Oleh: Heder Sanaky (Pemerhati Masalah Sosial dari Kota Ambon)

SAAT ini banyak sekali yang memprovokasi maupun yang menyebarkan narasi propaganda menyatakan bahwa Pancasila tidak sejalan dengan Islam, Pancasila tidak mencerminka nilai-nilai Islam, bahkan sampai mengatakan bahwa ideologi Pancasila membawa kekafiran karena ideologi Pancasila merupakan thogut.

Narasi seperti inilah yang kemudian dikembangkan oleh sekelompok orang yang ingin negara Indonesia hancur, sekelompok orang yang selalu mengatasnamakan agama sebagai justifikasi pembenarnya.

Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang dibangun berlandaskan Ketuhanan yang Maha Esa, sebuah ideologi yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa yang bukan saja dari kalangan nasionalis namun juga merupakan para ulama yang alim dan mempunyai kapasitas serta kapabilitas keilmuan agama yang mumpuni, maka sejatinya tidak perlu diragukan lagi.

Kandungan religius, sosial, politis, moral, atau ekonomi yang terdapat dalam Islam sesungguhnya sudah terkandung dalam kelima sila dalam Pancasila.

Sila Pertama,  “Ketuhanan Yang Maha Esa” secara gamblang sudah tertuang dalam  Al-Quran pada surah Al-Ihlas, Artinya : “(1) Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. (2) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (3) Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, (4) dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS Al Ikhlas 112:1-4).

Sila pertama ini kemudian terjawantahkan dalam berbagai hukum Islam yang masuk ke dalam undang-undang yang banyak sekali mengatur tentang pernikahan, waris dan juga negara mengurus keperluan masyarakat yang ingin berhaji dan lain sebagainya sehingga narasi yang dikembangkan oleh sekelompok orang yang menyatakan bahwa Pansial tidak sejalan dengan islam adalah narasi yang ingin memecahbelah NKRI.

Sila Kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Alinea ini sejalan dengan surah An-nisa ayat 135.  Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan‫. Q.S. Annisa (4:135)

Seperti yang kita telah ketahui bersama bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa wahyu merupakan seorang rasul yang hadir untuk membawa keadilan yang setara bagi semua mahluk dimuka bumi, maka kemudian Islam merupakan ‘rahmatan lil’alamin’ bagi semua alam.

Demikian juga di Indonesia semua berada pada posisi yang setara dihadapan hukum tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah, maka jika terdapat narasi yang mengatakan kriminalisasi terhadap seseorang ataupun kelompok harus dicermati secara baik dan bijak tentang apa sebenarnya yang sedang terjadi.

Masyarakat jangan langsung percaya terhadap berita yang disebarkan kros ceklah dahulu sebelum mempercayainya sebagai sebuah kebenaran, maka didalam islam terdapat ajaran yang namanya tabayyun  agar kemudian kita tidak menyesal dikemudian hari, dalam surah Al-Hujurat ayat 6 disebutkan : Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Al-Hujurat :6).

Sila Ketiga, “Persatuan Indonesia”, termaktub dalam surah Al-Hujurat ayat 13 yang artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat : 13)

Indonesia yang diberkahi dengan ratusan suku, budaya dan bahasa tentu saja harus diramut dengan sebaik-baiknya maka meskipun berbeda namun Allah memerintahkan kita untuk saling mengenal agar tidak terjadi perpecahan dan tidak saling merasa paling tinggi antara satu suku dengan suku lainnya karena yang membedakan dihadapan Allah adalah ketakwaan dihadapan Allah SWT. Maka oleh karena itulah kita harus memperkuat ukhuwah Islamiyah, ukhuwah Wathoniyah dan ukhuwah Basyariyah.

Sila Keempat, “Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaa Dalam Permusyawaratan Perwakilan” sesuai dengan surah Asy-Syura ayat 38 Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (Q.S. As-Syura : 38)

Sila Kelima, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. sesuai dengan surah An-Nahl 90, artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Q.S. An Nahl 90).

Jadi, sesungguhnya yang perlu kita lakukan adalah fokus terhadap implementasi nilai-nilai luhur Pancasila, bukan malah memperdebatkannya secara teoritis atau bahkan berkeinginan menggantinya dengan mengimpor ideologi atau dasar yang lain.

Walhasil, kita perlu menghargai perjalanan sejarah bangsa yang telah merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang tidak mudah dan tidak main-main itu. Kita harus menghormati para founding fathers kita yang telah berkorban secara total dan secara bijaksana mencari titik temu (kalimatun sawa) tentang ideologi yang disepakati bersama.

Sebagai eklektisitas negara sekuler dan negara Islam, Pancasila tidak hanya menonjolkan semangat demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang memberi ruang kepada kebebasan individu dan menarik peran negara untuk mengaturnya, tetapi juga meletakkan bingkai Ketuhanan Yang Maha Esa, yang sesuai prinsip ketauhidan dalam Islam dan kemanusiaan yang bermartabat dan berkeadilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Intinya, nilai-nilai dasar Pancasila tidak bertentangan dengan semangat Islam dan sudah sesuai dengan ajaran Islam yang rahmatan lil-alamin (rahmat bagi seluruh alam).

Demikianlah bahwa kita harus patut bersyukur hidup di Indonesia yang penuh dengan kedamaian, perdamaian yang telah terwujud jangan sampai kemudian dipecah belah dengan masuknya paham-paham yang ingin mengganti ideologi Pancasila.

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang memiliki umur yang diberkahi Allah SWT sehingga kita dapat memanfaatkan umur kita dengan sebaik-baiknya dan dapat menjalankan tuntunan Nabi Muhammad SAW yang setiap harinya memohon ampun dan perlindungan Allah SWT. (***)