BERITABETA.COM, Ambon – Musibah gempa bumi berkekuatan 6,8 magnitude yang melanda Pulau Ambon dan sebagian pulau Seram, terus meniyisahkan kisah pilu yang dialami sejumlah warga yang terkena dampaknya.

Warga pengungsi di sejumlah pelosok, terus berteriak, seakan tak berdaya, karena minimnya bantuan yang harus diperoleh untuk menyambung hidup mereka.  

Kamis dini hari (3/10/2019) pukul 02.00 WIT, sebuah cerita pilu kembali terungkap dialami Wa Wendi. Warga Dusun Waitasi, Desa Kairatu, Kecamatan Kairatu, Kebupaten Seram Bagian Barat (SBB), Maluku, ini terkulai lemas. Ia merintih kesakitan di tengah hutan, takkala harus melahirkan di dalam gubuk kecil tempat mereka mengungsi.

Tak ada daya dan upaya, Wa Wendi terpaksa harus menahan sakit. Wa Wendi hanya ditemani suaminya Onyong Saun, keduanya meninggalkan dusun tempat tinggal mereka, dan mengungsi di Gunung Wailala Siompu. Jarak lokasi pengungsian sekitar 1 kilometer dari tempat tinggal mereka.  

Di malam gelap nan dingin, Wa Wendi terus kesakitan. Ia  hendak melahirkan bayi, namun tak ada satupun bantuan tenaga medis. Gubuk kecil tempat mengungsi hanya terbuat dari daun kelapa. Sepasang suami istri ini, mengungsikan diri sejak gempa bumi, menerpa kawasan tersebut.

Informasi yang dihimpun beritabeta.com dari Fatin Tuasamu, salah satu warga yang ikut mengungsi di lokasi Gunung Wailala Siompu menyebutkan, Wa Windi akhirnya dapat melahirkan bayi perempuan tepat pukul 02.00 WIT, di gubuk tempat pengungsian itu.  Dan harus dievakuasi ke Puskesmas Kairatu, untuk menjalani pengobatan lanjutan.

Ironisnya, kata Fatin, di lokasi Gunung Wailala Siompu, sebelumnya  terdapat sebanyak 220 kepala keluarga (KK) yang menjadi korban gempa bumi. Sejak menempati lokasi pengungsian, warga pengungsi tidak merasakan  bantuan yang disalurkan dari Pemerintah. Baik soal pangan maupun bantuan medis.

“Kondisi inilah yang membuat parah. Padahal disini terdapat banyak anak-anak, lansia dan juga orang yang dalam kondisi sakit, termasuk Wa Wendi yang baru saja melahirkan,” ungkap Fatin.

Fatin menuturkan,  setelah dirinya berkoordinasi dengan pihak BUMN, beberapa waktu lalu, baru  ada bantuan pangan yang disalurkan kepada ratusan KK itu. Masing-masing dari pengungsi hanya mendapatkan 2.5 kilogram beras, 2 bungkus  mie instant dan 4 botol air mineral.

“Hanya ini yang diperoleh setiap KK yang mengungsi disini. Padahal, kami butuh lebih dari itu untuk menyambung hidup beberapa hari kedepan,” katanya.

Selain bantuan dari pemerintah berupa pangan (makanan) dan obat-obatan, pengungsi yang jumlahnya ratusan KK ini, juga kesulitan air bersih, lantaran jarak lokasi pengungsian dengan sumber air bersih cukup jauh.

“Saat ini jumlah pengungsi sudah berkurang tersisa 200 KK saja, 20 KK tidak mampu bertahan karena minimnya bantuan. Sementara sisanya masih memilih bertahan di Gunung  Wailala Siompu karena trauma dengan gempa susulan yang masih terjadi,” bebernya. (BB-DIO)