Selanjutnya dalam artikel ini juga dijelaskan selain bermaksud doa yang tentu saja sangat mulia, terkandung fungsi lain dari lantunan-lantunan tersebut, antara lain, pertama, sebagai waktu jeda antara satu shalat dan shalat berikutnya.

Tarawih dua puluh rakaat merupakan aktivitas yang cukup menguras tenaga bagi mereka yang tak terbiasa. Karena itu, shalawat dan taradhdhi (lantunan radhiyallahu ‘anh) menjadi momentum istirahat sejenak selepas salam, sebelum melanjutkan rakaat-rakaat berikutnya.

Praktek ini bersandar pada hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya: Dari As-Saib bin Yazid bahwasannya Mu’awiyah RA berkata kepadanya:

إذَا صَلَّيْتَ الْجُمْعَةَ فَلَا تَصِلْهَا بِصَلَاةٍ حَتَّى تُكَلِمَ أَوْ تَخْرُجَ فَإِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ أَمَرَنَا بِذَلكَ، أَنْ لَاتُوْصَلَ صَلَاةٌ بِصَلَاةٍ حَتَّى نَتَكَلَّمَ أَوْ نَخْرُجَ 

Artinya, “Apabila engkau selesai shalat Jumat, maka jangan kau sambung dengan shalat lain sampai kau berbicara atau keluar.

Sesungguhnya Rasulullah SAW telah memerintahkan kami dengan itu, supaya tidak menyambung shalat hingga kita berbicara ataupun keluar.”

Dalam sabda Rasulullah SAW yang berbunyi: (أَمَرَنَا بِذَلكَ، أَنْ لَاتُوْصَلَ صَلَاةٌ بِصَلَاةٍ) kalimat shalat disana umum, tidak terikat apakah ia shalat wajib atau tidak, intinya sunah untuk memisahnya.

Penjelasan ini menjadi akar disunahkannya membaca shalawat Nabi dan membaca radhiyallahu ‘anhu di setiap sehabis salam saat tarawih.

Mengapa tidak berpindah tempat saat shalat tarawih? Menurut artikel Nu.online ini mengatakan, bayangkan saja jika masing-masing orang harus berpindah tempat, proses shalat tarawih tentunya akan menyulitkan. Wallahualam (*)