BERITABETA.COM – Ramadhani Aksyah, Jurnalis Senior pernah menulis sebuah catatan tentang Rocky Gerung. Dalam catatan dengan judul “Kisah Seorang Teman: Rocky Gerung yang Saya Ketahui,” Ramadhani mengaku pernah kuliah dengan Rocky. Kata  Ramadhani Rocky sangat  dekat dengan tokoh-tokoh sosialis.

Dia biasa diskusi dengan Marsilam Simanjuntak, Sjahrir, Hariman Serigar, Robert Lawang atau Arif Budiman. Dia juga aktif di Sekolah Ilmu Sosial yang didirikan Dr Sjahrir (alm), sebagai wadah kreasi dan latih pikir kader-kader sosialis di Jakarta.

Ramadhani berkisah beberapa kali bersama-sama ambil kuliah dengan Rocky. “Saya rasakan dia seorang rendah hati dalam bersikap dan bergaul tetapi terkesan sedikit angkuh dalam berdebat serta mempertahankan pendapat,” tulisnya.

Dalam catatan itu, dia menceritakan  dalam sebuah kuliah, Rocky gigih mempertahankan pendapatnya sehingga berdebat dengan dosen yang bergelar doktor. Lama-lama dosen itu jengkel atas sikap Rocky. Akhirnya dia nyeletuk: Please Rocky, yang doktor itu lu ape gue? Kami tertawa semua, termasuk Rocky yang tentunya tertawa agak kecut.

Secara akademis dan administrasi, aktivis demokrasi yang juga pengajar filsafat Rocky Gerung memang bukan profesor atau guru besar. Tapi para siswa, kolega sesama dosen, maupuan para dosen senior di lingkungan Universitas Indonesia dari jenjang Strata Satu hingga doktoral (S-#) ada yang menyapanya, “Profesor”.

“Semua tahu bahwa saya bukan profesor karena itu saya tak anggap panggilan itu sebagai hal serius. Cuma kemudian diseriusi oleh orang yang bodoh,” kata Rocky Gerung kepada detikcom April 2018 silam.

Dia tak tahu kapan sapaan tersebut bermula. Hanya saja selama 15 tahun menjadi dosen tidak tetap atas permintaan UI, dirinya memang punya andil dalam mengembangkan ilmu filsafat di kampus tersebut. Andil tersebut misalnya dalam hal perumusan 7 sampai 9 mata kuliah baru dan sekaligus mengajarkannya di UI karena tidak ada yang mampu.

“Ketika saya sampaikan ini lalu dibilang sombong. Ini bukan sombong karena faktanya begitu,” ujar lelaki kelahiran Manado, 20 Januari 1959 itu.

Rocky antara lain menyebut mata kuliah filsafat ekonomi, politik, hukum lingkungan, teknologi, dan teori keadilan yang pernah diajarkannya di UI. Bahkan, menurut dia, visi-misi program doktor (Strata3) UI itu pun dirinya yang tulis, termasuk menyiapkan susunan kurikulumnya.

Rocky mengungkapkan hal itu saat disinggung adanya sejumlah pihak yang menyebut dirinya bukan dosen di UI, apalagi bergelar profesor. “Saya memang bukan profesor dan tidak pernah mengaku-aku. Anggap saja profesor gadungan,” kata lelaki yang masih gemar naik gunung ini diiringi tawa ringan.

Rocky mengaku dirinya pernah kuliah filsafat di UI sampai selesai, meski tak pernah ikut wisuda dan mendapatkan ijazah. Dia merasa tak membutuhkan semua formalitas semacam itu. “Sebelum filsafat, saya pernah kuliah di ekonomi, hukum, politik. Saya punya banyak jaket kuning,” ujarnya.

Pada bagian lain, dia juga membenarkan bahwa selama 15 tahun menjadi dosen tidak tetap di UI, dirinya tak pernah mengambil honor. Alasannya, dia tak merasa miskin untuk menerima honor dari UI yang jumlahnya tak seberapa.

“Saya gak merasa miskin kok,” ujarnya seraya mengaku dirinya kerap menerima undangan untuk berceramah atau memberikan pelatihan dari berbagai lembaga dengan honor yang memadai.

Meski berlatar belakang filsafat, Rocky Gerung justru membetot perhatian masyarakat. Ia mulai terkenal karena komentarnya yang kontroversial di layar kaca.

Rocky Gurung dikenal sebagai seorang pengamat politik, peneliti di Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, dan dosen di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Argumentasinya seringkali menjadi sorotan karena mengundang kontroversi.

Ia meraih gelar sarjana dari Universitas Indonesia saat usianya 27 tahun. Pada tahun 2007, Rocky mendirikan lembaga SETARA Institute yang fokus pada isu kesetaraan, HAM, dan keberagaman.

Sebagai orang yang dekat dengan dunia filsafat, seringkali Rocky mengeluarkan pendapat menggunakan bahasa-bahasa filsafat di mana sering menimbulkan pro dan kontra. Ia juga sering menulis pandangannya di media.

Namanya mulai dikenal luas saat ia sering menyampaikan kritiknya terutama di era pemerintahan Joko Widodo. Salah satu isu yang diangkat yaitu masalah penanganan hoax atau berita palsu yang banyak beredar di media sosial saat ini.

Menurut Rocky, pemerintah pada saat ini sedang panik. Dirinya juga berpendapat kalau pembuat hoax tebaik adalah penguasa. Itulah salah satu pernyataan kontroversinya.

Sosoknya makin populer setelah sering tampil sebagai narasumber di Indonesia Lawyers Club yang tayang di tvOne. Beragam tema yang diusung ILC dengan host Karni Ilyas di program ini Rocky Gerung berhasil menjawabnya dengan penuh filosofi.

Saking menguasainya beragam persoalan yang dibahas di ILC, ia sering dipanggil dengan sebutan profesor. Namun, ia menolaknya. Rocky bilang, ia bisa jadi profesor, tapi tak perlu. Begitu jawabnya.

Tak hanya itu, Rocky Gerung juga mampu menjawab dan berinteraksi di media sosial Twitter. Cuitannya selalu bernas dan kadang mengocak perut warganet. Beragam komentar pun bemunculan, baik yang pro maupun kontra. Ia tetap menikmatinya. (BB-Berbagai sumber)

PENDIDIKAN

S1, Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, (1986)

KARIER

Peneliti Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D)

Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Pendiri SETARA Institute (2007)

Narasumber di ILC, tvOne (2018)