BERITABETA.COM, Ambon  – Lembaga Antar Iman Maluku (LAIM) menggelar Dialog Kebangsaan. Dialog ini dimaksudkan untuk memperkuat tali silaturahim dan menjaga hubungan toleransi antar sesama umat beragama.

Dialog kebangsaan yang digelar Jumat (12/2/2021) pekan kemarin di Caffe Bastory ini bertemakan, ‘Meneguhkan moderasi beragama dalam konteks hidup orang basudara’.

Hadir sebagai narasumber, mantan Rektor IAIN Ambon, Hasbollah Toisuta, dan Direktur ARMC IAIN Ambon, Abidin Wakano. Dialog yang diarahkan oleh Nurlaila Ibrahim, Direktur JAKFI Maluku ini juga melibatkan peserta dari unsur mahasiswa pada Perguruan Tinggi di Kota Ambon, pemuda dan perwakilan OKM.

Dari kegiatan ini, mahasiswa dan pemuda di Kota Ambon diharapkan dapat menjadi agen untuk mengsosialisasikan ke masyarakat tentang pentingnya menjaga kerukunan antar umat bergama dalam bingkai kebangsaan.

Abidin Wakano dalam pertemuan tersebut menjelaskan, kegiatan itu untuk mengisih muatan mahasiswa di tengah-tengah perubahan dan derasnya arus globalisasi, terutama lewat media massa dan media sosial.

Di mana, ketahanan mental dan daya pikir mahasiswa serta pemuda akan wawasan kebangsaan harus terus dibangun. Sehingga mereka tidak mudah terprovokasi dengan berbagai dokumen yang disebarluaskan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab, yang tujuannya untuk memecahbelah masyarakat.

Lebih jauh, Direktur LAIM ini menjelaskan, mahasiswa dan pemuda memiliki ruang bacaan yang sangat baik. Sehingga harus diarahkan dengan dialog dan penyediaan referensi bacaan yang tidak keliru tentang wawasan kebangsaan dan kebelbagaian atau keberagamaan hidup orang basudara.

“Orang yang memiliki literasi tradisi beragama dan dialog yang kuat, dapat menerima keberagaman pemikiran keagamaan mazhab dan memiliki sikap insklusif, egaliter untuk menghargai sesama, yang pada akhirnya akan terbangun moderasi beragama,” katanya.

Abidin mengatakan, orang yang susah berdialog dengan wacana terbuka dan tradisi literasi yang kuat memiliki sikap eksklusif.  Mereka cenderung untuk  lebih menyalahkan orang lain, hingga dapat menimbulkan sikap beragama dalam tanda kutip yakni sikap radikal.

“Saya kira ini sebuah bentuk pencerahan mahasiswa sebagai insan cendikia, insan akademis yang harus terus mengasah ketajaman berpikir, kecerdasan dalam kehidupan keagamaan. Karena pada dasarnya orang yang punya literasi tradisi beragama yang kuat dan tradisi dialog bisa menerima keberagaman pemikiran keagamaan,” katanya.

Menurut Hasbollah Toisuta, ini merupakan kegiatan yang patut disuburkan di tengah aktivitas mahasiswa sebagai generasi yang akan melanjutkan tugas dan tanggungjawab pemimpin bangsa.

Baginya, mahasiswa harus terus mengasa daya berpikir beragama yang rahmatan lilalamin. Agama yang mengajarkan tentang toleransi, kecintaan dan menghargai perbedaan.

“Mengutama dialog terbuka tanpa harus menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Sebab, pemuda adalah kunci dari kelanjutan pembangunan bangsa dan negara yang baik di masa mendatang. (BB-TAN)