Oleh : R Ferdian Andi R (Jurnalis media online inilah.com)

POSISI Calon Wakil Presiden dalam Pemilu 2019 ini cukup mencuri perhatian di panggung politik nasional. Kendati secara konstitusional hanya menjadi pembantu presiden, nyatanya posisi Cawapres cukup seksi dan dinilai menjadi penentu kemenangan. Bagaimana efek kejut dari Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno dalam Pilpres 2019 ini?

Pilihan Jokowi kepada Ma’ruf Amin mengejutkan publik. Betapa tidak, nama Ma’ruf baru muncul di saat para pimpinan partai koalisi berkumpul hendak mengumumkan siapa nama Cawapres Jokowi. Padahal, beberapa jam sebelum pimpinan partai koalisi berkumpul, nama Mahfud MD yang menguat. Bahkan, mantan Ketua MK itu telah mengurus berbagai syarat administrasi pencapresan, termasuk memilih kostum untuk deklrasi.

Tak kalah dramatis juga terjadi di kubu Prabowo. Menguatnya nama Sandiaga Uno baru muncul H-1 jelang batas akhir pendaftaran capres. Padahal sebelumnya, nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sempat mencuat. Akhirnya Sandiaga disepakati partai koalisi untuk menjadi pendamping Prabowo. Konsekuensinya, Sandiaga harus menanggalkan atribut Gerindra. Ia dijadikan sosok independen, tidak mewakili partai manapun.

Bagaimana dua figur ini mampu memberi efek kejut bagi masing-masing tandemnya? Latar belakang masing-masing Cawapres tentu menjadi dasar pilihan partai koalisi termasuk Capres. Harapannya, mampu mengerek elektabilitas sang kandidat presiden. Ujungnya kemenangan yang diharapkan.

Ma’ruf Amin yang berlatar belakang seorang ulama, jelas menjadi pertimbangan paling dominan dalam memilih pria yang pernah pindah-pindah partai hingga tiga kali ini. Mulai PPP, PKB hingga Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), partai sempalan PKB. Maka narasi yang muncul dari pasangan ini sejak diumumkan yakni kolaborasi umara’ dan ulama’.

Tidak sedikit pihak yang kurang nyaman atas pilihan Ma’ruf Amin sebagai Cawapres Jokowi ini. Setidaknya, respons publik tidak seantuasias saat nama Mahfud mencuat sebagai Cawapres Jokowi. Bahkan, tidak sedikit yang berseloroh bakal tidak memilih dalam Pemilu 2019 mendatang lantaran pasangan yang dipilih Jokowi di luar ekspektasi.

Ketua Umum DPP PPP M Romahurmuziy menyebutkan nama Ma’ruf Amin dapat mengisi kekosongan yang dimiliki Jokowi yang dipersepsikan pihak lainnya defisit soal keagamaan. “KH Ma’ruf sebagai figur yang sangat kental warna ‘hijau’nya, akan melengkapi postur Pak Jokowi yang selama ini selalu dinarasikan oleh lawan politik sebagai figur yang defisit di aspek religiusitas,” sebut Romi melalui akun twitternya.

Selain itu, latar belakang Ma’ruf sebagai Rois Aam PBNU juga dinilai mampu mengerek suara dari warga nahdliyin untuk memilih pasangan ini. Untuk poin ini perlu diverifikasi di lapangan. Setidaknya, Pemilu 2009 lalu menjadi pelajaran penting, menjadikan pimpinan ormas seperti NU tidak otomatis bisa membawa suara warga NU memilih pasangan ini.

Kala itu, majunya Hasyim Muzadi mendampingi Megawati serta Salahudin Wahid mendampingi Wiranto nyatanya tak mampu memborong suara warga NU untuk memilih pasangan ini. Bahkan di putaran kedua Mega-Hasyim tetap kalah dengan pasangan SBY-JK yang sama sekali tidak membawa atribut NU.

Adapun figur Sandiaga Uno yang menjadi pilihan Prabowo dan disepakati partai koalisi juga setali tiga uang. Pilihan Sandi yang berlatar belakang sebagai pengusaha, berusia muda serta mewakili karakter muslim kota, juga menjadi pertimbangan terpilihnya mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini sebagai Cawapres Prabowo.

Melimpahnya pemilih pemula dalam Pemilu 2019 sebesar 14 juta dibidik oleh pasangan ini dengan menempatkan Sandi sebagai Cawapres. Angka tersebut cukup signifikan untuk membantu kemenangan pasangan ini.

Di samping itu, kiprah Sandi saat berada di Pemprov DKI Jakarta yang menggelorakan Oke Oce dapat menjadi modal penting untuk menunjang perekonomian nasional yang belakangan memang menjadi isu penting di pemerintahan saat ini.

Meski, sederet latar belakang dan kiprah yang dimiliki Sandi tentu perlu dikonfirmasi ke pemilih apakah hal tersebut dapat memikat pemilih untuk memilih pasangan ini atau tidak. Masih tersisa waktu delapan bulan untuk memastikan dukungan itu ke publik.

Ma’ruf dan Sandi dalam kenyataannya tak banyak memberi efek kejut bagi pasangannya. Publik justru terkejut mengapa dua figur tersebut yang dipilih sebagai Cawapres. Pengeblokan pemilih tetap tidak bisa dihindari seperti yang terjadi di Pemilu 2014 termasuk di Pilkada 2017 lalu. Bedanya, Pemilu 2019 ini eskalasi diprediksikan tidak sepanas pada dua hajatan demokrasi sebelumnya (***)