Oleh : Said Moksen Almahdaly (Fungsionaris Pemuda Pancasila Maluku)

Belakangan ini rakyat Indonesia dibuat was-was dan waspada dengan keberadaan para teroris yang masih berkeliaran dengan aksinya yang telah banyak menelan korban jiwa.

Selain mengundang perhatian publik dan media, peristiwa ini juga menimbulkan simpati bagi para korban-korbannya. Sementara nampak Undang-Undang Terorisme tidak berdampak bagi pelaku kejahatan radikal di negeri ini.

Pemerintah dan semua pihak  harus dapat meredam aksi-aksi teroris di tengah masyarakat, karena yang menjadi korban adalah orang-orang yang tidak bersalah.

Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban manusia serta ancaman serius terhadap keutuhan dan kedaulatan suatu negara.

Terorisme saat ini bukan saja merupakan suatu kejahatan lokal atau nasional tetapi sudah merupakan kejahatan transnasional atau internasional, banyak menimbulkan ancaman atau bahaya terhadap keamanan, perdamaian dan sangat merugikan kesejahteraan masyarakat dan bangsa.

Terorisme sudah menjadi perbincangan dunia Internasional termasuk Indonesia pasca runtuhnya gedung World Trade Center (WTC) di Amerika. Namun untuk Indonesia mulai dirasakan dampaknya saat ada bom bunuh diri di Bali 12 Oktober 2002, berlanjut 5 Agustus 2003 di hotel J.W,Marriot dan Ritz Carlton Jakarta yang mengakibatkan 9 orang tewas dan puluhan orang mengalami luka-luka.

Terakhir sekali bom bunuh diri di Kampung Melayu pada tahun 2021 kembali lagi aksi terorisme di lakukan kembali tepatnya di makasar gereje katerdal yg menimbulkan korban jiwa 28/03/21.

Dampak terorisme yang sangat besar, banyaknya korban akibat aksi teroris, menyebabkan terorisme bukan lagi merupakan kejahatan pidana biasa, melainkan merupakan ancaman berbahaya dan perlu mendapat penanganan serius dari pemerintah dan pihak keamanan.

"Terorisme bukan kejahatan biasa, bukan tindak pidana biasa, ini adalah Kejahatan Luar Biasa (Extraordinary Crime) terhadap negara dan bangsa,"

Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Crime Against Humanity). Proses penanganan dan pemberantasan terorisme tentunya harus melibatkan semua unsur dan semua komponen bangsa.

Baik Polri maupun TNI mempunyai wewenang dalam mengatasi aksi terorisme mengingat ancaman terorisme sekarang ini begitu besar. Menurut konvensi PBB tahun 1937, terorisme adalah segala bentuk tindakan kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.

Pro Kontra Definisi Teroris

Pro Kontra terhadap definisi Teroris sebagai kejahatan kemanusiaan tidak lepas dari deklarasi yang diselenggarakan oleh Prancis, Rusia dan Inggris pada tanggal 24 Mei 1915. Istilah tersebut muncul akibat tindakan yang diambil Turki selama perang terhadap populasi Armenia di Turki.

Sejak saat itulah lahir istilah kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban dengan korban jiwa dalam skala besar dan melahirkan ketakutan disebut teorisme.

Sementara Amerika dan sekutunya termasuk Indonesia menyatakan terorisme sebagai sebuah kejahatan kemanusiaan. Di sisi lain kelompok teroris juga mengklaim adanya legalitas dan keabsahan dalam setiap tindakan yang mereka lakukan.

Apalagi tentunya setiap tindakan yang mereka lakukan dengan alasan misalnya kaitan dengan serangan Amerika ke Iraq, atau kasus Israel Palestina. Walaupun kemudian lahir pro kontra terhadap terosisme, bahwa setiap kasus yang kemudian menghilangkan nyawa dan meresahkan masyarakat adalah salah.

Selain itu, istilah Terorisme ini juga dapat didefinisikan sebagai setiap tindakan yang melawan hukum dengan cara menebarkan teror secara meluas kepada masyarakat dengan ancaman atau kekerasan, baik yang diorganisir maupun tidak, serta menimbulkan akibat berupa penderitaan fisik dan/atau psikologis dalam waktu berkepanjangan sehingga dikategorikan sebagai tindak kejahatan yang luar biasa.

Terorisme bukan kejahatan biasa, bukan tindak pidana biasa, ini adalah Kejahatan Luar Biasa (Extraordinary Crime) terhadap negara dan bangsa. Inilah dinamika terorisme sekarang ini yang terjadi pada hampir semua negara termasuk Indonesia.

Banyak yang yang harus dikaji ulang pemerintah dalam Revisi UU Terorisme. Pelibatan militer dalam penanganan teroris merupakan langkah tepat jika mengacu dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang TNI disebutkan bahwa TNI dalam tugas pokoknya melalui operasi militer selain perang (OMSP), punya kewenangan untuk mengatasi aksi terorisme.

Selain itu, kegagalan program deradikalisasi selama ini, semestinya bisa menjadi cambuk dalam Revisi UU Terorisme.

Sukses program deradikalisasi, tidak hanya ditentukan pada pelaksanaan program yang dilakukan aparat dan pengiat HAM. Namun juga sangat dipengaruhi oleh proses penanganan terorisme sejak awal sehingga kita bisa menangani sejak masih menjadi embrio, kalau sudah menjadi dewasa itu sangat repot dan berat, kita contoh di Syria dan Iraq.

Militer dalam Penanggulangan Teroris

Undang-undang Terorisme yang dimiliki Indonesia menurut Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo masih memiliki kelemahan, sehingga paham radikal bisa berkembang di sebuah lingkungan masyarakat, baik di Desa maupun di kota yang selama ini berbaur ditengah-tengah masyarakat, mereka bebas mencari kontrakan yang aman menurutnya.

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mencontohkan cara penanganan teroris di Amerika Serikat (AS). Menurutnya, penanganan di AS sangat serius karena ancaman terorisme bukan hanya pada orang per orang tetapi terhadap negara. Negara adidaya itu sampai melibatkan CIA dan militer dalam penanganan teroris serta menjadikan masalah tersebut sebagai agenda prioritas pemerintah AS.

Upaya pencegahan tidak dapat dilakukan satu lembaga pemerintahan saja tetapi harus ada kerjasama dan sinergi antar lembaga pemerintah serta melibatkan masyarakat. Kita punya badan pengumpulan keterangan diseluruh pelosok Indonesia.

Babinsa ada 53.000 personel, Babinkamtibmas dari Kepolisian 62.000 personel, Lurah/Kepala Desa 81.000 personel. Total ada 271.000 orang. Apabila dimanfaatkan sangatlah efektif.

Terorisme sebagai kejahatan terhadap negara termuat dalam Resolusi 1566 Dewan Keamanan PBB. Disitu dinyatakan terorisme tidak sama dengan aksi kriminal karena mengancam aturan sosial, keamanan individu, keamanan nasional, perdamaian dunia dan ekonomi.

Perkembangan terorisme, seperti Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), juga mengancam Indonesia. Sebab, gerakan itu bersifat global, tidak hanya menyasar negara Timur Tengah.

Kalau di Syria sudah tidak aman, ISIS pasti akan membuat (kekacauan) di tatanan global. Bahaya terorisme yang jaraknya semakin dekat ke Indonesia. Ini merupakan penomena didepan mata karena ISIS telah memilih dan membangun kawasan Filipina Selatan sebagai home base di Asia Tenggara.

Baik karena demografi, maupun ekonomi. Di Filipina Selatan bebas untuk mengembangkan paham radikal karena semua memungkinkan karena sudah tumbuh embrio radikalisme yaitu Abu Sayaf, dan dilengkapi persenjataan yang cukup banyak. Baik persenjataannya maupun pendukungnya, tidak sedikit pendukung dari luar Filipina juga banyak termasuk dari Indonesia data Inteljen Kemhan ada kekuatan di Malawi sebanyak 1200 orang dan 40 orang berasal dari Indonesia.

Terorisme yang terjadi di Indonesia merupakan ancaman berbahaya dan perlu mendapat penanganan serius dari pemerintah dan pihak keamanan. Aksi teror ini tidak hanya mengarah pada aparat keamanan (polisi) saja, akan tetapi masyarakat sipil berpotensi besar ikut menjadi korban teror.

Sementara TNI diikat dan tidak bisa berbuat apa-apa dengan UU saat ini, hanya menunggu ikatannya dibuka. Tetapi fenomena teroris juga tidak berhenti walaupun dunia sudah memiliki skema pemberantasan teroris, hingga hari ini praktek kejahatan yang disebuat sebagai kejahatan kemanusiaan itu masih berlangsung di berbagai Negara.

Gerakan ISIS yang terpusat di negara Iraq dan Syria ternyata sudah menyebar ke Indonesia beberapa tahun silam. Sangat tepat jika terorisme disebut dengan istilah Kejahatan Internasional (International Crime).

Pertanyaannya, apakah negara mampu mengatasi terorisme dengan mengandalkan satu pihak saja sebagai penindak kejahatan luar biasa?

Saya kira tidak, mereka menjalar dengan sel-sel dari mulai besar hinga terkecil. Banyak bukti menunjukkan jika aksi-aksi teror bersifat masif dan sulit dimusnahkan.

Penindakan harus menunggu aksi dulu dari pihak teroris? dan baru semua pihak ribut membicarakannya, kejadian ini dari 2002 hingga sekarang begitu saja.

Kita sudah saatnya harus bersatu untuk melawan teroris. Jangan nunggu dulu aksi mereka, dari sekarang harus kita cegah dari sel-sel satu ke sel-sel lainnya. Kita tahu Bangsa Indonesia banyak yang direkrut oleh mereka, terbukti dari Suriah dan Irak banyak orang Indonesia yang bergabung dengan ISIS, bukan sedikit jumlahnya, puluhan hinga ratusan (**)