Oleh : Rusman Dani Rumaen (Mahasiswa S2 Unpatti/Ketua Bidang PU HMI Cabang Masohi)

Sekarang kita telah melalui kurang lebih 2 tahun pandemi Covid-19 masuk di wilayah Indonesia. Seakan waktu 2 tahun itu berlalu begitu cepat. Banyak sektor mengalami kritis. Seakan sesak nafas bahkan flu dan sakit kepala akut dalam menyelesaikan pandemi ini, terlebih khusus sektor pendidikan.

Pendidikan yang begitu urgen di dalaksanakan dengan tatap muka kini menunggu tanpa kepastian kunjung implimentasinya. Padahal kita ketahui bahwa peserta didik kita belum sanggup menghadapi badai digitalisasi. Sebenarnya kita mampu namun badai ini datang dengan tiba-tiba.

Alih-alih, telah dikerahkan untuk menyelesaikan dan membuat formula yang pas agar pendidikan berjalan sesuai harapan. Formula itu pun belum juga cocok. Kini para peserta didik masih terus berdiam diri di rumah sembari menunggu kapan masuk sekolah dan berkumpul sesama teman sejawat mereka.

Peserta didik hanya bertemu di jaringan yang kadang guru dan dosen menerangkan mereka hanya seperti terkesima.

Kadang ada yang diam, tidur, makan, cerita, bermain sambil mematikan video saat guru dan dosen menerangkan. Hal ini tak wajar bila kita mau peserta didik kita keluar dari ketertinggalan ilmu pengetahuan.

Beberapa saat yang lalu saya bertemu anak sekolah yang tengah duduk dengan hand phone-nya sambil mendengarkan guru  menerangkan pelajaran. Tiba-tiba ia mematikan video-nya sambil keluar makan dan minum bahkan sambil bermain.

Ketika guru memanggilnya barulah ia cepat-cepat ada di depan layar hand phone dan mengaktifkan video kembali sambil menjawab sahutan gurunya. Ini tak wajar jika dia biarkan peserta didik berlarut-larut seperti ini.

Dalam mengaktifkan kembali kegiatan pembelajaran tatap muka pemerintah dalam hal ini perlu mengevaluasi soal sistem pendidikan masa pandemi Covid-19. Kita tidak bisa menerapkan sistem seperti di kota-kota besar.

Diperlukan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk melakukan otonomisasi sentral/disantralistik  sekolah yang mana telah termaktub dalam kebijakan. Kita telah punya UU  No. 29/tahun 1999 tentang otonomi daerah yang mana ini adalah langkah baru yang tidak memusat dalam sistem pendidikan.

Artinya sistem pendidikan kita tidak terlalu arahnya ke pusat, padahal masih ada langkah dan berbasis sentralistik. Bila penerapan pendidikan berbasis sentralistik kita jalan pada masa pandemi Covid-19 pastinya peserta didik dan pendidik terselamatkan dalam memberikan percikan ilmu pengetahuan.

Karena dalam undang-undang tentang otonomi daerah ini wilayah atau daerah berhak mengelolah sistem pendidikan berbasis sentralistik atau berbasis kebutuhan lokal daerah (lokal wisdom). Walaupun undang-undang ini masih meletakkan kewenangan masih pada pemerintah pusat.

Sejalan dengan Undang-Undang Otonomi Daerah, Undang-Undang No. 22 1999 merupakan konsekuensi dari keinginan reformasi untuk menegakkan kehidupan pendidikan yang demokratis (Naning Yuliana, 2020).

Pendidikan berbasis sentralistik walaupun dipandang sebagai penghambat sistem pendidikan nasional yang bersifat birokratik-sentralistik, karena menitik beratkan pada kekuasaan srukturalisasi.

Padahal kita ketahui bahwa pada dasarnya birokrasi pemerintahan tidak dapat terpisahkan dari sebuah kekuasaan dikarenkan birokrasi masih dimaknai sebagai suatu mekanisme penyelenggarana administrasi kekuasaan (J. H. Arsyad dan Dian Karisma, 2018).

Perlu penyelenggaraan pendidikan berbasis setralistik yang benar-benar keadaan kikinian yang tengah di hadapi oleh peserta didik dan tenaga pendidik kita dalam masa pandemi Covid-19 dalam melaksanakan proses pemberian pembelajaran.

Sekolah yang harus telah bisa dikoordinasikan untuk di buka berdasrkan pemetaan wilayah di biarkan mengikuti kebijakan pusat bawah tidak boleh dulu untuk di buka.

Padahal sekolah-sekolah yang awalnya menyelenggarakan digitalisasi pembelajarn kini hosa, lesu bahkan sakit dalam melaksanakan proses pembelajan yang dirancang laring dan luring (online/ofline).

Sentralistik pendidikan saat pendemi Covid-19 disini ialah kita menyelenggarakan pendidikan harus berdasarkan kebutuhan kekinian. Yang mana kebutuhan pendidik dan peserta didik hari ini ialah sekolah harus di buka seluas-luasnya dengan menerapkan anjuran yang pemerintah dengan mematuhi segala prokes.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan harus arif dan bijaksana dalam pembukaan sekolah di masa semester baru kedepan.  Diikuti dengan kepala sekolah dan komite sekolah duduk dan membicarakan pembukaan sekolah lagi.

Hal ini harus dilakukan demi kebutuhan ilmu pengetahuan anak-anak didik untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional, karena dengan dibukanya sekolah guru dapat merevolusi kembali nilai-nilai pekerti yang telah 2 tahun ini mengalami keredupan (**)