BERITABETA.COM, Ambon – Masalah perpuluhan atau persepuluhan antara ahli waris almarhum (alm) Jantje Sipakoly dengan Oktovianus Hatulely berujung ke meja hijau, terdaftar dalam perkara perdata nomor 52/Pdt.G/2019/PN.Amb, di Pengadilan Negeri (PN) Ambon.

Dalam perkara yang diterima kepaniteraan PN Ambon tanggal 26 Februari 2019 itu, Oktovianus Hatulely selaku penggugat mengajukan gugatan wanprestasi atas uang perpuluhan dari penjualan lahan empat bidang tanah yang totalnya seluas 34.853 meter bujursangkar, yang dijual para ahli waris alm Jantje Sipakoly merupakan pemilik lahan (Tergugat) kepada Pemerintah Provinsi Maluku (Turut Tergugat).

Jual beli lahan tersebut untuk tujuan pembangunan pemukiman multi etnis di Kota Ambon. Sidang perdana perkara tersebut digelar Rabu (10/04/19) di PN Ambon dengan agenda pembacaan jawaban dari Para Tergugat atas gugatan wanprestasi dari Oktovianus Hatulely.

Dalam jawabannya, Para Tergugat mengatakan, persepuluhan merupakan kewajiban dari iman Kristen yang percaya kepada Tuhan untuk diserahkan kepada gereja Tuhan atas hasil usaha yang diperoleh.

“Bahwa walaupun Para Tergugat bergereja di Gereja Protestan Maluku (GPM) Jemaat Souhuru, tetapi merelakan persepuluhannya diserahkan ke Gereja GBI Sakinah, melalui gembalanya dalam hal ini Penggugat (Oktovianus Hatulely),” demikian bunyi jawaban dari Para Tergugat yang dibacakan Tergugat VII, Sely Sipakoly.

Akan tetapi, kata Sely Sipakoly, angsuran persepuluhan pertama hingga ketiga yang diberikan Para Tergugat kepada Penggugat ternyata tidak sampai ke kas Gereja GBI Sakinah. Hal tersebut menyebabkan Para Tergugat merasa tertipu oleh Penggugat, lantaran tidak sesuai dengan kesepakatan bersama yang mereka buat pada 12 Desember 2017 lalu.

Sesuai kesepakatan bersama antara Oktovianus Hatulely dengan para ahli waris Alm Jantje Sipakoly pada 12 Desember 2017 disebutkan, kedua belah pihak sepakat bahwa ganti rugi dari tanah seluas 34.853 meter bujursangkar yang dibayar Pemprov Maluku senilai Rp15.664.681,000 akan diberikan 10 persen kepada Oktovianus Hatulely sebagai persepuluhan yang akan digunakan untuk pembangunan Gereja GBI Sakinah. Nilai 10 persen dari angka tersebut sebesar Rp1.566.468,100.

Kedua belah pihak setuju untuk dilakukan pembayaran dalam tiga tahap. Namun dalam pelaksanaannya, ternyata pembayaran ganti rugi oleh Pemprov Maluku tidak terjadi dalam tiga tahap, melainkan tujuh kali pembayaran. Pemprov bahkan masih menunggak pembayaran sebesar Rp974.292.317, yang mana nilai tersebut sesuai dengan sisa pembayaran Perpuluhan yang ditunggu-tunggu oleh Oktovianus Hatulely dari para ahli waris Jantje Sipakoly.

Berdasarkan gugatan dan jawaban gugatan diketahui, Oktovinaus Hatulely telah menerima Rp592.175.783 dari total perpuluhan Rp1.566.468.100, yang dibayar dalam tiga tahap. Masih tersisa Rp974.292.327 yang belum diserahkan Para Tergugat.

Dalam surat gugatan yang diterima PN Ambon pada 26 Februari 2019, Penggugat mengatakan para Tergugat telah melakukan wanprestasi dengan tidak melakukan pemberian perpuluhan sesuai kesepakatan. Para Tergugat bahkan tidak mengakui isi dari kesepakatan bersama tersebut.

Sementara menurut para Tergugat, mereka membatalkan memberi sisa persepuluhan tersebut, lantaran Penggugat tidak menyerahkan uang Itu ke Gereja GBI Sakinah, melainkan dia pakai sendiri.

“Benar Para Tergugat menyepakati kesepakatan perpuluhan tersebut, tapi itu bukan untuk Penggugat pakai sendiri,  melainkan untuk gereja,” kata Para Tergugat.

Mereka sepakat dengan Penggugat bahwa kesepakatan bersama itu terjadi pada 12 Desember 2017. Namun, kesepakatan itu tidak dilakukan berdasarkan sesuatu hal tertentu dan sebab yang halal, seperti yang disebutkan Penggugat dalam gugatannya.  Akan tetapi itu terjadi atas tipu daya Penggugat.

Para Tergugat menyadari sebagai orang beriman Kristen, akan merelakan pemberian perpuluhan, sehingga pada halaman lima paragraf kedua dalam kesepakatan pada 12 Desember 2017, mereka menyerahkan sertifikat empat bidang tanah yang akan dijual kepada Pemprov Maluku untuk dipegang Penggugat.

Mereka mengatakan, jika alasan Penggugat menahan sertifikat empat bidang tanah itu berdasarkan sesuatu yang halal, maka perlu dijelaskan maksud penahanannya.

“Jika Para Tergugat berhutang kepada Penggugat maka dijelaskan berapa hutang yang harus diganti. Bukan dengan berdalih dalam kesepakatan untuk memberikan perpuluhan,” kata mereka.

Para Tergugat menyatakan, ketidakhalalan kesepakatan tersebut menyebabkan mereka membatalkan kesepakatan bersama dengan Penggugat. Mereka pun memohon agar majelis hakim menolak gugatan Penggugat seluruhnya.

Selain itu, mereka meminta agar majelis hakim menghukum Penggugat untuk mengembalikan uang sebesar Rp529.175.773 yang dia terima dengan dalih persepuluhan untuk diserahkan kepada para Tergugat.

Mereka juga meminta kepada majelis hakim agar memerintahkan Turut Tergugat (Pemprov Maluku) menyerahkan sisa pembayaran ganti rugi lahan senilai Rp974.292.317 kepada mereka. (BB – ENY)