BERITABETA.COM, Ambon –Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Maluku, Kasrul Selang mengusulkan agar setiap pimpinan di daerah kabupaten/kota dapat menganggarkan untuk belanja alat Bioseptic Cabinet (BSC).

Alat BSC ini memiliki akurasi yang tinggi dan cepat untuk proses scereening penularan Covid-19 sebagai upaya mengeleminir penyebaran virus Corona di daerah.

“Kita belum pernah ke kabupaten/kota untuk berbincang sekaligus melihat langsung segala perkembangan yang terjadi terutama pengadaan Bioseptic Cabinet (BSC). Kita akan dorong bupati/walikota, untuk beli BSC. Alat ini tidak mahal. Harganya Rp 140 juta, dari pada kita beli Polymerase Chain Reaction (PCR) yang Rp 2-3 miliar itu,” kata Kasrul dalam pertemuan ‘Optimalisasi Pelayanan Kesehatan Provinsi Maluku’ yang digelar di Swiss-Belhotel, Rabu (23/9/2020).

Dalam pertemuan yang digelar secara tatap muka dan virtual itu, Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Provinsi Maluku ini mengatakan, Pemprov Maluku memahami kebijakan pemkab/pemkot dalam mem-protec daerahnya.

Pemprov Maluku, kata dia, sangat mengapresiasi langkah proteksi  yang diterapkan pemkab/kota. Dengan begitu, pihaknya hanya akan membahas sisi teknisnya saja.

“Jadi kita sangat paham bagaimana pimpinan memproteksi daerahnya. Kita apresiasi. Tinggal kita bicarakan teknisnya seperti apa,” katanya.

Dalam pertemuan yang diikuti seluruh BPJS cabang dari kabupaten/ kota se-Maluku ini Kasrul menjelaskan, penerapan protokol kesehatan telah dilakukan secara masif.

Salah satunya,  di area perkantoran lingkup Pemprov Maluku. Tapi, sejak produktivitas dibuka kembali, belum ada keputusan resmi dari pemerintah perihal prioritas utama antara kesehatan dengan ekonomi.  Memasuki Juli 2020 lalu, penerapan aktivitas ekonomi dan kesehatan berlangsung secara bersamaan.

“Begitu produktivitas mulai dibuka, disitulah kita sudah tidak bisa diskusi mana yang mau duluan. Kesehatan atau ekonomi? Karena dulu kita bilang, kesehatan dulu lah. Dari bulan Maret, April, Mei dan Juni.  Kita masih diskusi. Apapun yang terjadi kesehatan nomor satu dan keselamatan. Begitu masuk Juli, sudah tidak bisa. Kita harus  berjalan bersama-sama antara kesehatan dan ekonomi,” ujarnya.

Saat ini, kata Kasrul, di perkantoran masih dilakukan tes masif. Persoalannya, begitu hasilnya positif, Pemprov Maluku kembali mendapat masalah akibat keterbatasan tempat untuk karantina. Berbagai upaya telah dilakukan laksanakan seperti pengiriman surat ke Kementerian Kesehatan, BNPB dan pihak terkait lainnya.

“Sekarang, kita sudah mulai punya frekuensi yang sama. Namun Kadis Kesehatan setempat perlu menjaga fasilitas kesehatannya. Jangan lengah,” lanjutnya.

Sementara itu, Kadis Kesehatan Maluku dr. Meykal Pontoh  menyimpulkan beberapa hal. Pertama, saat ini tidak ada lagi Gugus Tugas melainkan Satuan Tugas (Satgas).  Mungkin setelah pembentukan Satgas di tingkat provinsi, akan ditindaklanjuti ke Satgas kabupaten/kota.

Menurut Pontoh, strategi dalam upaya menurunkan angka kesakitan Covid-19 di daerah akan dilakukan dengan cara penerapan langkah-langkah pemetaan zonasi.

Zonasi yang digunakan, menggunakan 15 indikator yang sudah ditetapkan BNPB. 15 indikator tersebut, salah satunya dinamakan Bersama Lawan Covid (BLC).

“Awalnya, BLC tersebut masuk ke model pelaporan. Namun sekarang, sudah dirubah metode laporannya menjadi All Record yang masing-masing kabupaten/kota terdapat dua orang pemegang password, yakni Admin dan Operator. Keduanya sudah dilatih. Hingga bisa meng-Entry setiap laporan atau kejadian positif seperti pasien yang terkonfirmasi dan sebagainya. Agar supaya peraturan kita tertib,” katanya.

Kedua, peran BPJS.  Biasanya, BPJS bukan menjadi sandungan tetapi khususnya dalam hal Pembayaran Klaim atau Pengajuan Klaim Covid-19. Bila terdapat kekurangan fasilitas rumah sakit, maka pembayaran klaim bisa dimanfaatkan.

“Ada kekurangan fasilitas di rumah sakit seperti APD, itu bisa kita gunakan dengan memanfaatkan pembayaran klaim yang sudah dibayarkan oleh pemerintah pusat melalui rekening masing-masing rumah sakit,” tuturnya (BB-DIO)