Oleh : Dr. Ir. Robert Hutagalung, M.Si (Ketua Jurusan Teknik Geologi Unpatti)

MALUKU terletak di antara tiga lempeng tektonik, yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik  dan Lempeng Indo-Australia. Lempeng Eurasia relatif diam, Lempeng Pasifik bergerak dari utara ke arah Barat Daya dengan kecepatan 11 cm/tahun dan Lempeng Indo-Australia bergerak dari selatan  ke utara sedikit miring ke arah timur laut dengan kecepatan 7,1 cm/tahun.

Ketiga lempeng ini  mengapit kepulauan Maluku. Pertemuan ketiga lempeng tersebut membentuk zona subduksi yang menghasilkan palung dengan kedalaman 4.500-7.000meter.

Zona benturan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia  memanjang dari arah Barat pulau Sumatera sampai ke selatan pulau Jawa-Bali-Sumbaya-timor,  membelok ke utara di wilayah laut banda (sebelah Barat Pulau Seram) kemudian membelok lagi  ke arah timur di Utara pulau Seram.

Akibat benturan tersebut, maka terbentuklah patahan-patahan (sesar-sesar) di  wilayah Kepulauan Maluku yang merupakan potensi gempa tektonik maupun tsunami. Pada umumnya patahan-patahan ini berarah Barat-Timur Laut. Sesar ini merupakan sesar aktif.

Dari sejarah tsunami yang tercatat 100 tahun terakhir bahwa gempa tektonik dengan tsunami  yang pernah di Indonesia sebanyak 25-30% terjadi di wilayah Laut Maluku dan Laut Banda. Sumber  utamanya adalah zona benturan di Laut Banda, zona subduksi di wilayah utara pulau Seram.

Zona  benturan Laut Maluku sekitar antara pulau Halmahera dan pulau Sulawesi, ditambah dengan sesar  yang mengarah dari kepala burung pulau Papua memanjang ke arah Timur di wilayah utara pulau  Seram. Sesar-sesar inilah yang merupakan sumber-sumber gempa tektonik besar di wilayah Maluku.

Tahun 1974 dengan tinggi gelombang 70-80meter dan tahun 1852 dengan ketinggian gelombang  8 meter. Dari data tersebut diperoleh lebih dari 30 kali gempa besar dan tsunami terjadi di Maluku dan  empat diantaranya diakibatkan oleh meletusnya gunung api di bawah laut.

Bila dihubungkan dengan  jarak sumber gempa tersebut dengan pulau Ambon adalah cukup jauh, sekalipun pengaruhnya tetap  ada. Aktifitas tektonik ini mengakibatkan adanya sesar-sesar ditemukan di darat, misalnya di pulau  Seram dan pulau Buru.

Gempa tektonik yang sumbernya di darat akibat sesar aktif, walaupun  aplitudo/ magnitudonya tidak terlalu besar dibandingkan dengan di wilayah zona subduksi di atas, namun dapat menimbulkan bencana karena pusatnya berada di daerah pemukiman penduduk dan  kedalamanya adalah dangkal (lebih kecil dari 100 km).

Pulau Seram merupakan mandalam kepulauan Maluku. Aktivitas tektonik yang terjadi membentuk morfologi perbukitan gelombang kuat. Arah gaya tektonik didominasi arah utara-selatan  dimana mengakibatkan proses pengangkatan yang membentuk perbukitan yang memanjang dari  timur-barat, perlipatan yang diiringi oleh sesar naik dan sesar geser.

Pedataran terdapat di sebelah  utara dan selatan, sedangkan di bagian tengah terdapat perbukitan, salah satu contohnya adalah  gunung Binaya. Sesar utama di pulau Seram berjumlah sekitar 15-20 sesar ditambah dengan beberapa sesar-sesar kecil. Pulau ini terletak di sepanjang utara Busur Banda dan berada pada zona tektonik  yang unik dan kompleks.

Wilayah ini berada pada pertemuan antara Kerak Benua Australia, Kerak  Benua Pasifik serta Kerak Benua Eurasia. Selain itu, dibatasi oleh dua sistem sesar mendatar, yaitu: sistem sesar Sorong dibagian utara dan sesar Tarera-Aiduna di bagian selatan. Sesar-sesar di darat  berkonfigurasi naik bersudut lancip dan sesar mendatar, serta sumbu antiklin yang berarah timur  Laut-Barat Daya.

Sudah tentu bahwa pulau Seram mempunyai titik-titik sumber gempa yang banyak, sekalipun tidak sangat besar. Busur Banda disebelah utara pulau Seram bergerak ke arah selatan dengan kecepatan 3,5  cm/tahun, sedangkan dibagian selatan pulau Seram bergerak dengan kecepatan 1,1 cm/tahun.

Gempa  besar yang pernah terjadi di sekitar pulau Seram bermagnitudo 5-7 SR, dengan kedalaman 0-70 km. Salah satu gempa yang pernah terjadi di zona subduksi utama adalah gempa yang menimbulkan amblesnya permukaan tanah membentuk patahan sehingga mendatangkan tsunami.

Sebagai contoh  adalah gempa di laut Banda 7.2 SR menyebabkan sesar sepanjang 40 meter dengan kedalaman 1- 3meter di pantai teluk Elpaputih. Sesar di Pulau Ambon Beberapa penelitian geologi sudah pernah dilakukan di pulau Ambon. Secara umum, di pulau  Ambon terdapat sesar-sesar kecil. Secara ilmiah sesar-sesar ini tidak berpotensi  menimbulkan gempa besar maupun tsunami besar.

Penelitian lebih banyak difokuskan pada sesar yang berada di lokasi pemukiman dan perkantoran yang ada di Ambon. Sesar-sesar  yang berada di lokasi tersebut adalah: (a) Jalan Patimura naik sampai ke kawasan Batu Meja, dan  sedikit bercabang ke arah jalan A.Y.Patty. (b) Daerah Poka-Rumah Tiga, dilalu tiga patahan.

Ketiganya berada di Tanjung Marthapons: di belakang Poka-Rumah Tiga, dari Wayame melintang  patahan sampai ke Telaga Kodok, dan patahan dari Wayame naik ke arah utara pulau Ambon. Sesar-sesar ini tidak dapat menimbulkan gempa besar maupun tsunami besar. Sesar -sesar ini akan aktif, apabila ada gempa besar yang terjadi untuk memicunya.

Tentu masyarakat  masih mengingat gempa Seram yang baru saja terjadi pada tanggal 26 September 2019 lalu. Setelah gempa Seram terjadi , sesar-sesar di pulau Ambon menjadi aktif mengeluarkan gempa-gempa kecil.  

Menurut pernyataan almarhum bpk Ir. Matheis Wattimuri (Dosen Unpatti) bahwa: sesar-sesar di pulau Ambon, ibarat piring yang sedang dipegang. Jika terjadi goncangan, maka piring tersebut akan jatuh dan menyebabkan retak ataupun pecah, namun tidak membahayakan seisi rumah.

Banyak masyarakat mengkaitkan dengan gempa Buru-Seram, Elpaputih dan air turun-naik di Galala. Gempa dan tsunami Buru 17 Februari 1674, mempunyai sumber gempa yang berbeda dengan  gempa Seram Tahun 2019. Gempa Buru menimbulkan tsunami dengan gelombang setinggi 3 meter sampai di Hitu dan sebelas desa hancur di pesisir utara Jazirah Leihitu, mulai dari Larike hinga Tial.

Dampak di pulau Seram adalah: Huamual, Tanjung Sial dan Luhu, Oma dan Nusa Laut. Tida ada catatan bahwa tsunami tersebut sampai ke kota Ambon. Gempa Elpaputih 29 Februari 1899 pukul 01.00 wit, menurut koran Australia “Brisbane Courier” yang terbit pada desember 1899 dengan judul “Gempa Mematikan di Hindia Timur” mencatat 4000 orang meninggal dan 500 orang luka-luka. Berita ini juga menjelaskan bahwa, bencana tersebut tidak berdampak besar ke kota Ambon.

Bila dikaitkan dengan “Air Turun Naik” di Galala pada tahun 1950. Bencana ini benar-benar  terjadi di Galala. Namun tidak banyak catatan dan data-data pendukung terkait dengan bencan ini. Hal ini disebabkan oleh karena terjadi pertempuran sengit antara RMS dan TNI pada saat itu. Masyarakat mengungsi ke gunung untuk menghindari perang.

Beberapa koran Rusia, Jepang dan Australia membritakan bahwa terjadi gempa di laut Banda saat itu, namun tidak pernah dikabarkan bahwa bencana tersebut punya keterkaitan langsung dengan gempa yang sedang terjadi. Tidak ada korban jiwa dalam bencana ini. Beberapa penelitian telah dilakukan tentang bencana tersebut, termasuk menanyakan/ mewawancarai saksi-saksi yang masih hidup.

Beberapa saksi mengatakan bahwa, terdengar suara gemuruh kemudian disusul oleh munculnya air bercampur lumpur berwarna coklat. Dan beberapa juga mengatakan bahwa, terdengar suara gemuruh kemudian disusul munculnya air bercampur lumpur hitam.

Ada juga yang menuliskan bahwa air turun naik di Galala disebabkan oleh gempa tektonik dan ada juga yang menuliskan bahwa bencana tersebut terjadi karena tumpukan sedimen runtuh di laut sekitar Galala. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut. Tetapi yang pasti bencana “Air Turun Naik” di Galala benar-benar terjadi.

Secara statistik, gempa tektonik masa lalu akan terulang kembali di masa yang akan datang. Namun kapan waktu pastinya terjadi, tidak dapat ditentukan, karna sampai saat ini belum ada ilmu  pengetahuan dan teknologi yang dapat memprediksi secara pasti.

Dari semua kajian-kajian ilmiah di atas, maka kota Ambon, kecil kemungkianan mengalami gempa besar, tsunami besar ataupun amblesnya tanah yang dapat menimbulkan bencana besar. Tetapi hati-hati dan waspada tetap perlu serta berdoa selalu (***)