BERITABETA.COM, Ambon – Provinsi Maluku  masuk dalam 10 provinsi dengan kasus AIDS tertinggi per 100.000 penduduk (AIDS Case Rate) di Indonesia. Status Maluku ini berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI  Triwulan IV (empat) Tahun 2017.

Maluku menempati urutran ke-10 setelah Jawa Timur (urutan ke-9), Maluku Utara (ke-8), Kalimantan Barat (ke-7), Sulawesi Utara (ke-6), Kepulauan Riau (ke-5), DKI Jakarta (ke-4), Bali (ke-3), Papua Barat (ke-2) dan Papua (urutan pertama).

Hal ini diungkapkan Gubernur Maluku, Said Assagaff dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Maluku, dr. Frona Koedoeboen pada acara Peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) Tahun 2018 yang digelar di aula lantai tujuh kantor Gubernur Maluku, Ambon, Rabu (19/12/2018).

AIDS Case Rate (Tingkat Kasus AIDS) Maluku dibeberkan Gubernur,  adalah 35,25/100.000 penduduk.  “Ini berarti setiap 100.000 penduduk Maluku, terdapat sekitar 35 orang dengan kasus AIDS,”ungkapnya mengutip sumber Kementerian Kesehatan RI data Triwulan 4 tahun 2017.

Sementara jumlah kumulatif kasus HIV-AIDS di Maluku sejak tahun 1994-September 2018,  sebesar 5.375 kasus dengan rincian HIV: 4.194 kasus dan AIDS 1.181 kasus.

“Data lima Tahun terakhir, tahun 2014-September 2018, berdasarkan Golongan umur terbanyak pada generasi muda 15-39 tahun sebesar 68 persen. Dengan cara penularan utama melalui hubungan seks  94 persen dan Homoseks  5 persen,”ungkapnya.

Jumlah kasus HIV-AIDS di Maluku, lanjutnya, terbanyak di Kota Ambon  diikuti Kabupaten Maluku Tenggara, Kabupaten Aru, Kabupaten Maluku Tengah, Kota Tual, Kabupaten MTB, Kabupaten MBD, Kabupaten Buru, Kabupaten SBB, Kabupaten SBT dan Kabupaten Bursel.

“Hal ini menunjukan bahwa kasus HIV-AIDS telah menyebar di 11 Kabupaten/Kota Provinsi Maluku,”sambungnya.

Tema Nasional untuk Hari AIDS Sedunia Tahun 2018  kata dia adalah “Saya Berani, Saya Sehat”, melanjutkan semangat Tahun 2017, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian seluruh masyarakat terhadap HIV-AIDS dengan cara melakukan Tes HIV.  Selanjutnya, dilakukan  pengobatan Antiretroviral (ARV) sedini mungkin jika terdiagnosa HIV.

“Dengan mengetahui status kesehatan sejak dini dan memulai segera pengobatan ARV, yang merupakan satu-satunya obat HIV-AIDS, maka kesehatan dan kualitas hidup kita tetap terjaga, sehingga kita tetap produktif untuk memberikan yang terbaik bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat,”sebutnya.

Gubernur Assagaff berpendapat, semakin banyak masyarakat mengetahui status HIV dan mendapatkan pengobatan ARV dini, maka dapat mendorong percepatan penurunan Epidemi dan pencapaian eliminasi HIV-AIDS di Maluku.

“Provinsi Maluku telah memiliki Peraturan Daerah (Perda)Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV-AIDS dan telah memiliki Rencana Strategi (Renstra)Penanggulangan HIV-AIDS Tahun 2016-2020 yang merupakan payung hukum, pedoman dan acuan dalam penyelenggaraan program penanggulan HIV-AIDS secara terpadu, komprehensif dan berkesinambungan,”jelasnya.

Melalui momentum peringatan hari AIDS Sedunia Tahun 2018 ini, Gubernur Assagaff juga mengajak semua kalangan untuk  memperhatikan sejumlah hal penting.

Diantaranya, mengakhiri Epidemi HIV-AIDS Tahun 2030.  Di Provinsi Maluku kata Dia, diperlukan komitmen dan dukungan semua pihak, terutama Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) dalam penyediaan alokasi anggaran yang memadai, konsisten dan berkesinambungan bagi Penanggulangan HIV-Aids.

Selain itu, diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM),  termasuk didalamnya  penanggulangan HIV-AIDS, yang diharapkan   mendapat perhatian serius jajaran Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten dan Kota, sesuai Standar Teknis yang ditetapkan.

“Perlu adanya Rencana Strategi (Renstra)Penanggulangan HIV-AIDS Tahun 2016-2020,  yang menetapkan peran dan tanggung jawab Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Swasta, LSM dan komponen masyarakat dalam upaya penanggulangan HIV-AIDS,”tandasnya.

Upaya itu, kata Gubernur, meliputi sosialisasi dan penyebaran informasi serta tes HIV di lingkungan kerja/instansi masing-masing, menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) di lingkungan kerja masing-masing serta dukungan kegiatan penanggulangan HIV-AIDS, sesuai tugas dan fungsi masing-masing.

Disamping itu, memastikan seluruh populasi yang berisiko terinfeksi HIV-AIDS untuk mendapatkan informasi yang tepat dan benar mengenai HIV-AIDS,  serta menjalankan perilaku aman.

“Paling penting, memastikan Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) memiliki kemudahan akses perawatan, dukungan dan pengobatan serta layanan kesehatan yang dibutuhkan dan memadai,”pungkasnya (BB-DIA)