Oleh :  M.J. Latuconsina, S.IP, MA (Pemerhati Sosial Politik)

“Hidup adalah penyakit, seluruh dunia adalah rumah sakit, dan kematian adalah dokter kita.”

KATA-kata ini merupakan ungkapan Christian Johann Heinrich Heine (1797-1856), yang populer dengan sapaan Heinrich Heine, seorang penyair dan kritikus sastra berkebangsaan Jerman. Salah satu karyanya yang hits pada zamannya yakni, “Buch der Lieder”. Ia terkenal di luar Jerman untuk puisi lirik awalnya, yang diatur dengan musik dalam bentuk Lieder (lagu seni) oleh komposer Robert Schumann (1810-1856) dan Franz Schubert (1797-1828). Pandangan politik yang radikal menyebabkan banyak karyanya yang dilarang oleh pemerintah Jerman.

Ungkapan kontemplatif sastrawan kelahiran Kota Düsseldorf Jerman bagian barat itu, menemui kenyataannya, tatkala Virus Corona atau Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) menghinggapi seluruh dunia, dan membuat panik warga dunia. Semua negara berlomba-lomba mencegah penyebaran virus mematikan ini. Tak terkecuali juga negara kita serius mencegah penyebaran virus ini. Pada titik ini, prophetic values (nilai-nilai kenabian) bisa menjadi sandaran bagi kita dalam menghadapi virus yang menglobal ini, disamping  handling health experts (penangan ahli kesehatan) secara serius.

Prophetic values itu dapat kita simak pada Nabi Ayyub ‘alaihissalam (1540-1420 SM). Ujian yang datang dari Allah SWT bisa bermacam-macam, contohnya adalah diberikan penyakit, diambil harta kekayaan, serta diambil pula anggota keluarga. Nabi Ayub merupakan pribadi yang sangat sabar sekaligus taat kepada Allah SWT. Ia mengalami ujian selama belasan tahun.

Sebagaimana diketahui, Nabi Ayyub AS dulunya adalah seorang yang sangat kaya dan taat beribadah kepada Allah. Siang dan malam, ia pergunakan untuk beribadah. Siangnya berpuasa dan malamnya digunakan untuk bermunajat kepada Allah. Harta kekayaaan yang dimilikinya tak membuat ia kufur. Sebaliknya, ia selalu mensyukuri seluruh karunia Allah tersebut.

Iblis tak senang melihat ibadah Nabi Ayyub AS. Ia memohon izin kepada Allah untuk menggoda dan menjerumuskannya ke dalam golongan orang-orang yang sesat dan ingkar. Iblis mengira, ibadah yang dikerjakan Nabi Ayyub AS itu disebabkan kekayaan yang melimpah dan anak yang banyak serta istri yang selalu setia. Oleh karena itu, Iblis ingin menggodanya agar Ayyub tersesat. Allah pun memberikan izin kepada Iblis untuk menggoda Nabi Ayyub. Dan, Allah juga mengujinya dengan sakit yang sangat parah dan menjijikkan. Di antaranya berupa penyakit kulit.

Ulat-ulat pun banyak yang menikmati penderitaan Nabi Ayyub itu. Secara perlahan, harta-hartanya berkurang dan akhirnya habis. Anak-anaknya diwafatkan oleh Allah. Istrinya pun meninggalkan Nabi Ayyub karena tak sanggup dengan bau penyakit yang diderita suaminya.Ditambahkan oleh Ibnu Katsir, yang mengutip pendapatnya Ibnu Asakir, Ayyub memiliki sejumlah tanah. Disebutkan, seluruh wilayah Batsinah di daerah Hauran dimiliki Nabi Ayyub. Kemudian, kenikmatan itu diambil darinya dan ia diuji dengan berbagai musibah.

Tubuh Nabi Ayyub semuanya terkena penyakit. Hampir tak ada secuil pun anggota badannya yang sehat, kecuali lisan dan hatinya. Dengan lisan dan hatinya itu, ia berzikir kepada Allah. Semua ujian itu tak menggoyahkan Nabi Ayyub AS. Bukannya menghentikan ibadah, Nabi Ayyub malah semakin giat melaksanakan ajaran Allah. Nabi Ayyub yakin bahwa semua itu adalah ujian Allah untuk menguji kesabarannya.

Dalam suatu riwayat, disebutkan, saking sabarnya Nabi Ayyub, konon ketika ada ulat yang terjatuh dari badannya, ia akan mengambil ulat itu dan meletakkan kembali ke tempat tubuhnya yang digigit. Ia pun semakin rajin dan giat melaksanakan ibadahnya. Karena kesabarannya dalam menghadapi ujian itu, Allah pun memujinya. ”Sesungguhnya, Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya, dia amat taat (kepada Tuhan-Nya).” (QS Shad [38]: 44).

***

Dalam perspektif prophetic values Ayyub bahwa, penyakit itu bagian dari cobaan yang di berikan Allah SWT, tak hanya handling health experts secara serius dilakukan, melainkan perlu dibarengi dengan bersabar ,yang diringi kedekatan kita dengan Allah SWT melalui doa dan sholat. Paling tidak perpektif prophetic values Ayyub menjadi suatu teladan bagi kita. Mengakhirinya mengutip ungkapan Rene Descartes (1596-1650), seorang filusf berkebangsaan Prancis, yang populer melalui karyanya “Principles of Philosophy” bahwa, “seorang optimis melihat sebuah cahaya ketika kegelapan, tapi mengapa orang pesimis harus selalu menghilangkan cahaya itu ?. Mari kita optimis menghadapi dinamika zaman yang penuh tantangan. (okezone.com, 2018, republika.co.id, 2020). (***)