BERITABETA.COM, Namlea – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buru melalui Dinas PUPR, pada tahun 2018 lalu, telah meloloskan  pengusaha yang telah ditetapkan sebagai tersangka bernama Hong Arta John Alfred alias Alfred Hong, mengerjakan paket proyek bernilai miliaran rupiah.

Tercatat ada dua pekat proyek yang dikerjakan Alfred Hong masing-masing,  proyek jalan menuju Air Terjun Desa Bara, Kecamatan Waplau,  senilai Rp.4,38 milyar dan satu paket jalan tanah di ruas Waetabi – Waegrahi TA 2018 senilai Rp.3,14 milyar.

Padahal, Hong Arta John Alfred yang juga direktur sekaligus Komisaris PT SR (PT. Sharleen Raya, JECO Group), telah ditetapkan sebagai satu dari  12 tersangka oleh KPK sejak 2 Juli 2018. Dia terlibat dalam dugaan korupsi pemberian hadiah atau janji terkait proyek di Kementerian PUPR tahun anggaran 2016.

Lolosnya tersangka KPK ini mengerjakan dua mega proyek tersebut menjadi bukti Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) dan Kepala Kejaksaan Negeri Buru, Nelson Butar Butar SH  kecolongan.  Sebab, terkesan membiarkan oknum pengusaha yang telah ditetapkan sebagai tersangka KPK, mengerjakan proyek miliaran rupiah di lingkup Pemerintah Kabupaten Buru.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Buru, Nelson Butar Butar SH saat  dikonfirmasi  wartawan di aula Kantor Bupati, Rabu (10/4/2019), terkait peran TP4D dalam pengawasan,  mengaku kalau pengawasan proyek oleh TP4D  semuanya berjalan lancar.

Ironisnya, ketika ditanyai bagaimana sampai orang yang sudah menjadi  tersangka KPK turut dijatah proyek di Kabupaten Buru? Nelson Butar Butar berpura-pura tidak tahu dan menanyakan balik “Tersangka KPK yang mana”?.  Saat disebut nama Alfred Hong, orang nomor satu di Kejaksaan Negeri Buru ini menukas, “Oh, itu bukan ranah saya.”

Informasi  yang dihimpun menyebutkan tersangka KPK itu, kini telah mengerjakan dua paket proyek jalan menuju Air Terjun Bara, di Kecamatan Airbuaya dan jalan Waetabi – Waegrahe di Kecamatan Fenalisela. Atas informasi ini, Nelson Butar Butar SH tidak mau menanggapinya. “Oh, no comen kalau masalah itu. Kalau anda melihat ada penyimpangan, silahkan dibuat laporan,” tukas Nelson Butar Butar.

Saat disoalkan lagi pengakuan dari PPTK jalan Waetabi – Waegrahe yang sempat dipanggil dan dimintai keterangan di kantor kejaksaan, ia hanya berujar singkat akan dichek.”Nanti kita cheklah,”elak Nelson Butar Butar.

Disodori beberapa pertanyaan seputar proyek yang ditangani tersangka KPK ini, Nelson Butar Butar sangat pelit berbicara. Ia hanya menyebut kalau dari segi etika, maka kontraktor yang tidak layak tentunya tidak boleh dikasih proyek. Namun penentuannya ada di Unit Pelelangan Proyek (ULP) atau pokja yang menanganinya.

Lantas etiskah tersangka KPK dikasih proyek oleh Pemkab Buru? lagi-lagi Nelson Butar Butar mengelak menjawabnya.”Kalau itu, saya no coment,”kata Nelson.

Butar Butar sepertinya tidak mau menjawab ketika dimintai ketegasannya soal peran TP4D yang kecolongan awasi proyek, sehingga  Alfred Hong leluasa di Kabupaten Buru, Nelson menunjuk UPL. “Kewenangan ada di ULP,”tangkis Nelson.

Berarti kecolongan? tanya lagi wartawan dan dijawabnya.”Itu belum tentu.Oke,”jelasnya sambil berlalu. Dari keterangan yang berhasil dihimpun wartawan menyebutkan, Pemkab Buru melalui Dinas PUPR, pada tahun 2018 lalu, telah menjatah pengusaha yang telah menjadi tersangka KPK, bernama Hong Arta John Alfred alias Alfred Hong, dengan proyek jalan menuju Air Terjun Desa Bara, Kecamatan Waplau,  senilai Rp.4,38 milyar.

Satu paket jalan tanah di ruas Waetabi – Waegrahi TA 2018 senilai Rp.3,14 milyar juga dijatah kepada Alfred Hong. Ternyata tanpa tender pula, atau hanya penunjukan langsung.

Kedua proyeknya ini, dikabarkan kini sudah mulai rusak. Akibat kerja hanya asal-asalan. Parahnya lagi, proyek jalan menuju Air Terjun Bara itu telah menggusur lahan masyarakat sepanjang tiga kilometer dan membabat tanaman coklat milik warga sebanyak 1.600 pohon tanpa ada ganti rugi.

Kadis PUPR Buru, Ny Shifa Alatas yang ditemui wartawan  beberapa waktu lalu, tidak menyangkal kalau proyek itu belum dibayar ganti rugi.Baik terhadap lahan, maupun tanaman umur panjang. Ia hanya menjelas singkat, kalau masalah ganti rugi sudah dibahas di DPRD Buru. Dan ganti rugi tanaman akan dilakukan oleh Dinas Pertanian.

Saat disinggung soal fisik proyek yang tidak berkualitas dan kini banyak sisi jalan aspal sudah mulai terkelupas, yang kemudian membuka borok baru kalau pada lapisan paling bawah tidak dipasang batu berukuran besar, namun hanya menggunakan batu mangga, ia langsung memanggil PPTK  Ny Zulfani Rumalutur agar menjelaskannya.

Proyek jalan menuju Air Terjun  Desa Bara ini sendiri pengumuman lelang dilakukan  terbuka  lewat LPSE Kabupaten Buru.Kemudian tendernya diikuti rekanan tertentu dan oleh Pokja ditunjuk  PT Kobi Indah Sejahtera (PT KIS), milik Haji Ode Hainudin di Kabupaten Maluku Tengah sebagai pemenang dan pelaksana proyek.

Kepada wartawan, Ny Zulfani Rumalutur yang mengungkap bahwa  proyek Rp.4,38 milyar ini  dikerjakan Alfred Hong. “Yang kerja pak Alfred.PT Kobi hanya dipinjam bendera,,”jelasnya dan sempat beberapa kali disebut nama Alfred.

Satu paket jalan tanah di ruas Waetabi – Waegrahi TA 2018 senilai Rp.3,14 miliar yang dikerjakan Alfred Hong, terlihat mulai rusak di bagian sisi jalannya. (FOTO: ISTIMEWAH)

Ketika diminta ketegasannya sekali lagi apakah benar yang kerja Alfred Hong yang telah ditersangkakan oleh KPK, Ny Zulfani turut mengiyakannya. Ia hanya menerima bersih karena penunjukan dilakukan oleh Pokja di UPL. “Ya pak Alfred yang kerja,”tegasnya.

Ny. Zulfani tidak bisa menjawab, saat disentil  posisi Alfred yang sudah jadi tersangka KPK dan kenapa dijatah proyek di Buru. Namun kepada wartawan, Ny. Zulfani bercerita, disaat mulai berproses pelelangan hingga Pokja UPL mengumumkan calon pemenang tender, dia  tahu kalau  PT KIS milik Haji Ode Hainudin yang keluar sebagai pemenang lelang. Saat kontrak kerja dibuat, Direktur PT KIS, Hainudin yang datang sendiri.

Keterlibatan Alfred diketahui olehnya saat aktifitas proyek berjalan di lapangan. Alat berat yang ada di lapangan semua milik Alfred. Senada dengan Fani Rumalutur, PPTK proyek jalan Waetabi – Waegrahi, Hasan Wael ST yang dihubungi beberapa waktu lalu, juga mengungkapkan kalau proyeknya ditangani oleh Alfred Hong. Proyek tidak dilakukan lelang terbuka, dan hanya dilakukan penunjukan langsung oleh Pokja UPL, Helmy Tiakoly dan kawan-kawan.

Dilakukan penunjukan langsung, karena ada SK Bupati Buru yang menerangkan terjadi Bencana Alam di ruas jalan tersebut tahun 2017 lalu. Namun pekerjaannya baru dilakukan di tahun 2018 lalu. Hasan mengaku pernah dipanggil ke Kantor Kejaksaan Negeri Buru. Atasannya Shifa Alatas juga turut dipanggil.

Keduanya diminta membawa dokumen proyek. Hanya ditanya-tanya oleh jaksa yang diperkenalkan sebagai tim dari Gedung Bundar Kejaksaan Agung RI di Jakarta. “Mereka hanya tanya-tanya di Kantor Kejaksaan Namlea.Tapi tidak ke lokasi proyek waktu beta (saya) ajak untuk melihat langsung ke sana,”ungkap Hasan Wael.

Kisah Alfred Hong dijatah proyek oleh Dinas PUPR Kabupaten Buru ini juga dibumbui rumor yang kurang sedap, adanya komitmen fee kepada sejumlah oknum di daerah itu.  Salah satu yang dikicaukan turut nikmati komitmen fee proyek, yakni Helmy Tiakoly. Pasalnya, sebelum itu posisi Kepala Bina Marga Dinas PUPR, dijabat Hasan Wael.Namun kemudian dinonjob dan diganti oleh Helmy.

Selain menempati posisi Kepala Binamarga, Helmy juga merangkap di Pokja UPL, sehingga klop untuk dirinya bertindak mengamankan proyek-proyek arahan. Namun Helmy membantah adanya komitmen fee yang turut mengalir ke kantongnya. “Itu hanya isu. Tidak benar ada komitmen fee proyek,”tangkis Helmy. Menyoal proyek tanpa tender yang dikerjakan Alfred Hong, Helmy mengaku, sudah sesuai karena ada SK Bupati Buru. Ia meminta agar ditanyakan saja ke PPTK, Hasan Wael. (BB-DIO)