Selama tahun 2020, Indonesia praktis mengalami kontraksi pertumbuhan ekonom sebesar 2,07 persen (c-to-c) dibandingkan tahun 2019. Dari sisi produksi, kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 15,04 persen.

Sementara itu, dari sisi pengeluaran hampir semua komponen terkontraksi. Komponen Ekspor Barang dan Jasa menjadi komponen dengan kontraksi terdalam sebesar 7,70 persen. Sementara, Impor Barang dan Jasa yang merupakan faktor pengurang terkontraksi sebesar 14,71 persen.

Kemudian, jika dibandingkan triwulan IV-2019. Perekonomian Indonesia triwulan IV-2020 terhadap triwulan IV-2019 tetap mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,19 persen (y-on-y).

Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 13,42 persen. Dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 7,21 persen. Sementara, Impor Barang dan Jasa yang merupakan faktor pengurang terkontraksi sebesar 13,52 persen.

Lebih jauh lagi, perekonomian Indonesia triwulan IV-2020 ternyata semakin memburuk dibandingkan triwulan III-2020. Dibuktikan dengan masih berlanjutnya kontraksi pertumbuhan ekonomi terhadap triwulan sebelumnya dengan mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,42 persen (q-to-q).

Dari sisi produksi, kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 20,15 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) yang tumbuh sebesar 27,15 persen.

Secara umum, perekonomian Indonesia terus mengalami penurunan baik itu dibandingkan antartahun, maupun antarkuartal. Lalu apa kaitannya dengan hari libur imlek yang dibatasi pergerakan pulang kampungnya? Tentu saja ada. Lagi-lagi momen pulang kampung yang biasanya menjadi peluang yang tepat untuk memutar roda perekonomian di daerah harus disia-siakan kembali.

Banyak negara, termasuk China, melakukan pembatasan bahkan penutupan arus pulang kampung. Hal ini tentunya menyebabkan salah satu pintu untuk memperbaiki perekonomian juga tertutup.

Sebut saja dari sisi sektor transportasi. Bayangkan saja, berapa banyak penjualan tiket pesawat, kereta api, bus yang batal terjual. Padahal hampir semua negara-negara tersebut juga menghalami penurunan ekonomi.

Selanjutnya, dari sisi sektor akomodasi. Kita sama-sama mengetahui puluhan bahkan ratusan hotel tutup akibat pandemi Covid-19. Diantaranya bahkan menjual aset gedung mereka untuk beralih ke usaha yang lain. Daripada harus bangkrut karena modal habis dimakan biaya operasional.

Ada baiknya pemerintah meniru hal positif dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan negara-negara lain. Terutama dari segi penyelamatan ekonomi. Bahwa tak harus dengan selalu membebaskan segala bentuk arus perjalanan pada setiap momen peringatan agar perekonomian bergerak. Karena belum tentu bergerak dan membaik, tapi justru kesehatan negara yang semakin memburuk (**)