BERITABETA, Ambon –Dua kelopak mata Muna Udin tak hentinya meneteskan air mata. Suaranya terbata-bata tak bisa menahan pilu. Seakan berat mengurai satu per satu derita anaknya yang terbaring lemas. Sambil menyeka air mata, Muna perlahan mengisahkan nasib anaknya Muniati Tella (14 tahun) yang sudah belasan tahun terbaring di tempat tidur.

Menangis, tertawa dan sesekali tersenyum, seakan menjadi irama pilu yang sering terdengar di bilik kamar itu. Bila hening tiba, pertanda Muniati sedang tidur atau senyum, selebihnya tangisan dan tawa membahana.

Apa daya dan upaya, keterbatasan ekonomi yang menimpa keluarga kecil di kawasan Gunung Malintang, Desa Batumerah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, menjadi bantu sandungan atas derita Muniati.

Muna, ibu dua anak itu hanya bisa menahan diri dan sabar menemani  anaknya dari hari ke hari tanpa menjalani perawatan medis yang memadai. Muniati divonis mengidap penyakit Hidrosefalus (kelebihan cairan serebrospinal di dalam otak) sehingga kepalanya menjadi besar.

Sejak mengidap penyakit ini, Muniati sudah beberapa kali diperiksa dokter anak dan saat itulah dokter memvonis Muniati menderita Hidrosefalus.  Anak pertama dari dua bersaudara ini, sejak tahun 2004 pernah dirujuk ke salah satu rumah sakit di kota Makassar untuk menjalani perawatan medis. Sejak divonis sebagai pasien Hidrosefalus, Muna sempat diminta untuk membawa anaknya ke Makassar, namun karena tak punya biaya, akhirnya rencana itu tak kunjung dilakukan.

“Belum ada yang membantu. Pernah mau diberi bantuan untuk berobat ke Makassar tahun 2004,  hanya rencana itu batal, karena saat itu pemerintah hanya bersedia memberi bantuan kepada kami berupa biaya operasi dan transportasi  ke Makassar, sedangkan disana kami harus menetap. Itu yang membuat kami tak jadi membawa Muniati,” beber Muna.

Menurut Muna, sejak lahir Muniati tidak menunjukan tanda-tanda mengidap penyakit aneh tersebut. Kondisi anaknya normal, seperti bayi pada umumnya.

Perubahan baru terjadi setelah Muni begitu sapaannya, berumur 1 tahun. Kepalanya mulai kelihatan membesar, tapi badanya normal.

“Beberapa tahun kemudian, anak saya mulai betuk berdahak.   Dan sulit makan, dan lama -kelamaan kondisi badannya pun terganggu menjadi kurus,” ungkap Muna.

Terkadang Muni tak sanggup menahan batuk yang dideritanya sehingga mengeluarkan lendir dan darah melalui hidung. Pihak keluarga sudah berusaha untuk membawa Muni di beberapa rumah sakit di Kota Ambon, namun keterbatasan biaya dan keterbatasan alat yang dimiliki oleh rumah sakit di kota Ambon, akhirnya dokter yang menangani sudah  merujuk  Muni untuk dibawa ke Makassar.

Keterbatasan ekonomi memang menjadi kendala utama. Muna yang berprofesi sebagai tukang cuci pakaian, terus berusaha sekuat tenaga. Tanpa putus asa sedikit demi sedikit hasil yang diperoleh dikumpulkan  untuk biaya keberangkatan ke Makassar.

Belasan tahun dililit Hidrosefalus,  derita Muni kini mulai terdengar diketahui public luas, setelah tim Relawan Rumah Zakat Ambon menyembangi rumah Muni beberapa hari lalu.

“Semoga ada hati yang tergerak untuk membantu Muniati, agar bisa tertangani penyakit yang dideritanya,” tulis Roemalolas Sadam, salah satu anggota relawan dalam akun facebooknya, Kamis (29/11/2018).

Lilitan ekonomi keluarga dan kondisi anak dengan penyakit Hidrosefalus  yang menimpa Muniati, hampir serupa dengan apa yang dialami Samuel Warella (2 tahun). Anak dari pasangan Mesak Warella dan Debora Purimahua, warga Desa Tuhaha, Kecamatan Saparua Timur, Kabupaten Maluku Tengah, ini juga memperlihatkan gejalah fisik yang hampir sama.

Kepala bayi bernama Samuel Warella juga membesar, hanya saja dokter yang menangani  Samuel, belum mendiagnosa penyakit yang dideritanya.

Dalam sepekan ini,  dua anak Maluku ini menjadi perhatian netizen Maluku. Lewat sejumlah akun facebook, potret kedua anak ini menjadi sorotan para netizen. Kasusnya hampir serupa, kepala kedua anak ini cukup besar dengan kondisi badan yang kurus. Kepala Samual bahkan lebih terlihat menyeramkan dengan menampakkan urat kepala dengan jelas.

Mesak Warella dan Debora Purimahua menuturkan, sakit yang diderita anak mereka berawal dari  infeksi tali pusar (plasenta), yang kemudian mengakibatkan penyumbatan cairan. Cairan itu, lalu naik ke kepala si bayi.

Namun, Samuel Wairella lebih beruntung dibanding Muni yang lama terkekang dan terbaring dengan serangan Hidrosafelus.  Samuel  kini dalam perawatan medis, lantaran adanya bantuan dari Yayasan Berkat Ambon. Saat ini,  Samuel sudah ditangani oleh pihak medis di RSUD DR Haulusy Ambon.

“Penanganan medis yang sudah dilakukan untuk Samuel di RSUD Haulusy, yakni CT-Scan dan Thorax. Diagnosanya seperti apa, hasilnya lagi ditunggu,”kata sumber di RSUD Haulusy Ambon.

Kisah pilu Muni dan Samuel, sepertinya menjadi pelengkap potret buram dunia kesehatan di Maluku di akhir tahun 2018. Banyak kasus kesehatan yang menimpa anak Maluku  belakangan ini.

Setalah munculnya kasus gizi buruk yang menimpa 4 bayi di Kabupaten Seram Bagian Timur, kini kasus Muni dan Samual terekam apik di dunia maya dan menjadi viral. (heder sanaky)