Kesimpulan

Dari uraian saya di atas maka saya tiba pada kesimpulan sebagai berikut:

1. Secara keseluruhan dari berbagai indikator sosial ekonomi di atas menunjukan bahwa belum ada kemajuan yang signifikan dari proses pembangunan di Maluku, hal itu ditandai dengan PDRB Maluku dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan yang menurun setiap tahun, dan tingkat pertumbuhan yang rendah baik triwulan maupun tahunan.

  1. Masalah pengangguran masih menjadi persoalan yang serius dan belum tertangani dengan baik, sebagai akibat rendahnya kesempatan kerja dan terjadi perbandingan yang negatif dimana penambahan penduduk bekerja masih diikuti dengan lambannya kesempatan kerja.
  2. Angka pengangguran di pedesaan di Maluku reltif tinggi jika dibandingkan dengan desa, dan jika dilihat menurut jenis kelamin maka angka pengangguran perempuan di Maluku lebih tinggi dari penduduk laki-laki.
  3. Seperti halnya pengangguran, maka masalah kemiskinan juga merupakan masalah serius yang perlu ditangani dengan bauran kebijakan yang tepat. Karena sekalipun secara numerik angka kemiskinan selama satu dekade cendrung menurun, tetapi penurunan itu tidak memperbaiki tingkat keparahan dan kedalaman kemiskinan di Maluku sehingga kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat masih rendah.
  4. Dilihat dari besarnya tingkat kesenjangan atau ketimpangan dalam masyarakat, maka indeks gini (gini rasio) Maluku masih dikategorikan rendah namun dibarengi dengan meningkatnya masyarakat miskin di pedesaan
  5. Turunnya NTP gabungan Maluku di bawah 100 menunjukan bahwa petani maluku masih mengalami kerugian karena indeks diterima petani lebih kecil dari indek yang dibayar petani. Kondisi ini terjadi karena rendahnya produktivitas sektor pertanian.
  6. Capaian IPM Maluku 69,45 pada tahun 2019, namun posisi Maluku secara Nasional ada di urutan 26 dari 34 Provinsi dan masuk kategori sedang. Posisi ini tetap bertahan selam kurang lebih satu dekade atau selama 10 tahun terakhir, berarti pembangunan manusia Maluku selama periode ini belum memberikan hasil yang signifikan.
  7. Dala pembangunan pedesaan selama ini IPDes Maluku 51,13 lebih kecil dari IPD Nasional 59,36. Desa tertinggal di Maluku sampai tahun 2018 adalah 558 desa (46,42%), Desa berkembang sebesar 613 desa (51,00 ) dan desa mandiri sebesar 31 desa (2,58 %).
  8. Provinsi Maluku memiliki nilai rata-rata indeks dengan ketegori tertinggal yakni pada dimensi pelayanan dasar (48,84); dimensi kondisi infrastruktur (33,22); dan dimensi pelayanan umum (46,93).

Dari kesimpulan di atas perlu saya ingin katakan dan mengakui bahwa semua pembangunan selama ini menunjukan adanya perbaikan di semua dimensi kehidupan masyarakat. Namun bukan berarti pembangunan Maluku sudah berhasil untuk menjawab problematika masyarakat, khususnya dalam rangka membangun manusia maluku yang sehat, edukated dan berkualitas.

Terjadi pelambatan dalam roda perekonomian Maluku selama ini harus dicari solusi yang konkrit dari pemerintah daerah baik Provinsi maupun kabupaten/Kota yang ada di maluku. Karena itu pembangunan ekonomi harus diimbangi dengan pembangunan politik di maluku sehingga kedua variabel ini bersinergi menjadi satu kekuatan besar dalam percepatan pembangunan di maluku.

Dalam kaitan ini maka saya mengharapkan agar siapapun dia sebagai Pengamat dan akademisi dapat melakukan kajian, studi yang bersifat komprehensif ataupun parsial terhadap proses pembangunan maluku dalan menyampaikan kepada masyarakat dan pemerintah daerah secara jujur dan bebsa nilai.

Kalau kita semua inginkan agar pemerintahan Murad-Orno berhasil dalam mewujudkan Visi-Misinya untuk membangun Maluku, kita harus secara jujur berkata, sehingga hal itu menjadi suatu masukan yang konstruktif bagi pemerintahan Murad-Orno ke depan

Secara jujur saya mau katakan bahwa indikator sosial ekonomi yang dicapai Maluku saat ini, terlepas dari baik-buruknya, itu bukan gambaran kinerja pemerintahan Murad-Orno, karena mereka baru satu tahun (24 April 2019 – 24 April 2020) menjalankan pemerintahannya.

Dan yang selama ini dilakukan Murad-Orno adalah hal-hal yang masih bersifat kebijakan semata dan kebijakan tersebut lebih bersifat kebijakan politis. Saya belum melihat pemerintahan Murad-Orno membuat kebijakan-kebijaka ekonomi yang populis dan spektakuler untuk membangun ekonomi Maluku sehingga memberikan dampak yang sistimatis dan masif bagi perekonomian Maluku.

Oleh karena itu sebagai pengamat atau akademisi mari kita membantu pemerintahan Murad-Orno untuk membangun Maluku, secara bersama-sama sekalipun itu hanya bersifat konsep pemikiran, karena Murad-Orno saja yang memiliki kewenangan eksekusi, dan kita punya kewajiban bersama untuk memberikan dukungan positif, bukan dengan peniaian-penilaian yang ‘Asal Bapak Senang” (selesai)