Puasa Ramadhan 1442 Hijriah/2021 Masehi telah selesai. Meskipun dalam situasi pandemic Covid-19, tetapi umat Islam di dunai termasuk Maluku, masih bisa menunaikan Rukun Islam yang ke-4 ini hingga selesai. Saatnya menyambut dan merayakan kemenangan di Hari Raya Idul Fitri dengan penuh rasa kegembiraan, keceriaan, kebahagiaan dan kesuka citaan.

Dari Anas dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah, sedangkan penduduknya memiliki dua hari khusus yang mereka rayakan dengan permainan, maka beliau bersabda: “Apakah maksud dari dua hari ini? Mereka menjawab; “Kami biasa merayakan keduanya dengan permainan semasa masih Jahiliyah”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari kedua hari tersebut, yaitu hari (raya) kurban (Iedul Adha) dan hari raya Iedul fitri,” (HR. Abu Dawud, An-Nasaa-i, Ahmad dan Ibnu Hibban ).

Allah Ta’ala berfirman ”Begitulah, dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah maka sesungguhnya itu termasuk (bukti) ketaqwaan hati” (QS Al-Hajj: 32).

Sebagai salah satu syi’ar Allah, tentu idul fitri memiliki kandungan hikmah yang banyak dan istimewa, juga sangat dibutuhkan sebagai bekal utama dalam perjalanan hidup selanjutnya setelah bulan Ramadhan.

Hikmah kegembiraan dan kesyukuran, tentu semua umat muslimin bergembira dan bersuka ria dalam menyambut Idul Fitri seperti tahun ini, meski dalam suasana pandemic Covid-19.

Dibenarkan bahkan disunnahkan bagi mereka yang berpuasa untuk bergembira, berbahagia dan bersuka cita pada idul fitri. Sebab makna dari kata ‘ied itu sendiri adalah hari raya, hari perayaan, hari yang dirayakan.

Dengan perayaan (idul fitri) tentu identik dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menegaskan hal ini dalam hadits shahihnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu macam kebaikan diberi pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah ‘azza wajalla berfirman;

‘Selain puasa, karena puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang langsung akan memberinya pahala. Sebab, ia telah meninggalkan nafsu syahwat dan nafsu makannya karena-Ku.’Dan bagi orang yang berpuasa ada dua momen kegembiraan: kebahagiaan ketika ia berbuka (baca: berhari raya fitri), dan kegembiraan lain ketika ia bertemu dengan Rabb-Nya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah daripada aroma kesturi.” (HR. Muttafaq ’alaih).

Hikmah Ketauhidan, keimanan dan ketaqwaan dalam menyambut Idul Fitri, disunnahkan bagi kita untuk banyak mengumandangkan takbir, tahlil, tasbih dan tahmid sebagai bentuk penegasan dan pembaharuan deklarasi iman dan tauhid.

Itu berarti identitas iman dan tauhid harus selalu kita perbaharui dan ditunjukkan, termasuk dalam momen-momen kegembiraan dan perayaan, dimana biasanya kebanyakan orang masih lalai berdzikir dan mengingat Allah.

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa Ramadhan), dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas hidayah-Nya yang diberikan kepadamu, dan supaya kamu (lebih) bersyukur” (QS. Al-Baqarah: 185).

Seperti juga yang diperintahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, saat memperoleh karunia kenikmatan puncak yang telah diidam-idamkan selama bertahun-tahun oleh beliau dan para sahabatnya, berupa kemenangan dakwah Islam yang gilang gemilang, penaklukkan kota Mekkah dan berbondong-bondongnya masyarakat Jazirah Arab dalam memeluk Islam.

Dimana dalam rangka mensyukuri dan merayakan kemenangan puncak tersebut, Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk bertasbih, bertahmid dan beristighfar.

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (penaklukan Mekkah). Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka (sebagai bentuk syukur) bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan beristighfarlah kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat” (QS. An-Nashr: 1-3).

Hikmah Kefitrahan, bisanya hadirnya Idul fitri berarti kaum muslimin kembali kepada fitrah, kembali kepada kesucian. Karena jika benar-benar dioptimalkan, maka Ramadhan dengan segala amaliah istimewanya adalah salah satu momentum terbaik bagi peleburan dosa dan penghapusan noda yang mengotori hati dan jiwa kita serta membebani diri kita selama ini.

Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala (dan ridha Allah), maka niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Muttafaq ‘alaih).

Setelah kebersihan diri, kesucian jiwa dan kefitran hati kita dapatkan kembali, sehingga kita seperti bayi suci yang baru dilahirkan oleh ibunya. Marilah di hari raya idul fitri kita tuluskan niat, bulatkan tekad dan kuatkan semangat untuk menjaga kebersihan, kesucian dan kefitrahan itu seterusnya.

Hikmah Kepedulian; Islam adalah agama peduli. Karena itu ummatnya pun peduli. Sifat serta karakter kepedulian tampak dan terbukti selama melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan.

Semangat berbagi dan spirit memberi melaui sunnah berinfak dan bersedekah serta kewajiban berzakat, begitu indah menghiasi hari-hari penuh peduli sepanjang bulan Ramadhan. Semuanya itu mencontohi keteladanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dari Ibnu ‘Abbas berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan, lebih-lebih pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril ‘alaihis salam menemuinya, dan adalah Jibril ‘alaihis salam mendatanginya setiap malam di bulan Ramadlan, untuk bertadarus Al Qur’an dengan beliau. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jauh lebih ermawan dengan kebajikan daripada angin yang bertiup (HR. Muttafaq ‘alaih).

Kewajiban “kita” sekarang berkaitan dengan perayaan Idul Fitri yaitu tetap menjaga keistiqamahan dengan melanjutkan semangat berbagi dan karakter memberi sebagai bukti taqwa (setelah Ramadhan), pada hari hari selanjutnya.

Pertahankan hikmah kepedulian, sebagai bukti taqwa dan sekaligus wujud syukur yang telah kita raih melalui seluruh amaliah Ramadhan.

Hikmah Kebersamaan dan Persatuan, selama Ramadhan suasana dan nuansa kebersamaan serta persatuan ummat begitu kental, begitu terasa dan begitu indah.

Sebulan melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, tarawih (disamping jamaah shalat lima waktu); tadar’rus, berbuka, beri’tikaf, berzakat fitrah, seterusnya ditutup dengan beriedul fitri secara bersama dan semestinya.

Karena ibadah dan amaliah Ramadhan serta Idul Fitri bersifat jama’iyah, kolektif, dan serba bersama-sama. Tidak bisa dan tak boleh sendiri-sendiri.

Semoga kita selalu memperoleh bagian yang terbaik dan terbanyak dari hikmah-hikmah besar tersebut di atas. Dan kiranya kita bisa mempertahankan dan meningkatkannya di luar bulan Ramadhan. Selamat merayakan Idul Fitri 1442 Hijriah, mohon maaf lahir dan batin. (*)