Pengumuman Pemerintah tentang penerimaan CPNS disambut hangat dan antusias oleh para pencari kerja,  terutama para sarjana yang baru lulus maupun sarjana yang sudah lama menganggur. Bahkan tidak sedikit mereka yang sudah bekerja pun,   masih tetap mengidolakan impiannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Berita penerimaan CPNS mengalahkan popularitas berita lainnya. Hangatnya pemberitaan penerimaan CPNS mengindikasikan bahwa hingga kini masyarakat masih tetap menganggap bahwa profesi sebagai  PNS, merupakan profesi bergengsi yang diincar oleh banyak pencari kerja.

Fenomena Kerja PNS

Ukuran keberhasilan orang tua menyekolahkan anaknya dikaitkan dengan status pekerjaan setelah selesai kuliah. Jika kelak anaknya tamat dan bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka dikatakan anaknya telah sukses, dan jika bekerja di luar PNS  seolah-olah dianggap sebagai pekerjaan kelas dua. Di sini  prestise lebih diunggulkan dibandingkan dengan prestasi. Pencitraan seperti ini terwariskan dari generasi ke generasi yang  menjelajah pemikiran masyarakat kita.

Menjadi “orang gajian” lebih baik dari pekerjaan sebagai wirausaha. Orang berlomba mengejar status, kedudukan dan materi, alasannya sangat pragmatis, jadi PNS memiliki keunggulan dibanding dengan profesi lainnya.

Di samping kerjanya ringan, pakain kerjanya rapi dan necis,  masa depan dirinya dan keluarganya dijamin pemerintah, tidak ada target produksi, status sosialnya terangkat, gajinya cukup besar, mau minjam uang ke bank pun relatif lebih mudah, dan masih banyak kesenangan lain yang dimiliki oleh seorang yang menjadi PNS.

Lebih menyenangkan lagi pada saat  jam kerja,  mereka ada waktu untuk sekadar shopping ke mal, ke pasar tradisional, berkeliaran di warung kopi,  menjemput anak sekolah dan sebagainya. Apakah fenomena santai seperti itu yang menyebabkan pencari kerja berbondong-bondong mengincar profesi sebagai PNS.

Hidup adalah Pilihan

Dalam hidup ada dua jalan kehidupan berbeda, kita berhak untuk memilih dan meraihnya: apakah kita memilih jadi karyawan yang berarti kita sudah dibeli oleh instansi/ perusahaan, atau memilih sebagai pengusaha yang memberi peluang untuk menikmati hidup bahagia.

Perbedaan yang mendasar, bila jadi karyawan kita bekerja keras untuk uang, sedangkan bila jadi pengusaha uang bekerja untuk kita. Ini semua bergantung pada kita.

Bila kita memilih jadi pengusaha konsekuensinya adalah harus mampu dan mau bekerja keras dengan berbagai risiko yang akan dihadapi. Namun jika kita ingin santai dan menjadi orang gajian dengan penghasilan datar maka pilihlah menjadi pegawai.

Fakta yang teramati sekarang ini, lulusan kuliah terus bertambah setiap tahunnya, tetapi tingkat pengangguran juga semakin banyak. Hal ini menandakan para lulusan tidak sanggup berkompetisi pada dunia kerja.

Akankah mereka terus menunggu dalam ketidakpastian, menunggu ada lowongan kerja? Sementara ada profesi lain sebagai wirausaha yang setiap hari terus membuka lowongan tanpa harus memakai surat lamaran dan tanpa ada seleksi ujian tertulis dan ujian teori; yang ada adalah ujian praktik yaitu praktik berwirausaha. Saat ini untuk menjadi sarjana tidaklah sulit, namun untuk menanamkan roh jiwa wirausaha kepada mahasiswa merupakan pekerjaan yang sangat sulit.

Bangsa kita  akan bangkit  manakala banyak terlahir wirausaha baru, karena itu negeri kita perlu wirausaha sebanyak-banyaknya. Persoalannya, mind set masyarakat kita sulit untuk diubah, seolah-olah hasil akhir dari proses pendidikan adalah untuk menjadi pegawai.

Jika tidak ada perubahan paradigma berpikir kritis, maka ledakan angka pengangguran di negeri kita akan mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Lantas mau dikemanakan sarjana-sarjana tersebut jika ternayata mereka menganggur? Haruskah mereka kita biarkan berstatus sebagai pengangguran intelektual?

Karena itu maka kiat mengatasi pengangguran adalah  menanamkan jiwa wirausaha  sejak dini  kepada mereka, bila perlu sejak masih pada tingkat sekolah dasar. Pendidikan merupakan jalan mengantarkan seseorang menjadi entrepreneur. Melalui pendidikan orang akan memperoleh pengaruh yang baik untuk menjadi wirausaha. Namun untuk mencapai hal tersebut perlu ada sistem pendidikan yang menyeluruh, agar mampu menghasilkan orang-orang yang mandiri dan utuh,  agar mampu memperbaiki kualitas kehidupannya.

Sistem pendidikan perlu ditata kembali, sehingga pendidikan kewirausahaan yang diberikan sejak dini akan mampu melahirkan wirausaha baru yang mampu menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. Ajarkan spirit wirausaha kepada anak-anak kita baik di rumah, maupun di sekolah. Ada falsafah yang menyatakan apabila kita  tidak bisa, maka kita harus dipaksa, apabila dipaksa maka kita akan terpaksa, apabila kita terpaksa maka kita akan bisa, apabila kita sudah bisa maka kita akan terbiasa, bila kita sudah terbiasa maka kita akan menjadi luar biasa, yakni sukses sebagai seorang wirausaha. Dengan lahirnya wirausaha baru akan menghasilkan efek lainnya bagi perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat dan dampak positif lain bagi lingkungannya.

Budaya Feodalisme

Secara historis masyarakat kita memiliki sikap feodal yang diwarisi dari penjajah Belanda, dimana profesi sebagai pegawai memiliki status sosial cukup tinggi dan disegani oleh masyarakat. Di tengah kondisi ekonomi yang dirasakan sangat memberatkan, pilihan untuk menjadi PNS agaknya dijadikan harapan demi mengamankan kestabilan perekonomian rumah tangga. Inilah yang menjadikan minat untuk menjadi seorang PNS demikian kuat berkembang di tengah masyarakat.

Jiwa dan roh feodalistik masih melekat, dimana ada kecenderungan sikap masyarakat selalu memposisikan atau mengistimewakan status sosial seseorang khususnya kepada  PNS;  apalagi yang bersangkutan memegang jabatan. Pemerintahpun  juga menjadi sumber penyebab praktik pola hubungan yang feodalistik. Kita bisa melihat bagaimana pejabat publik mendapatkan perlakuan istimewa, ketika yang bersangkutan melakukan kegiatan kedinasan. Semua dipersiapkan dengan sempurna, mulai dari  penyambutan, ruang  tempat pertemuan, konsumsi, sampai dengan urusan tidur pun diistimewakan, belum lagi jika pejabat yang datang berasal dari pusat.

Sikap feodalistik yang sangat berlebihan dalam struktur birokrasi ini tentu bermuara pada tumbuh suburnya roh kapitalisme. Budaya feodalisme ini sudah demikian melembaga, sehingga kalau tidak dilaksanakan malah terasa aneh.

Fakta tersebut yang menyebabkan profesi sebagai PNS menjadi incaran semua orang, terkesan mewah, dilayani, dihormati dan selalu didahulukan.

Siapa yang tidak tertarik dengan kemewahan dan kemegahan seperti itu? Padahal sejatinya kita adalah pelayan masyarakat bukan malah sebaliknya minta dilayani.

Pintu Rezeki yang  Sempit

Ada keterangan yang menyebutkan bahwa sembilan dari sepuluh rezeki ada pada dunia perdagangan. Hal ini menunjukkan bahwa pintu-pintu rezeki akan terbuka lebar ketika seseorang  memasuki dunia perdagangan atau bisnis.

Mereka yang mau berbisnis akan mempunyai banyak kesempatan meraih kekayaan yang jauh lebih banyak dan lebih cepat dibanding sekadar bekerja menjadi pegawai, apapun status dan kedudukannya. Artinya imbalan atau penghasilan di dunia kerja tidaklah seberapa jika dibanding dengan dunia bisnis.

Sebuah ironi  massal, tatkala orang-orang memburu pekerjaan sebagai PNS, mereka kasak kusuk untuk membayar dan bersedia membayar puluhan bahkan ratusan juta demi untuk memperoleh gaji bulanan yang nominalnya hanya sekitar tiga jutaan. Padahal kalau uang tersebut diinvestasikan dalam sebuah bisnis mereka akan mendapat imbalan yang jauh lebih besar.

Dampak lain menjadi PNS adalah yang bersangkutan akan mendapatkan penghasilan dengan grafik yang mendatar, berbeda dengan profesi sebagai wirausaha, grafiknya akan cepat naik dan tentunya akan diikuti dengan meningkatnya infaq sedekah dan amal baik lainnya. Selanjutnya jika kita menekuni  profesi sebagai pegawai akan menghabiskan banyak waktu untuk kegiatan di kantor sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hidupnya bagaikan robot yang secara terus menerus menjalankan aktivfitas rutin.

Karena itulah tidak usah ngotot ingin menjadi PNS, karena ia merupakan pintu rezeki yang paling sempit. Kita bisa bayangkan, satu formasi lowongan kerja PNS bisa diperebutkan ribuan calon pelamar, berarti sangatlah sempit peluang kita untuk bisa meraihnya.

Namun kalau jika ada peluang untuk itu, jangan ditolak, karena ada yang menilai pekerjaan yang paling enak di dunia adalah menjadi PNS, kerjanya enak dan bila perlu enak-enakan, gajinya pasti dan hidupnya ditanggung pemerintah.

Sah-sah saja Anda menjadi PNS, tetapi yang pasti untuk hidup bahagia tidak harus melalui jalur menjadi PNS, bahkan menjadi wirausaha bisa lebih cepat kita raih untuk  menikmati kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Amin.***

Oleh : Machasin  (Dosen Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Unri)