BERITABETA.COM, Ambon – Keberadaan berita hoaks dinilai sangat berperan merusak tatanan kehiduapan manusia. Terutama menjelang momentum politik yang akan dihelat dalam waktu dekat.

“Orang-orang baik jangan  diam. Karena bila orang baik  memilih diam, maka itu sama saja memberikan peluang terbuka bagi mereka penyebar hoak  beraksi di media maya dengan bebas,”

Menyikapi hal ini, Reconciliation and Mediation Center (ARMC), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, tergerak untuk menabuh genderang perang melawan hoaks dengan menggelar kegiatan diskusi bertema  “Pengembangan Kapasitas Khatib dan Penyuluh Agama Melawan Hoaks”.

Kegiatan yang diikuti penyuluh agama dan khatib di Kota Ambon bertujuan untuk menyemakan persepsi tentang usaha bersama dalam memerangi beredarnya berita hoaks alias berita bohong yang masif hadir dalam kehidupan sosial.

Kegiatan  dialog sehari yang dibuka  Direktur ARMC IAIN Ambon,  Dr. Abidin Wakano, M.Si menghadirkan Kepala Bagian Tata Usaha (TU) Kanwil Kemenag Provinsi Maluku, H. Jamaludin Bugis, S.Ag,  sebagai salah satu penelis dalam diskudi terbuka  yang berlangsung di Ambon City Hotel, Sabtu, (30/3/2019).

Jamaludin Bugis mengatakan dampak tingginya intensitas suhu politik menjelang pemilihan presiden dan pemilihan umum, membuat tingginya eskalasi politik,  melahirkan aspirasi yang tidak sama, aspirasi diagregasikan, dikompetisikan. Kondisi ini memicu ujaran kebencian tidak bisa dihindari. Mucul perbedaan pandangan dan berita hoaks yang menyasar khidupan masyarakat.

Saat ini, kata dia, semua berada di dunia tanpa batas. Ledakan informasi  manusia menjadi produk informasi yang keliru, hoaks dan disebarkan tanpa berpikir akibatnya. Penyebar berita dusta itu tidak takut pada  dosa dan larangan agama. Kehilangan nalar dalam menyaring informasi, telan hoaks mentah-mentah dan disebarkan.

Ilustrasi stop hoaks

“Ini sangat berbahaya. Mari  menata nalar, agar kita senantiasa berdiri di atas kebenaran. Melawan informasi bohong sebagai wujud ekspresi beragama menjadi penting untuk dilakukan sehingga hoaks bisa diperangi,” pintanya.

Menurut Jamaludin,  ada dua aliran yang saat ini berkembang di Indonesia dan saling bertentangan. Masing-masing  liberal yang menganggap semua ajaran agama sama dan  pemahaman agama radikal yang cenderung menganggap pemahaman agamanya paling benar diantara yang lain.   Dua aliran pemahaman memiliki perbedaan dan cara pandang yang berbeda tentang kehidupan bernegara.  Moderasi Beragama harus hadir ditengah-tengah  dua pemahaman ini.

“Moderasi beragama tidak ekstrim kanan dan tidak ekstrim kiri. Moderasi beragama berada ditengah,  tidak berpihak. Pemahaman moderasi beragama harus ditanamkan dari pikiran, sehingga akan lahir harmonisasi kerukunan beragama di Indonesia,” tandasnya.

Menjaga agar kondisi masyarakat terutama umat Islam tidak terpengaruh dengan realitas ini, maka para khatib dan penyuluh agama harus mengambil peran  memberi pemahaman bahwa masjid sebagai sarana ibadah didirikan  dan hadir atas dasar ketakwaan dan karenanya kesuciannya masjid senantiasa kita jaga bersama.

“Kementerian Agama kini mengambil peran memberikan pembinaan kepada para khatib dan imam-imam masjid serta penyeluh agama, agar memiliki kepekaan dan mampu berperan aktif meredah kondisi ini, bahkan Kemenag telah mendeklarasikan tolak politisasi mesjid jelang pemilihan presiden dan pemlihan umum di Provinsi Maluku,”  kata Jamaludin Bugis.

Sejumlah cacatan penting disepakati melalui deklarasi yang untuk pertama kali digelar di Kota Tual, dan Kabupaten Maluku Tenggara beberapa waktu lalu,  diantaranya komitmen menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan ibadah, dakwah dan penguatan  nilai-nilai kebangsaan dan keislaman.

Berjanji menguatkan koordinasi dan kerjasama antar pengurus masjid dalam memakmurkan masjid dan memberdayakan umat melalui kegiatan positif dan berkelanjutan.  Kemudian para tokoh agama beritikad baik  menjadikan masjid sebagai pelopor moderasi islam dalam menangkal paham radikalisme, terorisme, intoleransi dan ujaran kebencian.

“Masyarakat juga  dihimbau  agar tidak penyebaran fitnah, hoaks, SARA dan sesat menyesatkan dari mimbar-mimbar masjid, dan bertekad sekuat tenaga untuk menolak segala bentuk praktik politisasi masjid, penggunaan mesjid untuk kepentingan kampanye dan pemenangan calon tertentu,” jelas Jamaludin Bugis.

Di hadapan 50 peserta yang mengikuti dialog,  Jamaludin Bugis meminta masyarakat terutama umat Islam harus memiliki pengamalan nilai agama dalam bingkai NKRI. Mengembalikan fungsi agama sebagai pemersatu hubungan persaudaraan antar sesama manusia. Dan rumah ibadah, simbol agama, dan ritual keagamaan tidak  dicampuri dengan aktivitas politik praktis.

Para penyuluh agama dan khatib juga diminta   untuk aktif di media sosial menyampikan pesan pesan kedamaian. Tidak  membagikan berita-berita yang cenderung memperovokasi masyarakat.

” Kita sebagai orang-orang baik jangan terus diam, karena bila orang baik  diam, maka itu sama saja memberikan peluang terbuka bagi mereka penyebar hoak untuk terus beraksi di media sosial. Sekali lagi,  mari kita tebarkan kedamaian di media-media sosial.” ajak Kepala Bagian TU Kanwil Kemenag Maluku (BB- Abu Saimima)