuk pendidikan dan aktivisme hak-hak perempuan di Lembah Swat, di mana perjuangannya banyak mendapat tantangan dari pemerintahan Taliban.

Pada awal tahun 2009, saat berumur sekitar 11 dan 12, Yousafzai menulis di blog pribadinya tentang, betapa mengerikannya hidup di bawah pemerintahan Taliban, upaya mereka untuk menguasai lembah, dan pandangannya tentang mempromosikan pendidikan untuk anak perempuan.

“Saya menangis ketika membaca kisah sosok aktivis ini, begitu kuat jiwa juangnya sebagai seorang aktivis perempuan. Dan saya rekomendasikan buat peserta yang ada di ruangan ini, agar bisa membaca tentang kisahnya. Disana kita bisa merasakan betapa perjuangan seorang aktivis itu cukup menentang dan beresiko,” tandas Mercy (BB-DIO)