Sampah Penuhi Laut Teluk Ambon, Wali Kota Berharap Warga Sadar akan Kebersihan
Postingan ini pun menuai respon ribuan netizen dengan ragam tanggapan yang dibagikan sebanyak 120 kali. Banyak dari netizen yang mengaku gusar karena kebiasaan warga membuang sampah ke laut telah berefak pada rusaknya ekosistem laut teluk Ambon.
“Semua berpulang ke katong warga Ambon. Mari jaga alam, supaya alam bisa jaga katong lai. Mari jaga kebersihan untuk samua pung bae (kebaikan semua),” tulis akun Paulus Joris menanggapi.
Menutup seruannya, Wattimena juga menulis “Katong malu... banyak wisatawan datang ke Amboh untuk diving, menikmati alam bawah laut teluk Ambon, namun hasrat semakin berkurang krn di permukaan air laut, sampah bertebaran. Mari katong sadar jua untuk buang sampah pada tempat dan pada waktunya. Terima kasih Bapak yg sudah membuat video ini. Tolong jua Basudara eee,” sambungnya sampil menyertakan emotion menagangis minta maaf.
Seperti diketahui pencemaran di Teluk Ambon disebabkan oleh berbagai sumber seperti sampah plastik dari rumah tangga dan aktivitas wisata, limbah industri, limbah pemukiman, serta sedimentasi dari pembuangan kapal dan aktivitas di darat.
Kondisi ini mengkhawatirkan karena berdampak pada ekosistem laut seperti terumbu karang dan mangrove, serta mengancam kesehatan dan ekonomi masyarakat melalui pencemaran mikroplastik dan berkurangnya hasil tangkapan ikan.
Sebuah penelitian komprehensif yang dilakukan pada Juli-Agustus 2025 mengungkap fakta mengejutkan. Hampir setiap meter persegi perairan teluk ini dipenuhi rata-rata 2,58 item sampah laut, melampaui ambang batas standar internasional sebesar 72 persen.
Temuan ini bukan sekadar angka statistik. Di balik data tersebut, tergambar potret nyata degradasi lingkungan yang mengancam keberlanjutan ekosistem pesisir, ekonomi perikanan, hingga kesehatan masyarakat di ibu kota Provinsi Maluku ini.
Tim peneliti dari Universitas Muhammadiyah (UM) Maluku, yang dipimpin Laole, M.Si, berhasil mengidentifikasi, ada 1.934 item sampah laut di enam lokasi penelitian yang mewakili berbagai karakteristik aktivitas manusia—mulai dari muara sungai, pelabuhan, pemukiman padat, ekosistem mangrove, kawasan perkantoran, hingga area wisata pantai.
Hasil yang diperoleh sungguh mengkhawatirkan, plastik mendominasi dengan proporsi mencapai 60,29 persen, diikuti kaca dan keramik 17,68 persen, serta busa plastik 9,72 persen.
Yang lebih memprihatinkan lagi, lebih dari 90 persen sampah yang ditemukan merupakan material yang tidak dapat terurai secara alami—artinya, sampah-sampah ini akan bertahan puluhan hingga ratusan tahun di lingkungan laut (*)
Editor : dhino