Memprihatinkan, Sudah 100 Dokter Gugur Terpapar Covid-19
Oleh Paul Jalvins Solissa (Pemerhati Sosial)
PANDEMI Covid-19 yang melanda Indonesia sejak bulan Maret 2020, telah memakan banyak korban. Pandemi ini, berdampak hampir ke seluruh segmen kehidupan masyarakat.
Korban yang meninggal akibat pandemi Covid-19 ini tidak hanya datang dari kalangan rakyat biasa tetapi juga para pejabat dan para tenaga medis sendiri.
Di antara para tenaga medis itu, ada para dokter. Tercatat, sejak kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada tanggal 2 Maret di Depok, sampai tanggal 31 Agustus 2020 ini, sudah 100 orang tenaga dokter (belum termasuk tenaga medis selain dokter) yang telah menjadi korban dan meninggal akibat ganasnya virus Covid-19 ini.
Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan kepada kita sekalian. Bagaimana mungkin para dokter yang adalah tenaga medis dapat meninggal begitu banyak ketika mereka berjuang (berperang) melawan pandemi ini.
Apa yang salah dengan kondisi ini? Apakah memang kita (manusia) tidak benar-benar mampu untuk menghadapi pandemi ini? Ataukah ada kekeliruan dalam proses penanganan terhadap pandemi Covid-19 ini?
Pertanyaan-pertanyaan ini akan selalu menjadi bahan perenungan kita sebagai suatu bangsa. Tentu saja, kita tidak akan pernah selesai dna kekurangan alasan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Mungkin pula, kita bahkan tidak sanggup menyelesaikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu. Tetapi menurut saya, ada beberapa hal penting yang menjadi alasan kenapa di luar jumlah pasien yang meninggal dan sementara terpapar Covid-19 saat ini, terdapat 100 ornag dokter yang telah meninggal karena Covid-19 ini.
1.Keterbatasan APD dan Alat-alat Kesehatan yang berkaitan dengan Covid-19.
Salah satu masalah seputar penanganan Covid-19 di Indonesia adalah keterbatasan APD dan alat-alat kesehatan. Hal ini telah menjadi rahasia umum dan diketahui oleh semua masyarakat di Indonesia.
Bahkan pada 2 – 3 bulan awal persebaran Covid-19 di Indonesia, teradapat banyak rumah sakit dan tenaga kesehatan (termasuk dokter) yang harus berjuang menyembuhkan apra pasien Covid-19 dengan alat kesehatan dan APD yang ala kadar.
Di Kepulauan Aru misalnya, para tenaga kesehatan hanya berbekal masker dan beberapa sarung tangan sedangkan APD yang lain tidak ada.
Sampai hari ini, Keterbatasan APD dan alat-alat kesehatan masih menjadi problem bagi sebagian besar tenaga kesehatan di Indonesia.
2.Keterbatasan Tenaga Kesehatan (Dokter) dalam melayani Pasien positif Covid-19.
Keterbatasan tenaga medis (terutama dokter) dalam menangani pasien Covid-19, nampaknya menjadi salah satu alasan lain dari kematian para dokter. Kenapa demikian?
Menurut saya ketidaksesuaian ini turut menjadi andil kematian dari para dokter (dan tenaga medis lainnya). Sebab seorang dokter harus merawat rata-rata 10 – 20 orang pasien seorang diri.
Bahkan di Makassar Dr. Sugih Wibowo harus merawat 190 pasien Covid-19 seorang diri dengan hanya dibantu 3 orang tenaga perawat.
Ini adalah sebuah kondisi yang miris di tengah-tengah usaha pemerintah untuk menekan dan menangani persebaran Covid-19 ini.
Bagaimana mungkin seorang dokter dapat bertahan menghadapi pasien yang begitu banyak tanpa memiliki waktu istirahat yang baik.
Seorang dokter juga manusia. Apalagi salah satu obat terbaik menghadapi ancaman Covid-19 adalah daya tahan tubuh (imun tubuh) yang baik.
Nah, ketika dokter kelelahan karena menangani banyak pasien, tentu saja mereka mengalami kerentanan untuk tertular Covid-19.
Menurut saya, inilah juga faktor penyebab kematian para dokter tersebut.
3.Masih tingginya biaya Swab dan Rapid Tes sedang Hasilnya sendiri terlambat keluar.
Telah menjadi amsalah terutama dikalangan rakyat kecil bahwa Swab dan Rapid tes memiliki biaya yang besar. Sekalipun pemerintah telah menetapkan batasan biaya Rapid tes, tapi disebagian besar rumah sakit dan pusat-pusat kesehatan, biaya rapid tes masih sangat besar (menyentuh 250-300 ribu rupiah).
Untuk makan saja masyarakat sudah kesusahan apalagi untuk biaya kesehatan. Kalau rapid tes sudah menyentuh angka seperti itu, maka bagaimana dengan Swab tes? Sementara itu, hasil swab tes sendiri sangat terlambat diketahui. Di beberapa tempat, hasilnya bahkan harus menunggu seminggu lebih.
Ini tentu akan menyebabkan kesulitan dalam mendeteksi dini para masyarakat yang terinfeksi Covid-19. Dan tentu saja termasuk tenaga-tenaga medis yang menangani para pasien.
Salah satu persoalan besar yang lain adalah belum sadarnya masyarakat untuk memproteksi diri sendiri dengan menjalankan protokol kesehatan yang baik (Jaga Jarak, Pakai Masker, Cuci Tangan).
Protokol kesehatan ini tampaknya sederhana dan mudah saja untuk dilakukan. Namun jika kita tidak benar-benar melakukannya dengan baik dan disiplin, tentu saja kita rentan tertular Covid-19.
Semakin banyak masyarakat yang tertular, semakin banyak juga jumlah para dokter dan tenaga kesehatan yang akan rentan menjadi korbannya.
Sebab dengan APD yang terbatas dan Keterbatasan jumlah tenaga Medis serta masih tingginya harga tes-tes swab dan rapid yang dibarengi lambatnya proses-proses pencegahan Covid-19 seperti penggunaan masker dll, maka korban (baik masyarakat maupun tenaga kesehatan) akan semakin banyak.
Jadi, mari berbijaksanalah dalam menjaga diri di masa pandemi ini. Salam (**)