(Pengembangan Kota Tangerang sebagai Shelter Industri Syariah)

Oleh: Teuku Fajar Shadiq (Dosen Pasca Sarjana, Konsultan P, Anggota DPP IAEI)

Lintang Sejarah Tangerang

Kota Tangerang yang berada di Provinsi Banten berbatasan dengan Kabupaten Tangerang di sebelah utara, terletak tepat di sebelah barat Ibu Kota Negara Indonesia, Jakarta. Tangerang merupakan Kota terbesar di Provinsi Banten 164,55 km2 atau sekitar 1,59% dari luas Provinsi Banten (BPS, 2019), serta ketiga terbesar di kawasan Jabodetabek setelah Jakarta dan Bekasi di provinsi Jawa Barat dan dilalui oleh Jalan Nasional.

Tangerang yang kini telah terbagi menjadi Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan Kota Tangerang. Nama Tangerang berasal dari kata “Tangeran”, kata “Tangeran” dalam bahasa Sunda memiliki arti “tanda”. Tangeran di sini berupa tugu yang didirikan sebagai tanda batas wilayah kekuasaan Banten dan VOC, pada waktu itu.

Arsip sejarah (courtesy) VOC (Veregnide Oostindische Compagnie) 1 Juni 1660 berdasarkan tulisan Dr. Federick De Haan seorang Sastrawan Klasik yang merupakan seorang 'Landsarchivaris' bertugas untuk mengelola dan memelihara arsip Belanda yang bertujuan untuk penulisan sejarah dan ilmu saat itu terjadi pertarungan antara VOC dan Kesultanan Banten.

VOC bersama dengan Bupati Tangerang membangun sejumlah pos penjagaan dengan menggunakan bahan bambu di sepanjang Sungai Tangerang. Tetapi, pada era 1700 an bangunan dari pos-postersebut dibongkar lalu didirikanlah bangunan tembok dengan maksud untuk menahan serangan-serangan dari Pasukan Banten.  Maka kemudian masyarakat kala itu menyebutnya dengan “Benteng” karena kokohnya bangunan tersebut. Dalam Kamus KBBI bahwa “Benteng” adalah bangunan tempat berlindung atau bertahan, jadi dapat di sinonimkan makna dari “Benteng” adalah bangunan yang kokoh dan kuat.

Peradaban Islam dan Ekonomi Tangerang

Mengutip tulisan Sejarawan Barros yang berjudul De Asia, Prof Budi Sulistiono mengatakan dalam sebuah tulisannya bahwa, dalam sejarahnya Pulau Sunda memiliki 6 (enam) Pelabuhan besar, yaitu: Cimanuk, Kerawang, Banten, Cigede, Pontang dan Tangerang, sebagai lalu lintas perniagaan yang ramai di Jawa sama halnya dengan Malaka dan Sumatera, bahkan pelabuhan-pelabuhan tersebut di fungsikan sebagai ekspor hasil bumi dan di sinyalir juga bahwa sejak Abad permulaan Tangerang telah banyak di kunjungi bangsa-bangsa asing, seperti: India, Cina dan Eropa, bahkan puncaknya pada Abad ke 7 menjadi tempat transit perdagangan pelbagai Negara seiring meningkatnya perdagangan Barat dan Timur.

Diantara para pedagang-pedagang tersebut selain bermuatan perdagangan juga larut dalam menyebarkan agama Islam. Beberapa sumber literasi menyebutkan dengan makin maraknya lalu lintas perdagangan kala itu membuat Ghirah para Ulama untuk tampil dalam pentas pendidikan dengan mendirikan Pesantren-pesantren sebagai lembaga Islam yang serupa dengan di Aceh yang kerap di sebut “Dayah”.

Kemudian pesantren- pesantren ini tumbuh menjadi besar menjadi lembaga yang universal yang menerima Guru dan Murid dari berbagai wilayah tanpa melihat suku dan asal daerah yang secara tidak langsung membuka ruang jaringan intelektual keagamaan hingga perekonomian. Hubungan dekat antara Pesantren dan Desa- desa menularkan kreativitas pada masyarakat yang di wujudkan oleh para Ulama dan Santri melalui jalur dakwah dan wirausaha.

Master Plan Ekonomi Syariah Nasional

Pemerintahan Jokowi-KH Ma’ruf mendorong laju pertumbuhan ekonomi syariah dengan di terbitkannya Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024, di yakini bahwa ekonomi syariah mampu dalam mengentaskan kemiskinan (poverty alleviation) dan melestarikan lingkungan (green prosperity) melalui setiap aktivitas yang berlandaskan pada moral dan ethics yang merupakan spirit ekonomi syariah serta untuk mendorong kesejahteraan sosial.

Pemerintah fokus menguatkan konsepsi rantai nilai (value chain) halal dengan orientasi fokus pada beberapa sektor seperti makanan minuman, fashion, wisata, media, rekreasi, farmasi dan kosmetika.  Selain dari pada itu Pemerintah akan memperkuat UMKM dan ekonomi digital syariah, dengan objective goal nya menjadikan Indonesia tidak hanya menjadi konsumen di industri halal global tapi juga produsen untuk menciptakan dan merebut pasar global syariah.

Terpilihnya Kota Tangerang oleh KNKS (Komite Nasional Keuangan Syariah) yang merupakan Komite yang di pimpin langsung oleh Presiden dan Wakil Presiden RI yang didirikan berdasarkan Perpres 91 tahun 2016 yang bertujuan untuk percepatan pengembangan ekonomi syariah sebagai Pilot Project kota ekonomi syariah melalui “Gerakan Indonesia Ramah Zakat” menjadi jadi salah satu upaya percepatan pertumbuhan ekonomi syariah Kota Tangerang melalui optimalisasi dana sosial keagamaan.

Pemerintah Kota Tangerang melalui Walikota berkomitmen untuk mendukung program KNKS ini untuk melibatkan semua elemen, termasuk Baznas dan penggerak-penggerak Ekonomi Syariah lainnya serta akan membangun Baitul Maal wa Tamwil (BMT) sebagai solusi permasalahan pembiayaan bagi masyarakat untuk keluar dari berbagai jeratan praktek-praktek hitam yang mengandung unsur Riba Jahiliyah.

Kebijakan strategis Pemerintah Kota Tangerang hematnya tidak hanya melihat peluang dalam hal pengelolaan Zakat saja, namun bagaimana upaya mendorong potensi pengembangan Industri Sektor Rill dalam mendorong peningkatan port folio industri sektor keuangan dalam kerangka Ekonomi dan Keuangan Syariah. Fenomena ini yang mesti di capture sebagai peluang dan tantangan oleh Pemerintah Kota Tangerang.

Outlook Industri Halal Global dan Domestik

Sesuai perintah Allah dalam Qur’an bahwa Manusia wajib mengkonsumsi barang yang Halalan Thayyiban, termasuk juga beragam pendapat Fiqh tentang Halal. Merujuk pada Surat al-A’raf ayat 157, Thayyib menjadi lawan kata dari Khabits, makna Khabits yang merupakan turunan kata dari Khabutsa, Khubtsan dalam Mu’jam al-Wasith diartikan sebagai sesuatu yang rusak, buruk, atau tidak menyenangkan, untuk itulah relevan menjadi lawan kata dari Thayyib yang maknanya adalah baik atau menyenangkan.

Berbasis data State of the Global Islamic Economy Report 2019/20 yang di released oleh ‘Dinar Standard Research’ yang berpusat di New York dengan branch di Abu Dhabi Uni Emirat Arab, mewartakan bahwa populasi penduduk Muslim dunia saat ini mencapai 1.8 milyar penduduk dan di perkirakan pada

tahun 2030 akan mencapai 2.2 milyar orang, dan berdasarkan report tahun ini diperkirakan bahwa spending (pengeluaran) masyarakat Muslim mencapai US $ 2,2 triliun pada 2018 untuk konsumsi sektor makanan minuman, farmasi dan sektor-sektor kebutuhan konsumsi yang dipengaruhi oleh etika Islam yaitu Halal, pengeluaran sebesar 5,2% year on year (yoy) merefleksikan pertumbuhan yang bagus dan diperkirakan akan mencapai US $ 3,2 triliun pada tahun 2024 atau 6,2% tingkat pertumbuhan tahunan secara kumulatif atau Cumulative Annual Growth Rate (CAGR).

Dalam beberapa kurun waktu terakhir ini, eksistensi ekonomi Islam memiliki peran penting dalam ekonomi global (global economy) yaitu dengan bertambahnya populasi penduduk muslim maka meningkat pula konsumsi dan demand produk halal yang sesuai syariah (sharia compliance), yang telah berkembang sub sektor makanan, kosmetik dan obat-obatan (farmasi), jasa keuangan, busana (fashion), travel Muslim yang bertemakan Muslim-Friendly Tourism hingga media bertema Islam. Pemicu pertumbuhan tersebut antara lain di dorong oleh pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan meningkatkan kepatuhan terhadap nilai-nilai etika.

Global Islamic Economy Indicator (GIEI) menempatkan Malaysia menjadi negara yang memiliki ranking tertinggi dalam pertumbuhan sektor produk halal, Indonesia sendiri berhasil mengubah posisi yang awalnya pada ranking 10, namun pada akhir tahun 2018 mecapai ranking ke 5. Sektor makanan memiliki nilai aktivitas bisnis Muslim tertinggi produk halal yang dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

(Bersambung)