BERITABETA.COM, Masohi – Sudah puluhan tahun warga di Desa Pasahari, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Provinsi Maluku,   hidup tanpa menikmati air bersih yang layak. Baik untuk dikonsumsi, mandi dan untuk mencuci.

Puluhan KK di desa ini, terpaksa memenuhi kebutuhan akan air bersih dengan memanfaatkan air kali. Baik untuk dikonsumsi, mandi dan mencuci pakaian mereka harus menempuh jarak sejauh 2 km. Apesnya, air kali itu tidak selamanya bersih, kadang kotor dan tentu tidak sehat.

Desa yang dihuni sebanyak 84 kepala keluarga (KK) ini memang tidak memiliki sumber air bersih yang layak dari sisi kesehatan. Sejumlah sumur yang digali warga pun berasa asin dan keruh.

Akibatnya, warga Desa Pasahari, hanya bisa pasrah selama bertahun-tahun dengan apa  yang terjadi. Untuk memenuhi kebutuhan mendapatkan air bersih, mereka harus menempuh jarak sejauh 2 kilometer untuk mengambil air di kali.

Jika tidak tidak bisa ke kali untuk mengambil air, warga terpaksa merogoh kocek dengan membayar warga menjual air bersih dengan harga untuk 4 jerigen air bersih yang diambil dari kali, seharga Rp. 20 ribu.

Sementara kondisi air kali pun, tidak selamanya bersih. Di kali itu juga warga sering melakukan aktifitas mandi dan mencuci pakaian.

“Sudah laama kami tidak pernah menikmati air bersih. Apalagi air bersih  yang disediakan pemerintah. Kami hanya menggunakan air kali yang kadang berubah warna dan kotor akibat banjir. Intinya kami disini sangat kesulitan mendapatkan air bersih,” ungkap Tokoh Pemuda Pashari, Karim Kabakoran kepada beritabeta.com, Sabtu malam (8/8/2020).

Menurut Karim, kondisi kesulitan air bersih ini, sudah terjadi sejak lama. Namun, warga sepertinya sudah pasrah dan terpaksa menggunakan air kali sebagai satu-satunya pilihan. Selian itu, wilayah kali itu juga diketahui menjadi habibat dari binatang buas, yang sering menampakkan diri.

Pengakuan ini juga dibenarkan Risna warga Pasahari dalam sebuah video yang diterima redaksi beritabeta.com. Dalam video tersebut, ibu rumah tangga ini mengaku sudah lama menjalani kebiasaan cuci dan mandi di kali.

“Sangsara, menderita sudah bertahun-tahun, katong hidup begini tanpa ada bantuan pemerintah,” ungkapnya dalam dialek Maluku.

Karim mengaku, krisis air bersih yang terjadi di Desa Pasahari ini, juga menuai pertanyaan dari sejumlah warga. Warga merasa masalah ini tidak pernah digubris Pemerintah Desa. Padahal, Dana Desa (DD) maupun ADD yang selama ini dikelola Pemerintah Desa Pasahari, bisa dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas air bersih bagi warga.

“Dana Desa itu, kami tidak tau ujung pangkalnya. Digunakan untuk apa saja oleh pemerintah desa. Padahal jumlah total dana untuk desa kami itu sekitar Rp. 1 miliar lebih per tahunnya,” bebernya.

Desa Pasahari, sebenarnya bukan merupakan desa yang minim dengan sumber alamnnya. Potensi alamnya cukup besar. Di desa terdapat sebuah perusahaan tambak udang milik PT Wahana Lestari Investama, yang sudah beroperasi sejak lama. Namun, kontribusi perusahaan berupa Corporate Social Responsibility (CSR) pun sudah lama tidak dinikmati.

“Perusahaan pernah membantu masyarakat dengan penerangan lampu, tapi itu terjadi sudah lama. Bahkan fasilitas penerangan itu sudah rusak. Sementara untuk air bersih tidak pernah ada,” ungkap warga Desa Pasahari.

Atas kondisi ini, Karim mengaku bersama sejumlah rekannya ingin menyuarakan masalah air bersih ini, agar dapat menjadi perhatian pemerintah daerah, naik Kabupaten Maluku Tengah mapun Provinsi Maluku.

“Kalau bukan ke pemerintah siapa lagi yang bisa membantu kami warga Pasahari soal air bersih ini. Kami mohon pemerintah mampu melihat dan merasakan apa yang kami alami selama ini,” beber Karim.

Menyikapi kondisi yang menimpa warga Desa Pasahari ini, pemerhati masalah ekonomi dan pembangunan di Maluku, M. Saleh Wattiheluw mengaku heran dengan apa yang dialami warga di desa tersebut.

Saleh mengatakan, seharusnya desa-desa yang masuk kategori minim infrastruktur untuk kepentingan umum seperti Pasahari di Kabupaten Maluku Tengah ini, menjadi perhatian bagi pemerintah. Terutama Pemkab Malteng, untuk didorong agar pemenuhan kebutuhan vital bagi warga disana dapat terwujud.

Saleh menjelaskan, secara nasional ada program yang namanya Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS).  Program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dengan dukungan Bank Dunia, itu harusnya diincar untuk dapat dinikmati  warga di wilayah perdesaan.

“Saya tidak tahu, apakah program itu masih ada atau sudah berakhir, tapi hal ini yang seharusnya didorong, baik oleh pemerintah kabupaten maupun provinsi. Minimal, desa seperti ini wajib diidentifikasi. Jadi nantinya bisa ada kolaborasi dengan pemanfaatan Dana Desa dan program PAMSIMAS itu,” urainya (BB-DIO)

SIMAK JUGA VIDEO DI BAWAH INI :