BERITABETA.COM, Namlea -  Sengketa lahan adat di Desa Bara, Kecamatan Air Buaya, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku kini menjadi sorotan publik setempat.  

Sengketa yang melibatkan warga Desa Bara, Petuanan Adat Leisela dengan perusahaan PT SAFI, kini bahkan menyeret nama Kapolres Buru, AKBP Sulastri Sukidjang, SH, S.I.K., MM. Nama Kapolres Buru bahkan terbawa-bawa dengan tudingan tidak netral. 
Menanggapi hal ini, Raja Leisela, Aziz Hentihu yang dikonfirmasi media ini membantah tudingan tersebut. 

Lewat sambungan telepon seluler, Aziz mengaku keterlibatan Kapolres Buru AKBP Sulastri Sukidjang, SH, S.I.K., MM dalam sengketa tersebut hanyalah sebatas mediator.

“Kapolres Buru bukan bagian dari pihak yang bersengketa, beliau telah menjalankan tugas dengan baik dan berperan sebagai mediator dan fasilitator  terhadap kedua pihak,” tegas Aziz. 

Penyataan Aziz juga dikuatkan dengan fakta yang dihimpun media ini. Berdasarkan data dan kronologi kejadian, tuduhan terhadap  Kapolres Buru tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan.

Sengketa antar warga dengan pihak perusahaan sejatinya telah melalui proses mediasi yang panjang. Pada tanggal 10 Mei 2024, kedua pihak telah dipertemukan di  ruang rapat utama Polres Buru.

Pertemuan mediasi Kedua pihak itu digelar atas permintaan Aziz Hentihu sebagai Raja Leisela. Melalui surat resmi kepada Kapolres Buru, Aziz meminta Kapolres Buru agar menjembatani warganya demi percepatan penyelesaian sengketa secara damai.
“Jadi mediasi ini merupakan upaya konkrit yang kami lakukan untuk menyelesaikan ketegangan yang muncul akibat klaim atas lahan bersertifikat milik Soa Gibrihi,” beber Aziz.

Untuk itu, dalam kapasitasnya sebagai Kapolres Buru, AKBP Sulastri Sukidjang hadir bukan sebagai penentu keputusan, melainkan sebagai mediator, netral dan fasilitator forum. Mediasi ini di pimpin Kapolres secara pruden dihadiri oleh berbagai unsur penting masyarakat dan pemerintahan.

Dalam pertemuan mediasi ini hadir sejumlah pihak antaranya, Raja  dan perangkat adat Leisela yaitu Raja, Wakil Raja, Hinolong, Madgugul, kepala-kepala soa dll, Kepala Kecamatan Airbuaya, Penjabat Kepala Desa Bara, BPD Desa Bara, tokoh masyarakat, perwakilan pemuda dan juga  perwakilan perusahaan.

Forum pertemuan ini pun dilaksanakan secara terbuka dan dalam suasana kekeluargaan, dengan semangat menyelesaikan persoalan tanpa kekerasan atau konflik berkepanjangan. 

Aziz mengaku, dari pertemuan itu hasilnya telah disepakati sejumlah poin penting, termasuk skema kompensasi wajib oleh perusahan bagi masyarakat Desa Bara yang tanamannya terdampak di atas lahan bersertifikat milik pihak lain.

Data terakhir menunjukkan bahwa dari 10 pemilik tanaman yang terdampak, 4 orang telah menerima kompensasi. Sementara 6 lainnya masih dalam proses verifikasi administratif, menyusul adanya perbedaan pendapat internal di kalangan warga Desa Bara sendiri.

"Saya mendengar Perbedaan terkait mekanisme pembayaran, apakah dilakukan langsung kepada pemilik tanaman, atau melalui Penjabat Kepala Desa Bara,” urai Aziz.

Untuk itu, dengan adanya tuduhan yang beredar belakangan ini, pihak Polres Buru juga telah menegaskan komitmennya bahwa tidak ada keberpihakan dalam proses tersebut. Peran Kapolres Buru adalah semata-mata untuk menjembatani komunikasi antar pihak guna menjaga stabilitas sosial dan keamanan masyarakat.