‘Saya pandang sekali lagi meme untuk Ratna, tapi ada kejanggalan di sana’.

Jika kasus penganiayaan fisik atas Ratna Sarumpaet benar, ini akan memberikan efek elektoral negatif kepada Jokowi. Tapi jika kasus penganiayan Ratna ternyata hanya kebohongan publik, ini akan memberikan efek elektoral negatif kepada Prabowo. Efek itu akan segera terasa di segmen pemilih kaum terpelajar.

Itulah reaksi cepat saya selaku peneliti opini publik. Karena tradisi yang panjang, saya terbentuk tak hanya melihat benar atau tidaknya sebuah peristiwa. Ada impulse otomatis yang membuat saya mengimajinasikan efek elektoralnya.

Sejak semalam, lama saya tercenung oleh kasus Ratna Sarumpaet. Saya sudah melihat kejanggalan walau simpati saya ada pada Ratna yang menjadi korban.

Malam itu selesai sudah meme saya buat tentang Ratna, dan siap saya publikasi. Walau sering berbeda soal isu politik, saya ingin membela Ratna Sarumpaet jika benar ia dianiaya hanya karena sikap politiknya.

Berita online begitu gencar soal pemukulan Ratna oleh orang tak dikenal. Kubu politik sebelah sana, termasuk Prabowo, Amien Rais, Fadli Zon sudah menyatakan sikap simpati dan protes. Bahkan banyak pula pendukung kubu Jokowi tak bisa menerima jika Ratna dianiaya.

Saya pandang sekali lagi meme saya untuk Ratna.  Tapi ada dua kejanggalan di sana. Saya tunda dulu niat saya mengirimkannya ke ke publik.

Kejanggalan pertama, soal sikap Ratna. Dalam kasus penganiayaan itu, kok Ratna tak seperti yang saya kenal.

Yang saya kenal, Ratna seorang wanita besi, the Iron lady. Ia tak bisa dibuat bisu jika ia merasa ada yang tak adil. Tak peduli, siapapun ia terjang.

Tanya saya dalam hati, kok kali ini Ratna tampil beda. Padahal ia tak hanya melihat ketidakadilan. Ia sendiri dianiaya secara fisik. Mengapa aum singanya tak keluar. Ia malah dikesankan trauma, diam, takut. Separah itu kah efek psikologis kasus penganiayaan ini? Sehingga karakter Ratnapun berubah?

Kejanggalan kedua ada pada  foto wajahnya yang bonyok. Kok kekerasan bisa membuat bonyok yang sangat simetris di mata kanan dan kiri? Saya pandang lagi kedua matanya. Lembamnya sungguh simetris, mirip antara kanan dan kiri. Apakah ini sebuah kebetulan yang sangat?

Besok paginya, sayapun mengeksplor. Sebagai peniliti dan aktivis, saya kontak kanan dan kiri.

Hari ini sejak jam 6.00 pagi saya mendapatkan info yang sangat berbeda. Sayapun dikirim hasil investigasi polisi lengkap dengan tak hanya data CCTV, transfer bank, dan hasil alat detektor yang bisa menyelidiki ketika kejadian 21 Sept itu, sesungguhnya Ratna ada di mana.

Data HP menunjukkan tanggal 21 Sept yang dikabarkan Ratna di Bandung, sebenarnya ia ada di Jakarta bahkan sampai hari berikutnya.  Tak ada pula seminar internasional yang melibatkan orang asing di Bandung saat itu, seperti yang beredar.

Munculah narasi yang berbeda. Tak ada kasus pemukulan atas Ratna Sarumpaet. Wajah bonyok itu hanya efek operasi kecantikan belaka. Namun foto Ratna yang bonyok itu keburu viral.

Dalam suasana persaingan pilpres, kisah wajah bonyok karena operasi kecantikan pun berubah. Ia menjadi bonyok karena dikeroyok orang tak dikenal. Ratna Sarumpaet sendiri ketika tulisan ini dibuat belum bersuara.

Akhirnya saya mengubah meme saya untuk Ratna Sarumpaet. Saya buat lebih seimbang. Jika Ratna dianiaya, saya ingin mengutuk penganiayaan. Namun jika kisah penganiayaan oleh orang tak dikenal ternyata hanya kebohongan publik, saya pun mengutuknya.

Saya beri teks meme itu: “Theater Dalam Piplres 2019: Dan kita termasuk orang yang tak menyukai kekerasan ataupun kebohongan publik.” Yang mana yang benar dari dua narasi itu? Kini kasus Ratna sedang ditangani polisi

Apa pembelajaran penting kasus Ratna? Tak hanya orang awam, pemimpin politik kita terlalu cepat berprasangka. Tanpa cek dan recek yang memadai, langsung membuat pernyataan. Apa jadinya jika kita berkuasa nanti, jika karakter kita terlalu cepat merespon tanpa melakukan cek dan recheck yang memadai?

Jika nanti terbukti kasus Ratna itu hanya operasi kecantikan belaka, sama sekali tak ada kasus pemukulan, tidakkah semua kita menjadi malu? Atau kita semua tertawa memikirkan alangkah lucunya kita bisa dikecoh dan dipermainkan, dengan mudahnya?

Namun jika ternyata Ratna mengalami kekerasan, hati kita untuk Ratna dan semua pihak yang membelanya. Pilpres 2019 akan juga dikenang karena drama satu babak Ratna Sarumpaet ini.

Oleh: Denny JA, (Konsultan Politik LSI)