BERITABETA.COM – Millenials, perkembangan musik di Indonesia memang tidak bisa dipungkiri ternyata juga dipengaruhi oleh beragam budaya yang ada. Pada awal era 1900-an, musik-musik Indonesia yang direkam pada umumnya menggunakan bahasa Melayu terutama yang ditemui dalam irama keroncong serta Stamboel.

Abraham Titaley atau lebih dikenal dengan nama Bram Aceh, lahir pada 4 Maret 1913. Ia digelar sebagai Bapak Keroncong Indonesia.

Dalam dunia musik keroncong, ada sebutan “Buaya keroncong” yang berarti mereka yang suaranya menawan menyanyikan lagu-lagu keroncong. Mereka adalah idaman perempuan di masa lalu atas suara merdunya.

Berbicara tentang keroncong, tahukah kamu ternyata “Buaya Keroncong” sekaligus “Bapak Keroncong Indonesia” pernah tinggal di Aceh? Dia adalah Abraham Titaley atau lebih dikenal dengan nama Bram Aceh, yang lahir pada 4 Maret 1913.

Bram adalah anak dari Vientje alias Paulus Titaley yang merupakan tentara KNIL yang ditugaskan di Kutaraja, Banda Aceh. Karena besar di Aceh, Bram pun akhirnya dikenal dengan nama Bram Aceh. Dia telah menyanyi sejak tahun 1928 di Kutaraja dan kemudian pada tahun 1930-an hijrah ke Jakarta.

Sejak saat  itu, Bram menjadi penyanyi keroncong di Pasar Gambir. Pasar Gambir adalah pasar malam yang awalnya, dinamakan Koninginnedag atau Hari Ratu untuk menghormati dan merayakan penobatan Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus 1898.

Kemudian pasar malam ini digelar setiap tahun yaitu untuk merayakan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina tiap 31 Agustus. Di tahun 1934, Bram berhasil melakukan rekaman piringan hitam di bawah label Gramophone Company atau His Master Voices (HMV).

Berdasarkan penelusuran serambinews.com di laman digital media library milik KITLV, terdapat karya Bram yang bisa dinikmati yaitu lagu “krontjong tjap go meh” atau “stamboul solitude onder de schaduw” (Stamboul Solitude Under The Shadow). Pada masa pendudukan Jepang, Pasar Gambir tidak bisa lagi digelar.

Namun, kejayaannya berlanjut ke negeri Belanda. Di Belanda, Pasar Gambir dilanjutkan dengan nama Pasar Malam Tong Tong. Kegiatan ini terus digelar tiap tahun di Malieveld, Den Haag sekitar Mei-Juni.

Pasar Malam Tong Tong berisi berbagai nostalgia terlebih bagi warga Belanda yang lahir di Indonesia, pernah tinggal di Indonesia, masih memiliki ikatan dengan Indonesia atau masih menyimpan cinta pada Indonesia.

Dua tahun berturut-turut (1981-1982), Braam menyanyi di Pasar Malam Tong Tong di Den Haag (Belanda) tersebut. Sebelumnya, pada tahun 1955, ia berhasil memenangkan Kontes Keroncong Jakarta Raya.

Selain keroncong dan hawaiian, Bram juga terkenal dengan Sapa Suruh Datang Jakarta (1977). Dikutip dari laman wikipedia.org,  tahun 1980 dirinya menjadi juara Keroncong Tempo Doeloe se-Jabotabek.

Lalu, sejak 1981 ia memimpin group hawaian yang ia dirikan bernama Anggrek Nusantara, mengadakan pertunjukan-pertunjukan untuk umum, antara lain Pasar seni, Marina dan Putri Duyung, semuanya di Taman Impian Jaya Ancol, juga di Orchid Palace Hotel dan beberapa hotel besar lainnya di Jakarta. Di masa tuanya, Bram masih terus bernyanyi. Kebiasaan bernyanyi Bram menurun ke cucu-cucunya.

Cucunya yang terkenal di jalur musik pop hingga kini antara lain Harvey Malaiholo, Irma June, dan Glenn Fredly. Bram Aceh meninggal pada tanggal 8 Mei 2001 di Rumah Sakit Tebet Jakarta karena faktor usia. Ia dikebumikan di Pemakaman Umum Menteng pulo, Jakarta. (Fatimah)

Sumber : serambinews.com